Nggak up marathon, cuma double up aja ya 🤭🤣🤣🤣
***
Halimah duduk termenung di balkon kamarnya, memikirkan pilihan yang diberikan sang anak. Halimah tidak sanggup memilih dari kedua pilihan itu. Halimah tidak sanggup jika seandainya sang putra kembali bertingkah nekad dan mengorbankan nyawa untuk orang lain. Padahal dirinya mengorbankan nyawa demi melahirkan sang putra dengan selamat ke dunia ini.
"Apa yang sedang Mama pikirkan?" Pertanyaan Hamdan membuat Halimah menoleh ke arah sang suami.
Hamdan duduk disamping Halimah. "Mama masih tidak mau merestui hubungan Hanif dan Lusi?"
Halimah menghela nafas berat. "Bukannya Mama tidak mau merestui, Pa. Hanya saja Hanif terlihat begitu mencintai Lusi, sehingga seolah rela mengorbankan hidupnya untuk Lusi."
Hamdan tersenyum. "Jadi Mama masih berpikir kalau Lusi bisa saja membuat Hanif kehilangan nyawanya?"
Halimah kembali menghela nafas. "Mama hanya tidak ingin kehilangan Hanif dengan cara seperti itu."
Hamdan tersenyum. "Hidup dan mati seseorang ada ditangan Tuhan, bukan ditangan manusia. Mama lihat sendiri Hanif masih bisa hidup sekarang karena Tuhan masih menginginkannya untuk hidup. Jika Tuhan menginginkan, Hanif pasti sudah tiada akibat kecelakaan itu."
Halimah menghela nafas berat. "Mama tau."
Hamdan tersenyum. "Mama juga harus tau kalau Papa pasti juga rela jika harus mengorbankan nyawa Papa demi Mama. Karena Papa mencintai Mama."
Halimah tertegun dengan pengakuan sang suami.
"Tidak ada yang salah maupun benar dalam cinta, Ma. Apapun yang kita lakukan, termasuk mengorbankan nyawa demi orang yang kita cintai, itu semua hanya karena semata-mata rasa cinta Ma. Saat seseorang mencintai dengan sepenuh hati, dia pasti rela melakukan apa saja, meskipun hal itu terdengar bodoh," jelas Hamdan panjang lebar, berharap bisa merubah sedikit sudut pandang sang istri.
"Mama tau kenapa sampai saat ini Hanum belum menikah?" Tanya Hamdan membuat Halimah kembali tertegun, memikirkan kemungkinan yang terjadi pada sang anak sulung.
"Karena Mama," jawab Halimah merasa seolah mendapat sebuah tamparan keras.
Hamdan mengangguk. "Hanum bisa saja menikah dengan pria manapun. Tapi hatinya sudah terlanjur tertuju pada pria pilihannya. Hanum tidak ingin menjadikan pria lain sebagai pelarian hidupnya. Hanum juga tidak ingin menyakiti hati Mama dengan memilih pria idamannya. Karena itu Hanum lebih memilih hidup sendiri untuk menjaga perasaan Mama," jelas Hamdan.
Tanpa sadar Halimah meneteskan air mata, tidak menyangka apa yang menurutnya terbaik untuk anak-anaknya, sudah membuat anak-anaknya hidup dalam kehampaan. Bisa mencintai, bisa saja memiliki, tapi restu yang menghalangi, sebuah kisah yang memilukan untuk didengar.
Hamdan merangkul sang istri, tau dengan perasaan sang istri yang sekarang mungkin merasa bersalah."Ternyata Mama benar-benar egois ya, Pa," ujar Halimah menyadari semua kekeliruannya.
Hamdan tersenyum. "Mama tidak egois. Mama sangat menyayangi anak-anak Mama, dan menginginkan yang terbaik untuk mereka, karena itu Mama melakukan semua itu. Hanya saja kadang apa yang kita anggap pilihan terbaik, kurang bisa membahagiakan mereka."
"Jadi apa yang harus Mama lakukan sekarang, Pa?" Tanya Halimah meminta pendapat sang suami. Halimah tidak ingin salah ambil keputusan lagi.
"Ikhlaskan mereka, Ma. Biarkan mereka memilih jalan mereka sendiri. Kita sebagai orang tua hanya perlu merestui. Baik buruknya pilihan mereka, kita harus yakin kalau mereka mampu mengatasinya," ujar Hamdan menyarankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia (YMMP9)
RomanceKesempatan kedua Apakah benar-benar ada kesempatan kedua dalam hidup? - Lusi. *** Kisah percintaan remaja yang biasa terjadi di kalangan masyarakat. Yang berbeda karena yang menulis cerita adalah author Tarry Thelittle yang kadang imajinasi kehaluan...