Sejak membuka mata tadi, air mataku tidak berhenti mengalir. Tak ada suara. Hanya bulir kepedihan yang menetes dari kelopak mata.
Nichole lelap di sampingku. Kasihan dia, aku pasti merepotkan. Tidak banyak yang bisa kuingat selain terakhir aku merasa Xafier mencekoki obat dan samar-samar, aku ingat saat memaksa Nichole.
Aku malu. Walaupun pada saat itu, sedang dalam pengaruh obat.
Jijik dengan diriku sendiri, sedari tadi, aku terus mencakari kulit sampai lecet.
Nichole mengangkat kepala. Matanya menyipit karena masih didera kantuk.
Kuhentikan aksi menyiksa diri.
Saat Nichole separuh sadar melihatku, aku menunduk.
"Apa-apaan kamu!" Matanya membulat saat lihat sekujur tanganku memerah. Dia langsung menegakkan tubuh untuk melihat kondisiku.
Baru bangun, dia mengaduh, sambil mengusap punggung. Pasti pegal karena tidur membungkuk di lantai.
"Sini!" Nichole melihat tanganku.
Dia mencebik. "Kenapa dilukain gini?"
Bahkan setelah aku menyusahkannya, dia masih sangat baik padaku.
"Nanti aku obatin. Perih, nggak?" Dia mengamati lukaku.
Aku masih sulit berkata-kata.
Nichole menyibak poni di rambutku. Tangannya tertahan di sana. Luka kecil di keningku, membuatnya terlihat sakit.
"Semuanya akan dibalas. Aku janji ...."
Aku menggeleng pelan. Saat ini, yang aku butuhkan hanya ketenangan. Hal kecil yang sudah lama hilang dari hidupku.
Tangan Nichole turun sampai sebatas pipi. Di sana juga ada memar dan sobek sedikit di bagian bibir.
"Beraninya dia ...." Kurasakan tangan Nichole bergetar. "Tangan kotor yang berani menyakiti kamu, harus bersiap untuk Nichole patahkan."
Air mata kembali mengalir, membasahi pipiku dan telapak tangan Nichole. Tamparan, kekerasan dan pelecehan yang kualami sangat menakutkan.
"Air mata kamu, akan dibayar darah." Seperti sebuah sumpah, Nichole mengucapkannya. "Semuanya, An. Nggak ada satu pun yang bisa lepas."
Bicara soal semuanya. Aku tidak ingat apa yang terjadi--semuanya.
Terlihat kancing atas kemeja Nichole, hilang satu. Apa aku yang melakukannya?
Seberapa liar aku semalam?
Nichole sadar mataku melihat ke arah mana.
"Nggak ada yang terjadi di antara kita."
Aku tersentak.
"Nggak ada, An," jelasnya lagi.
Nichole tersenyum simpul. "Sebagai lelaki gagah, menahan godaanmu itu bukan hal mudah. Tapi, aku nggak mau ambil kesempatan."
Mataku berbinar-binar menatapnya. Kalau dilihat dari posisi tidurnya yang tadi di lantai, kali ini aku bisa percaya ucapannya.
"Maaf," lirihku.
"Nggak ada yang perlu dimaafin."
Nichole tidak mengerti. Aku meminta maaf, karena terlambat menyadari kalau aku sangat lemah dan bodoh.
Kutatap matanya lekat. Di saat fajar yang mulai menyingsing, aku memikirkan masa depan. Ke depan, haruskah aku masih bersikap dingin pada Nichole?
"Ana, menyerahlah," pinta Nichole.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bajingan yang Mencintaiku
RomansaJudul sebelumnya (The Bastard Who Loves Me) +18 ⚠ Jangan diplagiat Follow akun authornya biar, gak ketinggalan notif . . . (Judul sebelumnya Forever. Sengaja ganti, karena banyak yang kira teenfic) "Nik, berhenti memperlakukan aku seperti pelacur." ...