Epilog Yang Terlewatkan

3.2K 282 24
                                    

Spin off

***

Malam pertama Hanif dan Lusi.

Lusi berdiri di depan cermin kamar mandi dengan tatapan sendu.

Meskipun sudah memiliki keberanian untuk menikah dengan Hanif, tapi keberanian itu menguap entah kemana. Berganti dengan rasa rendah diri.

Lusi menatap pantulan tubuhnya dari cermin. Saat ini ia mengenakan baju tidur tipis yang tentu saja sedikit tembus pandang. Awalnya Lusi begitu percaya diri dengan baju tidur pilihannya itu, tapi kini ia merasa gamang dengan keputusannya memakai baju itu.

Lusi seolah tersadarkan sebuah fakta bahwa dirinya bukanlah gadis suci yang baru pertama kali mengenal cinta. Dirinya hanyalah seorang wanita hina yang kebetulan sangat beruntung bertemu pria yang hebat.

Ini memang pernikahan pertama baginya, tapi bukan malam pertama bagi dirinya mengecap indahnya surga dunia.

Sepasang tangan terulur dari belakang, membuat Lusi kaget dan langsung menatap sosok pemilik tangan itu lewat cermin.

"Ba-bagaimana kamu bisa masuk?" tanya Lusi kaget pada Hanif yang memeluknya dari belakang.

Hanif menumpu dagunya dibahu Lusi, menatap kedua bola mata Lusi lewat cermin. "Pertanyaan macam apa itu?"

Lusi makin gugup dengan kemunculan Hanif itu. "Maksudku aku sudah mengunci pintu kamar mandi itu dari dalam, jadi bagaimana caranya kamu bisa masuk?"

Hanif terkekeh. "Setiap pintu pasti punya kunci cadangan, Sayang."

Hanif memeluk Lusi makin erat. "Kenapa kamu begitu lama di dalam sini? Apa kamu tidak ingin menunjukan kecantikanmu padaku?"

Lusi tertunduk mendengar perkataan Hanif itu. Hanif bisa melihat dengan jelas wajah sendu Lusi.

"Kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?" tanya Hanif penasaran.

"Aku tiba-tiba merasa kalau aku bukan wanita yang pantas untukmu," ujar Lusi dengan suara yang cukup pelan.

"Masih mau membahas hal yang tidak penting itu?" tanya Hanif membuat Lusi kembali menatapnya lewat cermin.

Hanif membalas tatapan Lusi. "Kamu tau, ini bukan tentang siapa orang yang pertama kali di dalam hidupmu, tapi tentang siapa yang benar-benar tulus mencintaimu. Selalu ada yang pertama dalam hidup seseorang, tapi aku yang akan menjadi orang yang bersamamu selamanya."

Lusi terpaku dengan kalimat yang Hanif ucapkan. Kalimat indah yang menggetarkan seluruh sendi tubuhnya.

"Jadi berhenti menganggap kamu tidak pantas untukku. Cukup terima kenyataan kalau aku mencintaimu dengan seluruh hidupku," jelas Hanif membuat Lusi kini tersenyum.

"Jadi apa kita masih perlu membahas hal yang tidak penting atau kita sudah bisa lanjut ke tahap hidangan utama?" tanya Hanif dengan tatapan bergelora.

Lusi tersenyum, tersipu malu dengan tatapan Hanif. Perlahan kedua tangan Hanif bergerak ke atas, membuka satu persatu kancing baju milik istrinya. Sementara tatapan matanya terfokus pada wajah sang istri. Lusi menanti kegiatan itu dengan jantung yang berdebar kencang.

Sebelum seluruh kancing baju itu terbuka, Hanif menghentikan kegiatannya.

"Kenapa?" tanya Lusi penasaran.
Hanif terkekeh. "Ternyata kamu sudah tidak sabar ya," goda Hanif membuat Lusi tersipu malu.

"Aku hanya ingin bertanya tentang pendapatmu, apa kita perlu mematikan lampu agar para pembaca tidak bisa menyaksikan apa yang akan kita lakukan nanti," ujar Hanif membuat Lusi terkekeh.

Dua Dunia (YMMP9)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang