Derai Hujan

3.7K 131 10
                                    

Tinggalkan komentar, kritik, serta saran kalian selama membaca Teruntukmu, Imamku di chap terakhir ini^^

Karena pembaca yang baik tentu akan memberikan suatu kesan untuk semangat Author^^

Jazakumullah khair, Syuqron Katsiiron^^


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sang hujan sedang gelisah
Ia berderai akan air mata
Dengan puisi yang berlari menuju hujan paling deras
Dan tabah ketika malam hari, hadirnya tanpa disertai pelangi

🥀🥀🥀

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~Rabu, 16.10 WIB~

Derap langkah kaki di atas permukaan serta genangan air tak menyurutkan sebuah rasa kesal. Tangannya menutupi kepala dengan tas coklat agar rintik bening itu tidak mengenai kepalanya. Setidaknya, sampai ia berdiri di bawah atap halte kampus.

"Coba gue nebeng Haf atau Zyan ..." gumam lelaki bermata cokelat itu.

Lelaki itu menghela napas pelan. Motornya sedang diperbaiki di bengkel, sedangkan ia belum ingin mengendarai sebuah mobil karena orang tuanya masih memerlukan kendaraan itu. Setidaknya, ia akan memiliki dengan hasil usaha sendiri agar bisa mengendarainya.

Lelaki itu menoleh, mendapati seorang perempuan dengan gamis biru dongker yang sedikit basah, sedang duduk sambil membaca buku. Wajahnya tak terlihat karena masker hitam yang menutupinya. Hanya saja mata serta alisnya membuat lelaki itu tau bahwa mungkin perempuan itu satu keturunan dengannya, Arab.

Ah, handphone-nya ...

"Maaf, handphone-nya jatuh," ucap lelaki itu sambil menunjuk sebuah handphone hitam di bawah, dekat kaki Si Pemilik.

Perempuan itu mendongak, menatap lelaki itu sebelum menunduk dan mengambil handphone-nya.

"Ya Allah, handphone-ku ..." gumam perempuan itu sambil mengelap layar handphone yang kotor.

Lelaki itu kembali membuang napas, lalu bersandar pada tiang halte. Menatap langit yang tak kunjung memberi seberkas cahaya dari langit yang terus bergemuruh. Derai hujan pun tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, malah kini semakin mengganas. Jika sudah sore seperti ini ditambah hujan deras, tentu kendaraan umum akan sulit dicari.

"Syuqron,"

Eh?

Lelaki itu menoleh, mendapati perempuan yang tingginya hanya sebatas bahu lelaki itu, berdiri dari duduknya. Memeluk tangannya sendiri dan lelaki itu tau di balik masker hitamnya, perempuan itu tersenyum.

"Syuqron katsiron ... Eum?" alis mata perempuan itu terangkat.

"Alfa," jawab lelaki itu.

"Ah ... Farisi," gumam perempuan itu.

Lelaki bernama Alfa itu, mengeryitkan dahi, "Kamu tau?"

Teruntukmu, Imamku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang