'18'. BERTEMU SAKTI

49 11 17
                                    

Music on : Tak Mungkin Bersama~Judika.

Aku sadar pertemuan memang ditakdirkan untuk dipisahkan kembali.

🌿🌿🌿

Semuanya sudah siap koper dan tas sudah masuk ke dalam mobil. Tapi dirinya masih saja betah untuk duduk diteras rumah karena ada satu hal yang belum disiapkan, hatinya.

"Rachel ayo cepetan masuk ke mobil. Nanti kita ketinggalan pesawat." Mamanya menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam mobil.

Rachel menarik napasnya dalam-dalam setelah itu dia bangkit dari duduknya dan berjalan memasuki mobil.

Tak terlalu lama perjalanan menuju Bandara, hanya membutuhkan waktu 10 menit dari rumahnya untuk sampai ke sana.

"Sudah sampai Chel."

Rachel mengangguk membalas perkataan Papanya.

Setelah semua barang diturunkan mereka langsung masuk ke dalam Bandar Udara Husein Sastranegara untuk diperiksa dan Chek-in.

Sekarang mereka sudah memasuki ruang tunggu. Keresahan semakin menghantuinya, ketakutan semakin nyata adanya. Matanya menyelusuri ruang tunggu ini, tak sengaja matanya terarahkan ke Starbucks.

"Rachel mau kemana lo?" tanya Kak Jessi saat melihat Rachel berdiri dari duduknya.

Rachel menoleh, ditunjuknya starbucks. Mengisyaratkan dia akan pergi ke sana.

"Nitip Signature Chocolate ya."

Rachel mengangguk sebagai jawaban. Entah mengapa dia sangat malas untuk mengeluarkan suara, seakan-akan bibirnya sudah membisu.

Rachel membeli Caffe Americano. Ini pertama kalinya dia mencobanya. Sebenarnya dia sangat tidak menyukai kopi. Lantas mengapa dia membeli kopi kalau tak suka? Jawabannya karena Sakti. Caffe Americano adalah minuman yang selalu dipesan Sakti kalau pergi ke Starbucks. Puas dengan jawabannya?

Baru saja kakinya meninggalkan pintu Starbucks. Informasi pesawatnya sudah boarding terdengar sampai telinganya.

Orang-orang terlihat terburu-buru bahkan ada yang sampai berlarian saking takutnya ketinggalan pesawat. Beda halnya dengan Rachel yang memang berharap ditinggal oleh pesawat.

"Rachel cepetan!"

Mamanya memanggilnya dari depan terminal 1 gate 3.

Haruskah dia pergi ke Jakarta?.

🌿🌿🌿

Lamunan Rachel berhasil membuat perjalanan udara ini terasa begitu cepat. Perjalanan yang seharusnya menghabiskan waktu selama 30 menit terasa seperti sekelebat mata saja.

Garuda Indonesia ini telah mendarat dengan selamat. Orang-orang sibuk berdiri berdesak-desakkan untuk keluar dari pesawat ini. Berbeda dengan Rachel yang belum menyadari kalau pesawat ini sudah mendarat.

"Rachel ayo." Suara Kak Jessi menyadarkan Rachel kalau mereka sudah sampai di Jakarta.

"Iya." Rachel beranjak lalu mengambil kopernya dan segera turun.

Tulisan Bandar Udara Soekarno-Hatta terpampang nyata dihadapannya. Sakti, Rachel sudah berada di Jakarta dengan membawa harapan bertemu denganmu.

Mereka masuk ke dalam taxi yang sudah dipesan Papanya tadi.

Di dalam taxi Rachel hanya diam, mengamati ramainya kota Jakarta. Sebenarnya Kota Bandung juga ramai tapi Jakarta jauh lebih ramai.

Dia tidak suka Jakarta, dia ingin pulang, jeritnya dalam hati.

🌿🌿🌿

Pandangannya kabur, matanya tertutup kabut yang cukup tebal.

Dia menatap makam itu dalam diam. Bahunya terus menerus bergetar, air matanya tak kunjung surut. Suara tangisan lirih terdengar dari bibir mungilnya. Rachel yang kalian kenal sebagai perempuan ceria sekarang menunjukkan sisi lemahnya, semuanya karena Sakti. Selalu karena Sakti.

Kepergian Sakti bukan sekedar guyonan semata yang menyambut kedatangan ke Jakarta. Kepergian Sakti nyata adanya. Terbukti dengan gundukan tanah yang di atasnya tertaburi bunga-bunga yang masih tampak segar.

"Tuhan, apa salah Sakti sampai kau mengambilnya terlalu cepat?"

Keadaan Rachel terlihat sangat kacau saat ini. Bahkan dia sampai pingsan saat melihat jenazah Sakti di turunkan menuju liang kubur. Dia memeluk Mamanya erat, dia menangis di pelukan Mamanya tak perduli jika baju Mamanya basah karena air matanya.

Tadi sebelum memutuskan untuk menginap di rumah Kakek dan Neneknya, orang tuanya terlebih dahulu mengantarnya ke Taman Pemakaman Umum di Jakarta. Karena di sanalah jenazah Sakti dikuburkan.

Pemakaman, mulai hari ini Rachel membenci tempat terkutuk ini. Tempat perpisahan yang nyata adanya. Tempat perpisahan yang erat kaitannya dengan tangisan pilu.

Harapan untuk bertemu Sakti sudah musnah. Dia ingin ikhlas, tapi hatinya belum bisa mengikhlaskan.

"Sayang udah ya. Ikhlasin," bujuk Mamanya.

Bukannya berhenti air mata Rachel malah mengalir lebih deras.

"Sayang coba lihat Tante Siska. Tante Siska aja tegar. Dia udah ngeikhlasin kepergian Sakti, kamu juga harus begitu."

Secara otomatis matanya melihat ke arah Tante Siska, Ibunda Sakti. Benar saja Ibunda Sakti terlihat paling tegar di sini. Tidak ada air mata yang keluar dari matanya, matanya pun tidak terlihat sembab sama sekali. Hanya ada senyuman yang menghiasi wajahnya.

Ibunda Sakti sudah sangat ikhlas dengan takdir tuhan yang satu ini. Dia merasa bahagia karena anak laki-lakinya sudah tidak merasakan sakit lagi. Dia bahagia anaknya sudah tenang di alam sana. Dia hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan anaknya semata wayangnya ini.

Rachel bangga melihat Ibunda Sakti. Di saat anaknya pergi dia menunjukkan wajah yang sangat tegar. Padahal kita tidak tau bagaimana isi hatinya bukan?

Bibir Rachel terangkat membentuk senyuman tipis. Rachel berusaha tidak menangis lagi, diusapnya air matanya dengan telapak tangan mungilnya meskipun hasilnya nihil.

Hai Sakti. Gue kira dengan gue ke Jakarta kita bisa ketemuan, cerita-cerita kaya dulu Sak, tapi ternyata?
Huh...
Gue selalu nunggu lo balik Sak.
Lo ingat kata-kata ini?, "selayaknya adam dan hawa yang harus berpisah kita juga begitu Rachel." Kata-kata yang lo ucapin sebelum lo pindah ke Jakarta.
Tapi cerita kita beda ya Sak?. Adam dan Hawa mereka dipertemukan kembali. Sedangkan kita? enggak kan, hehe.

Kekehan kecil keluar dari mulut Rachel, tapi air matanya tak bisa berbohong.

Cerita kita sudah berakhir sampai di sini, kandas. Cerita kita hanya bisa menjadi kenangan indah di masa lalu. Gue sayang lo sampai kapanpun...

🌿🌿🌿

Selamat tinggal Sakti. Terima kasih sudah mau menjadi bagian dari cerita ini.


Jangan lupa vote & comment.

See you👋

EPIPHANY IN MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang