Terlambat Sudah

2.5K 295 6
                                    

"Kalau begitu apa Mama bisa menjodohkan Jahra dengan anak teman Mama ini?" Tanya Jahra yang seolah lupa akan prinsip hidupnya yang tidak mau dijodohkan. Jiwa matrelialisme yang diturunkan sang Mama lebih mendominasi hidupnya saat ini.

"Sudah Mama lakukan, tapi gagal karena kebodohanmu," jawab Janita santai.

Jahra mengerutkan kening heran. "Maksud Mama?" Tanya Jahra meminta penjelasan lebih lanjut. "Apa Mama bercerita pada mereka kalau Jahra ini bodoh, Ma?"

Janita menatap putrinya dengan jengkel. "Jangan cerewet. Sekarang lebih baik diam. Mama akan memperkenalkan kamu dengan teman Mama ini."

Terpaksa Jahra menuruti sang Mama untuk malam ini.

Keduanya menghampiri pasangan paruh baya yang tengah berbahagia itu, Hamdan dan Hamidah. Hamdan mengenakan tuxedo bewarna hitam, sementara Hamida mengenakan gaun panjang bewarna silver.

Jahra ternganga kaget saat mengetahui jika teman Mamanya yang kaya itu adalah pria tua bangka yang hendak dijodohkan dengan dirinya.

"Mama! Mama tidak sedang melanjutkan rencana Mama untuk menjodohkan aku dengan pria tua bangka ini, kan?" Bisik Jahra merasa khawatir dan terjebak. Jahra menduga kalau sang Mama akan kembali melanjutkan rencana perjodohan gila itu. "Bukannya Mama bilang kalau pria tua bangka ini sudah memilih Lusi sebagai calon istri keduanya."

Janita ingin sekali menjitak kepala putrinya saat itu. Tapi mengingat saat ini mereka sedang berada di acara pesta yang berkelas, Janita mengurungkan niatnya dan berusaha menahan kejengkelan hatinya.

"Istrinya begitu cantik begini. Tega sekali dia ingin mencari istri baru. Padahal apa kurangnya istri si pria tua bangka itu," bisik Jahra masih berkomentar.

"Ehm." Janita berusaha mengabaikan bisikan sang anak yang membuat kesal. Janita kini lebih memilih fokus pada pasangan Hamdan dan Hamidah.

"Selamat malam, Mas Hamdan dan Jeng Hamidah," sapa Janita begitu ramah.

Hamdan dan Hamidah tersenyum ramah melihat kemunculan Janita dan putrinya. "Selamat malam juga Jeng Janita. Terima kasih sudah mau datang ke acara kami ini."

Janita tersenyum lebar. "Saya yang justru berterima kasih karena Mas dan Jeng sudah mau mengundang kami datang."

Halimah menoleh ke arah Jahra. "Apa ini Jahra?" Tebak Halimah mengagumi keanggunan dari penampilan Jahra.

Jahra tersenyum manis, sementara Janita tersenyum canggung. "Iya. Ini Jahra, putri saya yang kabur itu."

Halimah tertawa kecil, begitupun Hamdan. Sementara Jahra sendiri merasa heran kenapa Halimah seolah terlihat bersahabat dengan dirinya yang hampir menjadi madu wanita cantik itu.

"Sebenarnya saya masih merasa tidak enak atas kejadian malam itu. Saya merasa malu," ujar Janita yang memang merasa malu atas sikap tidak dewasa sang putri.

Halimah tersenyum. "Sudahlah. Tidak perlu dibahas lagi yang sudah terjadi. Yang pentingkan rencana kita untuk berbesan tetap bisa dilanjutkan."
Janita tersenyum, sementara Jahra mengerutkan kening bingung.

"Maksudnya apa, Ma?"

Janita enggan menjawab pertanyaan sang anak. Apalagi saat melihat Hanif berjalan menghampiri mereka.

Hanif mengenakan setelan tuxedo bewarna putih, membuatnya terlihat begitu mempesona.

Kehadiran Hanif juga tidak luput dari pandangan Jahra. Jahra langsung terpukau dengan penampilan Hanif. Otak Jahra langsung bereaksi dengan mengenali Hanif sebagai pangeran penyelamatnya.

"Pangeranku," guman Jahra tanpa sadar, gumanan itu begitu kecil, tapi masih bisa didengar oleh Janita.

"Bukan. Dia bukan lagi pangeranmu, dia sudah menjadi pangerannya Lusi," ujar sang Mama dengan suara pelan.

"Maksud Mama?" Tanya Jahra yang masih enggan mengalihkan tatapan matanya dari Hanif.

"Dia calon suami Lusi," ujar Janita menjelaskan, berusaha menyadarkan sang anak.
Pernyataan Janita sukses membuat Jahra mengalihkan tatapannya dari Hanif ke arah sang Mama.

"Dia calon suami Lusi?" Tanya Jahra tidak percaya. "Bukannya si tua bangka itu yang calon suami Lusi?"

"Kamu pikir Mama sudah gila apa? Sehingga menjodohkan kamu dengan pria yang dari segi usia lebih pantas jadi ayah kamu," ujar Janita jengkel.

"Jadi?" Tanya Jahra mulai merasa terpukul dengan fakta baru yang ditemuinya.

"Tentu saja Mama menjodohkan kamu dengan putranya, dan pria tampan itu putranya," jelas Janita membuat Jahra membulatkan mata lebar.

"Apa?! Jadi pria yang mau dijodohkan denganku itu, pria tampan itu?" Tanya Jahra tidak percaya. "Kenapa Mama tidak memberitau dari awal!"

Janita menatap putrinya jengkel. "Kalau Mama merekam pembicaraan kita malam itu, pasti Mama sudah memperdengarkan suara rekaman yang menyatakan kalau pria yang akan dijodohkan dengan kamu itu kaya dan tampan. Tapi apa jawabanmu, Nak?" Tanya Janita benar-benar merasa jengkel.

Jahra merasa ingin menangis karena sadar sudah melakukan sebuah kesalahan. "Setidaknya Mama bilang nama pria yang akan dijodohkan denganku. Mama hanya mengatakan kalau dia itu direktur TOP Travel, dan aku mencari di internet kalau direktur sekaligus pemilik TOP Travel adalah si tua bangka itu. Jadi aku berpikir Mama menjodohkan aku dengan si pria tua bangka itu."

"Itulah kenapa Mama makin menyesal sudah menyekolahkan kamu jauh-jauh keluar negeri. Mama pikir kamu akan bertambah pintar, rupanya malah bertambah bodoh," ujar Janita membuat Jahra benar-benar merasa jatuh di selokan.

Hanif menghentikan langkahnya di samping kedua orangtuanya. Tatapannya langsung terarah pada Jahra, lebih tepatnya gaun yang dikenakan Jahra. "Kenapa kamu bisa memakai gaun itu?"

Tbc

Dua Dunia (YMMP9)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang