Akhirnya bisa up part baru 🤣🤣🤣
Biasa author fokus ngetik kalau lagi ditempat yang nggak ada sinyal internetnya 🤭🤣🤣🤣
Soalnya kalau ada sinyal internetnya author gagal fokus 🤣🤣🤣
Banyak yang menggoda saat internet full, yang FB lah, WA lah 🤭🤣🤣🤣
Jadi baru bisa fokus saat ikut suami ke tempat tugas dan pas suami ngajar 🤣🤣🤣
Kalau suami ada di rumah ya nggak bisa fokus juga. Taulah masih zona pengantin baru masih syuka romantisan 🤭🤣🤣🤣
Sorry yang jomlo
***
Lusi menatap pemandangan kota ketika malam hari dari balik jendela rumah sakit. Lusi terlihat seolah menikmati pemandangan kota malam itu, padahal dirinya sama sekali tidak memperhatikan pemandangan kota meskipun tatapan matanya terarah kesana.
Pikiran Lusi melayang jauh. Jauh saat dirinya memutuskan untuk tidak mengikuti skenario yang sudah Hanif rancang. Lusi justru menjalankan skenario yang ia rancang sendiri untuk menyatukan Hanif dan Jahra.
Saat di ruang ganti, Lusi memang sengaja menjatuhkan vas bunga ke lantai, sehingga vas bunga itu pecah. Lusi juga sengaja menginjak serpihan vas bunga sehingga kakinya terluka. Tidak berhenti disitu, Lusi sengaja mengirimkan gaun yang harusnya ia pakai kepada Jahra. Semua itu Lusi lakukan hanya agar Hanif dan Jahra punya jalan untuk bersama.
"Aku harap mereka bisa akur malam ini. Jahra memang lebih pantas memakai gaun itu," guman Lusi.
"Kenapa kamu bisa disini?" Sebuah suara mengagetkan Lusi, membuat fokus Lusi kembali ke realita yang ada. Lusi menoleh ke arah sumber suara.
Di ambang pintu kamarnya yang sudah terbuka lebar, berdiri sosok Hanif yang masih mengenakan setelan tuxedo bewarna putih, membuat Hanif terlihat seperti malaikat dipandangan Lusi. Untuk sejenak Lusi terpaku karena rasa rindunya yang menggebu. Ingin rasanya Lusi beranjak dari tempat duduknya, berlari ke arah Hanif, memeluk Hanif erat, dan mengatakan betapa ia begitu merindukan Hanif. Tapi tentu saja itu tidak mungkin ia lakukan.
Hanif berjalan perlahan mendekati tempat Lusi berada. Sementara Lusi sendiri tidak sedikitpun memalingkan tatapan matanya dari sosok Hanif, hingga Hanif berdiri tegak di hadapannya.
Hanif mengamati kondisi Lusi mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan Hanif terhenti saat melihat kaki kiri Lusi yang dibalut perban.
"Jadi hanya karena luka seperti itu kamu tidak menepati janjimu?" Tanya Hanif sambil mengarahkan tatapannya pada wajah Lusi. "Dan kenapa kakimu bisa terluka? Luka itu kamu dapatkan secara tidak sengaja atau memang sengaja kamu lakukan?"
Lusi masih terdiam, kali ini bukan karena rasa rindunya yang menggebu, melainkan pertanyaan yang Hanif ajukan. Pertanyaan dari Hanif seolah menegaskan kalau Hanif tau jika dirinya sengaja membuat kakinya cidera.
Hanif membungkukan tubuh sehingga wajahnya dan wajah Lusi kini sejajar. Kedua tangan Hanif berada di sisi kiri dan kanan pegangan kursi, mencengkram pegangan kursi itu, membuat seolah tidak ada jalan bagi Lusi untuk menghindar. Faktanya Lusi sama sekali tidak ingin menghindar. Melihat wajah Hanif dari jarak yang begitu dekat adalah momen terindah dalam hidup Lusi saat ini, sehingga Lusi enggan mengalihkan tatapan matanya dari wajah Hanif.
Hanif menatap tajam ke arah Lusi, berusaha mengintimidasi Lusi dengan tatapannya, tapi justru yang terjadi jantungnya seolah ingin melompat bebas. Entah kenapa ada sebuah rasa rindu yang begitu kuat didalam hatinya. Rasa rindu yang Hanif sendiri tidak tau kenapa itu bisa ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia (YMMP9)
RomanceKesempatan kedua Apakah benar-benar ada kesempatan kedua dalam hidup? - Lusi. *** Kisah percintaan remaja yang biasa terjadi di kalangan masyarakat. Yang berbeda karena yang menulis cerita adalah author Tarry Thelittle yang kadang imajinasi kehaluan...