"Ana!" Nichole terus menyebut namaku saat kakinya sibuk menendang pintu.
Satu tendangan terakhir, pintu pun terbuka lebar.
Seperti seekor tikus yang terjebak, aku kelimpungan mau ke mana.
Setapak demi setapak Nichole menghampiriku.
Dia mengerikan, aku sampai merasa tercekat.
"Denger dulu, An!" Tangan Nichole terulur ke depan.
"Aku minta maaf, Nik!" Tak tahan aku meringkuk di pojok dengan tangis yang pecah. "Ampun, Nik. Aku nggak sengaja lihat semuanya."
Nichole ternganga mendengar ucapanku.
"Dengar dulu semuanya!"
Aku menutup wajah dengan dua tangan, sembunyi dari tatapan Nichole yang intens.
Menekuk kakinya, Nichole berjongkok di depanku.
"Aku atau siapa pun, nggak akan ada yang nyakitin kamu."
Nichole, bisakah aku memohon padanya agar berhenti mendekat? Tidakkah dia lihat, seluruh tubuhku bergetar karenanya.
"Dengar semuanya dulu."
Aku tidak bisa mencerna ucapannya dengan jelas. Semua tindakannya terngiang-ngiang di kepalaku.
Bagaimana Nichole menginjak tubuh lelaki asing itu, menendangnya dan ... yang paling aku takuti adalah sorot matanya yang berkilat seperti iblis.
"Ana ...."
Aku memekik tidak karuan, saat Nichole menyentuh tanganku.
"Nik jangan sakitin aku, ampun!" Di depannya aku menangis tanpa bisa menutupi.
"Denger!" Bicaranya cukup keras, "nggak ada yang nyaktin kamu."
Aku masih terisak, Nichole tidak melepas tatapannya sama sekali dariku.
"Tarik napas, An. Tenangkan diri kamu!"
Aku usahakan, tapi tidak mudah. Semuanya berekelebat di benakku, menyisakan kengerian hebat.
"Tenangkan diri kamu!" Nichole memberi penekanan.
Pelan-pelan aku coba untuk mengtur napas. Nichole mengaturku agar bisa menarik napas dan mengembuskan perlahan, sampai semuanya normal.
"Apa yang kamu lihat?" tanyanya saat aku bisa sedikit tenang.
Pergerakan bola mataku kacau. Apa saja bisa kulihat, kecuali Nichole.
"Ana?" Nicole menunduk. Dia turunkan kepalanya ke bawah untuk menyejajarkan dengan pandanganku.
"Orang itu, kamu menyiksa dia ...." Air mataku kembali menetes.
"Bukan. Tapi aku lagi maksa dia buka mulut!"
Nichole menyangkal seperti apa pun, yang aku saksikan adalah kebengisannya.
"Dia peneror. Aku cuma mau cari tau, apa alasan dia."
Teror?
Teror yang bagaimana Nichole maksudkan?
Urusan apa mereka, sampai harus meneror keluarga Nichole.
Nichole kembali menyuruhku tenang, lantaran gigil dalam tubuhku tak juga reda.
"Nggak ada yang mau nyakitin kamu, An."
"Kenapa ...." Meski masih terasa sulit, aku tanyakan hal yang mengganggu pikiran. "Kamu menyiksa dia di sini? Kenapa bukan lapor polisi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bajingan yang Mencintaiku
RomansaJudul sebelumnya (The Bastard Who Loves Me) +18 ⚠ Jangan diplagiat Follow akun authornya biar, gak ketinggalan notif . . . (Judul sebelumnya Forever. Sengaja ganti, karena banyak yang kira teenfic) "Nik, berhenti memperlakukan aku seperti pelacur." ...