Pattar benar-benar berangkat sendirian untuk mencari kos. Ia sudah meninggalkan kopernya di hotel sebelum ia berkeliling mencari kos. Sebenarnya mudah saja jika ia langsung pindah ke gedung yang sama dengan Petra, tapi ia bukan Petra. Setidaknya ia harus berusaha untuk mendapatkan apa yang ia mau. Pattar bergerak mulai pukul 10.00 dan kini sudah menjelang magrib, ia belum menemukan kos yang cocok dengannya. Pattar sempat menyesal telah menolak tawaran Papa untuk kos di gedung yang sama dengan Petra.
Seseorang menyentuh pundak Pattar. Ia berbalik dengan sigap dan mendapati seorang pria yang terlihat lebih muda darinya tengah tersenyum.
"Maaf, siapa ya?"
"Gue kira lo teman gue, ternyata bukan. Maaf ya," laki-laki itu melangkah menjauh setelah mengangguk beberapa kali. Tak lama setelah Pattar juga melangkah, laki-laki itu kembali memanggil, "Oy, gue perhatiin, dari tadi lo bolak-balik terus. Lagi cari alamat?"
Pattar menghentikan langkahnya, "Gue lagi cari kosan."
"Oh, bilang dong. Mau kosan yang model gimana?" Laki-laki itu tersenyum sombong.
"Kos yang gak banyak aturannya dan nyaman." Pattar menjawab asal karena tidak yakin dengan penampilan orang yang ada di hadapannya.
"Oke." Laki-laki itu menarik lengan kanan Pattar dan menyeretnya ke sebuah bangunan yang kelihatan tua tapi terasa asri karena dikelilingi pepohonan.
"Memang bangunannya tua, tapi aman kok di sini. Kebetulan ini punya Paman gue, nanti bisa nego harga." Laki-laki itu membuka pintu depan bangunan itu dan Pattar dihadapkan pada sebuah ruangan besar lengkap dengan sofa dan televisi besar di sudut ruangan. Bangunan ini terdiri dari satu lantai tapi luasnya bukan main.
"Ini satu-satunya kamar kosong di sini. Lo bisa cek dulu."
Pattar memandang sekeliling dan mendapati jendela kamar yang langsung menghadap gerbang utama. Rasanya seperti di rumah. Ukuran kamarnya pun tidak jauh berbeda dengan luas kamar Pattar di rumah. Ia menyentuh dinding dan melihat langit-langit. Meskipun kamar ini kosong, tapi kondisinya sangat bersih dan rapi. Pendingin ruangan juga berfungsi dengan baik.
"Gimana? Cocok gak?" Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya di pintu.
"Untuk pembayarannya gimana?"
"Bebas. Kalo lo mau bulanan harganya beda tipis sama yang tahunan. Kalo lo ragu-ragu bisa ambil yang sebulan dulu."
"Oke deh, gue bayar untuk sebulan dulu." Pattar langsung membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Kapan mau pindah?" Laki-laki itu menghitung ulang uang yang diberikan Pattar.
"Besok pagi. Malam ini gue tidur di hotel."
"Oke, ini kuncinya."
Pattar segera berpamitan setelah mendapatkan tempat kos. Ia bernapas lega karena mendapatkan kos yang menurutnya nyaman dan satu lagi, lingkungan itu tidak jauh dari rumah yang Hana tempati sekarang.
***
Pagi itu Pattar check out dari hotel yang ia tempati. Ia sudah menghubungi Hana dan mengirimkan alamat kosnya. Untuk apa lagi kalau bukan memberdayakan Hana untuk membantu merapikan kamar barunya. Pattar tiba di kosnya lebih dulu dan bersaamaan dengan seorang laki-laki yang kelihatannya anak baru di kos ini. Laki-laki dengan mata sipit itu menarik sebuah koper setelah turun dari mobil mewah yang jarang sekali Pattar lihat melaju di jalanan. Pattar mengamati laki-laki berkacamata itu dari bawah hingga atas.
"Lo anak baru?" Pattar bertanya pada laki-laki yang ternyata akan tinggal tepat di sebelah kamarnya.
Laki-laki itu mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Untold Story ✓
Fiksi RemajaHafta Petramula dan Dwiyata Pattareksa adalah saudara kandung. Petra dan Pattar, mendengar nama mereka saja sudah membuat orang lain terkagum. Nama mereka terdengar serasi sebagai kakak-adik, namun hubungan mereka tidak sekompak nama. Pertalian dar...