Sekolah masih sepi ketika Pattar dan Hana tiba. Lahan parkir baru terisi sepertiganya. Pattar memarkirkan motornya dekat dengan pintu masuk area parkir. Sebelum turun, Hana menengok ke kiri dan kanan untuk memastikan kondisi masih aman. Kondisi yang cukup menguntungkan bagi Hana karena ia tidak perlu mendapat tatapan penuh tanya dari gadis-gadis seisi sekolah.
"Jam istirahat kita ketemu sama ketua ekstrakulikuler sepak bola ya." Hana menyerahkan helm yang ia kenakan pada Pattar.
Pattar menerima helm tersebut kemudian ia mengangguk.
Hana berjalan lebih lambat dari Pattar untuk menghindari tatapan penuh tanya dari orang-orang yang mereka lewati. Pattar yang merasa Hana sengaja melambatkan langkahnya akhirnya berjalan mundur sambil terus menggoda Hana.
Hana mempercepat langkahnya hingga ia mendahului Pattar.
Pattar mengejar Hana sambil berlari kecil, "tunggu dong."
"Jangan bareng deh, lo yang duluan atau gue yang duluan?" Hana menoleh pada Pattar yang kini tengah berjalan disampingnya.
"Kenapa?" Pattar memiringkan kepalanya dan menatap Hana penasaran.
"Fans lo sudah siap menyerang gue tuh." Hana memberi kode dengan lirikan mata pada segerombol gadis yang merupakan kakak kelas mereka.
Pattar yang langsung mengerti kode dari Hana akhirnya memperlambat langkahnya. Pattar membiarkan Hana berjalan di depannya dengan memberi jarak sekitar dua meter.
Begitu tiba di kelas, Pattar langsung menuju kursinya yang berada di sudut ruangan dan ia bersenandung sambil mengetuk jari-jarinya pada meja sehingga membentuk suara ketukan yang mengiringi senandungnya.
"Lagi senang lo?" salah satu teman sekelas Pattar yang duduk tepat di depan Pattar menyapa setelah meletakkan tasnya.
"Biasa aja kok." Pattar tersenyum menjawab pertanyaan dari Dino.
"Biasa ya? Perasaan gue kemaren lu gak secerah ini deh." Dino duduk menghadap ke arah Pattar dengan kedua tangan yang terlipat diatas meja Pattar.
"Gue sudah cerah dari lahir." Pattar menyingkirkan tangan Dino yang ada di mejanya. "Gue mau tidur dulu. Balik sana lo."
Dino berdecak sebal, kemudian ia duduk dengan benar di kursinya.
***
Bunda menatap anak bungsunya dengan senyuman penuh tanya. Anak gadis yang tengah mengenakan seragam putih biru itu terus menatap ke arah pintu setelah Hana dan Pattar pergi. Ia kelihatan senang tapi ada sorot kecewa di matanya. Reva yang sadar jika ia tengah diperhatikan oleh Bunda akhirnya mengalihkan pandangannya pada sarapan yang tersaji di depannya.
"Kamu cemburu?" Bunda bertanya sambil menatap prihatin.
"Enggak, Bun." Reva menggeleng cepat. "Kelihatannya ada sesuatu di antara mereka. Bunda sadar gak?"
"Mereka kelihatan normal. Sesuatu apa yang kamu maksud?"
"Tatapan Bang Pattar tuh kelihatan beda, mirip sama tatapan oppa kalo lagi jatuh cinta." Reva menjelaskan dengan antusias.
"Enggak ah, Bunda lihatnya biasa aja. Mungkin kamu tuh yang masih suka sama Pattar. Dulu kan kamu fans beratnya Pattar. Kalau habis main sama Pattar, seharian kamu bakal bahas tentang dia." Bunda sengaja menggoda Reva yang baru melewati masa pubertasnya.
"Ih, Bunda, itu kan dulu. Sekarang Reva sudah gak suka lagi. Bang Pattar bukan tipe aku."
Bunda meletakkan sendok yang ia pegang dan bertanya serius pada Reva, "Jadi maksud kamu gimana?"
"Reva tuh yakin kalau Bang Pattar suka sama Kak Hana."
"Mereka sudah bersahabat sejak kecil, pasti mereka saling menyayangi lah, Dek."
"Bukan menyayangi yang begitu loh Bunda. Tapi..."
"Kamu itu kebanyakan nonton drama korea, Dek. Sudah, habiskan sarapannya supaya gak telat." Ayah menggeleng setelah menyampaikan komentarnya.
Dengan wajah yang cemberut, Reva melanjutkan kegiatan sarapannya yang sempat tertunda.
#30daywritingchallenge #30DWCJilid24 #Day13
KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Story ✓
Novela JuvenilHafta Petramula dan Dwiyata Pattareksa adalah saudara kandung. Petra dan Pattar, mendengar nama mereka saja sudah membuat orang lain terkagum. Nama mereka terdengar serasi sebagai kakak-adik, namun hubungan mereka tidak sekompak nama. Pertalian dar...