Dua Dunia dan Sebuah Pilihan

3.1K 395 18
                                    

Alam Bawah Sadar Lusi

Lusi ingat semuanya. Semua yang terjadi di hidupnya. Lusi mencari keberadaan Puad yang ternyata ada di belakangnya. Air mata Lusi jatuh seketika. Lusi langsung memeluk Puad dengan begitu erat.

"Maafkan aku, Puad."

Puad balas memeluk Lusi, membelai lembut rambut Lusi, membiarkan Lusi menangis terisak dalam pelukannya. Begitu saja sudah cukup bagi Puad.

Cukup lama mereka dalam kondisi seperti itu, hingga tangis Lusi mereda.

Puad melepaskan pelukan Lusi, menatap Lusi dengan lembut. "Jadi kamu tetap ingin berada disini?"

Lusi menggeleng. "Aku ingin pergi bersamamu. Bawa aku bersamamu," pinta Lusi penuh harap.

Puad tersenyum, meraih jemari Lusi dan menggenggamnya erat. Puad membawa Lusi menuju tepian atap sekolah. Keduanya berhenti di tepian atap.

"Dimana awal kita memulai, di situ kita akan mengakhiri," ujar Puad. "Kamu siap?"

Lusi mengangguk. Puad tersenyum, Lusi ikut tersenyum. Keduanya melompat bersama dari atap gedung sekolah itu.

Brak!

Pandangan Lusi menggelap.

Lusi berusaha membuka matanya meskipun berat. Perlahan kedua mata Lusi terbuka. Lusi mengerjabkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya yang baru saja ia lihat. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah dek bewarna putih.

"Ma! Mama! Lusi bangun!" Teriakan itu membuat Lusi menggerakan kepalanya ke arah sumber suara.

Sosok Jahra yang ia kenali sebagai sepupunya sedang menatapnya penuh bahagia. Sosok Janita juga datang menatap Lusi dengan tatapan yang sama, bahagia.

"Jahra, panggil Dokter sekarang!" Pinta Janita seakan lupa dengan tombol darurat yang bisa digunakan kapan saja saat situasi mendadak seperti itu.

"Iya, Ma." Searah dengan sang Mama, Jahra langsung bergegas keluar ruangan untuk memanggil Dokter.

Sementara Janita langsung menggenggam jemari Lusi dengan penuh rasa syukur. "Akhirnya kamu sadar."

Lusi meneteskan air mata bahagia, tidak menyangka akan ada yang menantikan kesadarannya seperti itu. Lusi memejamkan mata perlahan.

Terima kasih Tuhan. Batin Lusi penuh rasa syukur.

"Lus, Lusi." Janita kembali panik ketika melihat mata Lusi yang kembali terpejam. "Lus. Kamu masih sadar kan? Jangan koma lagi, Lus."

Lusi membuka mata perlahan membuat Janita menghela nafas lega. "Syukurlah. Tante pikir kamu koma lagi."

Lusi tersenyum tipis. "Te-terima kasih, Tan," ujar Lusi begitu lirih.

Janita mengangguk. "Kamu gadis yang kuat, Lus."

***

Jahra tengah menyuapi Lusi dengan bubur. Jahra begitu bersemangat karena Lusi sudah kembali seperti sedia kala.

"Aku dan Mama berencana mengajak kamu ke Jakarta. Mama sudah memutuskan untuk memindahkan kamu ke Jakarta. Tenang saja. Jika kamu tidak mau merepotkan aku dan Mama, Mama sudah menyiapkan rumah peninggalan Kakek untuk kamu tinggali. Kamu tau sendiri kan rumah Kakek sudah tidak ada yang merawat lagi. Jadi hitung-hitung keberadaan kamu di Jakarta nanti untuk merawat rumah peninggalan Kakek," jelas Jahra membuat Lusi tersenyum.

"Tapi jika kamu tidak berani tinggal sendirian, kamu bisa menginap setiap malam di rumah kami. Kebetulan Mama kan membuat rumah di sebelah rumahnya Kakek," jelas Jahra lagi. Lusi hanya bisa diam mendengarkan karena Jahra tidak memberikannya ruang untuk bicara.

Dua Dunia (YMMP9)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang