"Perbuatan-perbuatan salah adalah biasa bagi manusia, tetapi perbuatan pura-pura itulah sebenarnya yang menimbulkan permusuhan dan pengkhianatan"
🥀🥀🥀
3~10~2017
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"AKH!"
Aku memegangi sudut kepalaku, darah segar mengalir sedikit akibat luka terantuk ujung ranjang. Ugh, itu menyakitkan, namun ketakutan lebih menguasai diriku dibanding kesakitan tersebut.
"Teriaklah sepuasmu, Nau, tidak ada yang bisa menyelamatkanmu di sini. Semua CCTV sepanjang koridor ini hanya pajangan, jadi penjaga pun tidak tau apa yang kita lakukan," senyum Amar mengembang.
"Jangan melanggar aturan agama! Allah melihat kita, Amar!" seruku sambil membiarkan bantal menjadi temeng diri ini.
Amar menarik tanganku, sungguh kencang sehingga diri ini terduduk hampir menabrak dirinya. Mata yang pecah karena tangis ini tak dapat membendung ketakutan akan mata tajam dan senyum smirk di depanku ini. Bahkan pasminaku sudah tak terbentuk rapi lagi, rambutku bahkan terlihat keluar dari hijab. Ya Allah, sungguh berdosa diri ini sampai seseorang yang bukan mahromku melihat rambutku barang sehelai pun.
"Amar, aku mohon ... hiks ... lepaskan aku ..." tangisku meronta akan genggaman erat tangannya itu.
Amar menggeleng pelan, meniup mataku dengan hembusan angin dari mulutnya, "Aku terlalu mencintaimu, Nau. Ini bukti cintaku padamu,"
Aku menggigit bibir bawah. Ya Rabb, siapa yang akan menolong keadaanku yang seperti ini?
Brak!
Aku tertegun, Amar menghentikan aktifitasnya. Pintu bersuara begitu keras seakan-akan ada pendobrak di baliknya. Ya! Kuharap seseorang di balik pintu itu adalah malaikat penolongku!
"Tolong aku!" teriakku sebelum tangan Amar membekap mulutku, aku hanya bisa meronta dari bekapan tangannya itu.
"Siapa di sana?!" tanya Amar kasar, namun tiada sahutan menjawab.
Amar membalikkan badannya lagi, menghadapku yang seperti kehabisan napas akan dekapan tangannya.
"Kucing jatuh," ujar Amar dengan senyuman sinisnya.
Brak!
Lagi-lagi suara itu mengalihkan perhatian kami ke pintu yang terasa seperti didobrak, namun hanya dengak sekali dobrak. Aku sangat bersyukur ketika Amar turun dari ranjang, menjauh dari diri ini dan memiliki kesempatan bagus untuk kabur.
Tapi, bagaimana? Kunci pintu ada di saku celananya.
"Siapa di luar?!" teriak Amar ketika dirinya mendekat pada pintu.
Cowok itu merogoh saku celana, mengeluarkan kunci dengan gantungan Burj Khalifah bewarna merah. Ah, dia ingin membuka pintu. Itu kesempatan besar untuk diri ini melangkah kabur dari kandang harimau.
Amar membuka pintu, melirik pada kiri dan kanan koridor. Sepi. Tidak ada satu pun orang dan ia yakin jika kamar apartemennya hanya dihuni oleh dua orang saja di lantai itu. Dirinya dan entahlah siapa satunya.
Tap!
"Ugh!"
"Jangan bermain padaku, Nau," smirk Amar ketika pukulanku menggunakan sapu malah ditangkap mudah olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntukmu, Imamku [SELESAI]
Romance~°°~ "Kalian tau? Tiba-tiba dia melamarku!" Astaga, mimpi apa Naurra semalam? Seorang Alfazhar Farisi, Si Cogan Arab primadona kampus, Si Komisaris perusahaan Kakap Dirgantara Djaya, Si Cowok Populer yang selalu tak ingin kalah debat, tiba-tiba data...