Berasa ingat lagu Armada ya 🤭🤣🤣🤣🤣
Berhubung author memang penyuka lagu Armada sih 🤣🤣🤣
Triplek ya 👏👏👏
Jangan minta nambah
Cukup segini dulu 🤣🤣🤣🤣
***
"Aku menyerah," ujar Jahra sebelum jatuh pingsan.
***
Hanif membuka matanya perlahan, mengernyitkan kening saat merasa kepalanya sedikit nyeri.
"Sudah bangun?"
Hanif menoleh ke sumber suara. Badai tengah duduk santai di sova sambil menghirup teh. Hanif duduk dengan perlahan.
"Aku kenapa?" Tanya Hanif penasaran kenapa kepalanya bisa sakit.
"Ingat saja sendiri," ujar Badai terkesan cuek, enggan menjelaskan pada sang atasan apa yang sudah terjadi.
Hanif mendengkus kesal, berusaha mengingat. Perlahan-lahan Hanif bisa mengingat kejadian yang ia alami semalam. Dari menemui Rama di restoran, berdebat, dan berakhir berciuman dengan Lusi.
Flashback
Hanif melepaskan ciumannya, menatap Lusi dengan tatapan membara. "Jika kamu bersedia menyerahkan diri pada pria brengsek itu atas nama cinta. Bisakah sekarang kamu juga menyerahkan diri padaku dengan dasar itu juga?"
End flashback.
"Sial!" Maki Hanif pada dirinya sendiri setelah berhasil mengingat sedikit kejadian semalam. "Kenapa aku malah merendahkan harga dirinya seperti itu? Sepertinya pengaruh obat peransang membuat aku kehilangan akal sehatku."
Hanif merasa geram kenapa ia bisa mengatakan hal seperti itu. Lebih geram lagi saat dirinya belum bisa mengingat apa yang terjadi selanjutnya. Hanif bergegas turun dari ranjang.
Badai menatap Hanif dengan tatapan heran. "Mau kemana?"
"Aku harus segera menemui Lusi. Aku harus meminta maaf atas semua yang aku katakan semalam," jelas Hanif.
Badai makin menatapnya dengan heran. "Minta maaf? Setelah kamu melamarnya, kamu mau minta maaf? Untuk apa?"
Kini giliran Hanif yang merasa heran sekaligus bingung. "Aku melamarnya?"
"Kamu sudah lupa?" Tanya Badai memastikan.
Hanif mencoba mengingat lagi, tapi nihil. Dirinya seolah seperti hilang ingatan.
"Kamu kembali membuatku terlibat dalam situasi yang konyol, tapi kamu malah melupakan semuanya?" Tanya Badai tidak percaya.
Flashback
Rama berhasil mengontrol amarahnya, menarik tangannya dari cengkraman Badai. "Aku pasti akan mendapatkan Lusi."
Setelah mengatakan hal itu, Rama memilih pergi tanpa berniat menoleh ke arah Hanif dan Lusi.
Badai menghela nafas lega. "Setidaknya satu masalah bisa diatasi untuk saat ini."
Badai menoleh ke arah tubuh Jahra yang terbaring di lantai. "Haruskah aku mengurusi masalah itu juga? Kenapa gadis itu sangat merepotkan?" Ujar Badai merasa lelah sekaligus jengkel.
Badai menghampiri Jahra, berjongkok dan menepuk pipi Jahra. "Hei, bangun," pinta Badai berusaha membangunkan Jahra.
Sementara Hanif sendiri sudah melepaskan ciumannya, menatap Lusi dengan tatapan membara. "Jika kamu bersedia menyerahkan diri pada pria brengsek itu atas nama cinta. Bisakah sekarang kamu juga menyerahkan diri padaku dengan dasar itu juga?"
Lusi menatap Hanif dengan tatapan sendu, sedikit kecewa karena perkataan Hanif yang seolah merendahkan harga dirinya. "Apa kamu sekarang sudah menganggap aku sebagai wanita murahan?"
"Jadilah milikku," pinta Hanif tanpa memperdulikan pertanyaan Lusi. "Dengan cara menikah denganku."
Perkataan itu langsung membuat Lusi tertegun. Tadinya ia berpikir Hanif akan menghina dirinya, tapi siapa sangka justru yang ia dapatkan adalah sebuah lamaran.
"Meskipun kamu bukan cinderella, sang pemilik sepatu kaca, tapi kamu adalah wanita yang memiliki hatiku. Aku tidak bisa menjanjikan cinta yang sehidup semati, karena selain kamu, masih banyak orang yang aku sayangi dan menyayangiku, keluargaku. Aku hanya bisa menjanjikan satu hal, selama aku masih hidup aku hanya akan mencintai satu wanita, yaitu kamu," jelas Hanif sambil menatap mata Lusi dengan tatapan dalam.
Kedua bola mata Lusi berkaca-kaca, terharu sekaligus bahagia dengan kalimat romantis yang baru saja Hanif ungkapkan.
"Jadi wanita impianku, maukah kamu menikah denganku?" Tanya Hanif penuh harap.
Tanpa ragu lagi Lusi mengangguk, menerima pernyataan cinta dan lamaran dari Hanif. Lusi tidak ingin memperdulikan apapun lagi saat ini, termasuk restu dari orang tua Hanif yang belum ia dapatkan. Yang Lusi inginkan saat ini adalah bisa bersama dengan pria yang ia cintai dan juga mencintainya.
"Aku ingin memilikimu malam ini. Bolehkah?" Tanya Hanif penuh harap.
Belum sempat Lusi merespon pertanyaan Hanif, tubuh Hanif sudah jatuh dan terbaring di lantai. Hal itu tentu saja membuat Lusi kaget.
"Maaf, aku harus melakukan ini," ujar Badai menjawab rasa kaget Lusi. Badai sengaja memukul kepala Hanif untuk menghentikan aksi Hanif yang terlihat sudah diluar kesadarannya. "Hanif memintaku membuatnya pingsan jika dia sudah berada diluar kendali. Tadi dia meminum minuman dari Rama, dan minuman itu sudah dicampur obat peransang."
Mendengar penjelasan Badai hanya bisa membuat Lusi tersenyum. Air matanya mengalir perlahan. Tapi itu bukan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan.
"Aku juga akan memperjuangkanmu, Puad," guman Lusi penuh keyakinan.
End flashback
"Jadi apa yang terjadi semalam? Apa benar aku melamar Lusi?" Tanya Hanif memastikan.
Badai menghela nafas. "Berusahalah untuk mengingat. Jangan terus bersikap manja dengan meminta orang lain untuk mengingatkanmu," ujar Badai.
Hanif menatap heran ke arah Badai. "Kenapa sebagai bawahan kamu justru terlihat tidak punya sopan santun, ya?"
"Karena atasanku juga tidak memiliki hal itu," jawab Badai dengan santainya, membuat Hanif mendengkus kesal.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia (YMMP9)
RomanceKesempatan kedua Apakah benar-benar ada kesempatan kedua dalam hidup? - Lusi. *** Kisah percintaan remaja yang biasa terjadi di kalangan masyarakat. Yang berbeda karena yang menulis cerita adalah author Tarry Thelittle yang kadang imajinasi kehaluan...