Bom yang Siap Meledak

2.6K 293 3
                                    

"Silakan, Mbak." Terdengar suara wanita saat rekaman itu dimulai.

"Kamu mau pesan apa? Minuman makanan?" Itu suara Mamanya.

"Tidak perlu, Tan." Suara Lusi terdengar menjawab.

"Kamu pasti bingung kan, kenapa Tante tiba-tiba mengajak kamu berbicara berdua seperti ini?" Kini suara Mamanya kembali terdengar. "Maaf jika Tante tidak begitu tau caranya untuk berbasa basi."

"Tidak apa-apa, Tan."

"Tante tau kamu gadis yang baik."

"Kamu menyukai Hanif?"

Pertanyaan sang Mama membuat Hanif lebih fokus mendengarkan, ingin tau jawaban seperti apa yang Lusi berikan.

"Lebih tepatnya, apa kamu mencintai Hanif?"

Hening cukup lama membuat Hanif merasa tidak sabar.

"Kamu pasti mencintai Hanif, ya." Bukannya Lusi yang menjawab, melainkan Mamanya sendiri yang mengambil kesimpulan. Entah kenapa hal itu membuat Hanif sedikit merasa kecewa. Padahal Hanif ingin mendengar jawaban langsung dari Lusi.

"Hanif juga mencintai kamu."

Perkataan sang Mama membuat Hanif kaget. Hanif tidak menduga sang Mama membuat kesimpulan seperti itu.

"Tante tau kalau kalian saling mencintai, tapi bolehkan Tante bersikap egois dengan tidak merestui hubungan kalian berdua?"

Hanif mengerutkan kening bingung, merasa penasaran kenapa sang Mama mengatakan hal seperti itu.

"Tante tidak salah. Itu sudah hak Tante sebagai orangtua untuk merestui hubungan anaknya atau tidak."

Entah kenapa Hanif merasa tidak suka dengan jawaban Lusi itu.

"Kalau begitu, bisakah kamu pergi meninggalkan Hanif."

Tiba-tiba Hanif merasa tidak terima dengan keinginan sang Mama itu. Hanif kembali merasa penasaran jawaban apa yang Lusi berikan. Hanif berharap Lusi menolak permintaan itu dan memilih untuk terus bersamanya.

"Tante tau, Tante terdengar begitu egois sekarang. Tapi sebagai seorang Ibu, hanya ini satu-satunya cara yang bisa Tante lakukan. Cinta Hanif pada kamu begitu besar, hingga dia rela bunuh diri bersama kamu dari atap sekolah. Terus terang Tante tidak bisa terima itu. Tante tidak bisa menerima kalau Hanif rela mengorbankan hidupnya demi wanita yang ia cintai. Ibu mana yang ingin kehilangan anaknya dengan cara seperti itu. Tante yang mengandungnya, melahirkannya, merawatnya hingga ia dewasa, tapi jika Tante harus kehilangan anak dengan cara seperti itu, Tante tidak rela."

Hanif mengerutkan kening antara bingung dan kaget. Hanif tidak mempercayai pernyataan sang Mama yang mengatakan kalau dirinya rela bunuh diri demi cintanya pada Lusi. Kapan ia melakukan hal itu.

"Aku tidak mungkin sebodoh itu," guman Hanif tidak mempercayai pernyataan yang baru saja didengarnya.

"Tuhan memberikan Tante kesempatan kedua untuk bisa tetap menjadi Ibu bagi Hanif. Tapi jika Hanif kembali mengingat kamu, kembali mencintai kamu, tidak menutup kemungkinan dia akan kembali rela berkorban untuk kamu, dan Tante belum siap kehilangan Hanif dengan cara seperti itu lagi."

"Apa sekarang Hanif tidak mengingatku, Tan?"

"Hanif amnesia. Tidak amnesia sepenuhnya, hanya melupakan beberapa kenangan dimasa lalunya. Salah satunya kenangan saat dia masih SMA."

"Kalau begitu biarkan Hanif tetap melupakan kenangannya bersamaku, Tan."

"Aku berjanji aku tidak akan muncul lagi dalam kehidupan Hanif. Aku akan menghilang tanpa jejak."

Dua Dunia (YMMP9)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang