Chap~42

4K 223 40
                                    


"Tidak akan berburuk sangka terhadapmu, ia yang mengenalmu dengan hatinya.

Bukan sekadar mengenalmu dengan mata dan telinganya,"

~Aliyyah Syahab~


20~4~2019

🥀🥀🥀

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"A-Amar?"

Cowok itu tersenyum. Aku memundurkan langkah. Sungguh, hati yang tadinya berdebar senang kini berdebar takut. Bagaimana bisa orang seperti Amar masuk ke Dirgantara? Kuyakin Alfa sudah memperketat keamanan Dirgantara. Apalagi, Amar sekarang dicari polisi dan menjadi buronan. Lalu, bagaimana ia bisa sampai ke rotroof Dirgantara?

"Aku juga mencintaimu, Naurra sayang," ucap Amar sambil berjalan mendekat.

Ah, itu hal yang paling menjijikkan yang pernah aku dengar. Sekarang, telingaku terasa terbakar mendengarnya.

"Ba-bagaimana kamu sampai ke atas sini?" tanyaku berusaha berani.

"Oh, itu. Aku menyamar sebagai staff Dirgantara sebelum masuk ke sini," jawabnya.

Menyamar? "Gak mungkin. Seragam staff tidak dijual sembarangan di luar sana,"

"Memang," sahut Amar, "Aku mengambil seragam ini dari salah satu staff sebelum ia sampai ke sini. Entahlah, di mana dia sekarang. Mungkin sedang dioperasi di rumah sakit,"

A-apa?

Penjelasannya itu membuat jantungku semakin berdegup kencang. Apa yang ia lakukan pada salah satu staff Dirgantara? Berani sekali dia mencelakainya. Jika Alfa mendengar ada keluarga Dirgantara yang dicelakai seperti itu, tentu ia tidak akan tinggal diam.

"Ya, setidaknya kita ditakdirkan berdua lagi seperti ini," ucap Amar penuh senyum.

"Tidak," sahutku, "Aku tidak ingin takdir seperti itu,"

"Bukankah kita tidak bisa melawan takdir, Naurra sayang?" tanya Amar semakin mendekat.

"Berhenti memanggilku seperti itu," ujarku.

"Kenapa? Kamu akan menjadi milikku lagi, kan?" tanya Amar sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Aku milik Alfazhar Farisi!" seruku, "Dan aku tidak sudi menjadi milik orang hina sepertimu!"

Amar menurunkan senyumnya, "Benarkah ..."

Sret!

Eh?!

Dalam hitungan detik, tarikan Amar tidak bisa membuatku melepaskan diri. Ia memelukku erat dari belakang. Tidak! Aku hanya bisa meronta, namun tidak bisa menjauhkan tangan kekarnya yang melingkari seonggok tubuh mungil ini. Kalau sudah begini siapa yang akan membantu? Rotroof itu sepi, tidak ada orang lain selain kami berdua. Dan, sungguh. Kenapa Amar tidak pernah menyerah untuk berbuat kejahatan?

"Lepasin! Amaaar!" seruku sambil meronta, namun tentu saja tenaganya kalah kuat dengan Amar.

"Kalo aku tidak mau?" tanya Amar sambil tersenyum.

Brak!

"Amar!" teriak seseorang

Aku melirik pada pintu masuk rotroof. Ah, yang teriak barusan adalah Alfa! Ia datang dengan tergopoh-gopoh. Keringat membasahi wajahnya dan Zyan yang baru datang menyusul. Wajah Alfa menampakkan kekhawatirkan yang tentu saja tertuju pada istrinya ini. Tapi, apa mereka menaiki tangga darurat? Astaga, tangga itu pasti sangat melelahkan bagi mereka yang sekarang sibuk mengatur napas yang tersenggal.

Teruntukmu, Imamku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang