Chap~23

4.3K 224 0
                                    

Selama daun pagi itu masih mengembun
Aku mengemban timbunan rindu
Di paru-paru dan seluruh pori-pori kulit
Kurakit doa-doa selamatmu dari sakit
Dan sebab rindu-rindu ini sulit kuredam
Padamu, doaku tak pernah padam

🥀🥀🥀

3~11~2017
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"HUFT ..."

Aku meletakkan sebakul nasi di karpet merah. Kepulan asap menandakan jika nasi itu masih panas.

Ingatanku terhadap kejadian tadi tak pernah luput dari kepala. Bolehkah aku menyebut jika perbuatan Amar sudah memasuki tahap kriminal? Ia sudah hampir berbuat yang tidak senonoh terhadapku, dan ia juga melukai Alfa. Hari ini pun ia melukai Hafiz.

Kejam

Aku menggigit bibir bawah. Kuyakin jika lambung Hafiz bermasalah akibat pukulan Amar. Beberapa kali mataku menangkap cowok itu melakukan drama di depan orang untuk meyakinkan jika dirinya baik-baik saja. Padahal pasti hantaman Amar itu sangat menyakitkan. Terbukti jika Hafiz kini lebih banyak mengerjakan pekerjaan yang santai dan jika bisa sambil duduk. Namun sepertinya ia sudah tidak memerlukan inhaler lagi untuk saat ini.

"Naurra?"

Ah, ayolah ... Aku tidak ingin mengingat kejadian buruk, apalagi mengingat suaranya yang memanggil namaku itu. Kalian tau? Saat itu sungguh merinding bulu kuduk ini seakan-akan ada mahluk halus yang siap mengagetkan jika aku menoleh. Namun ternyata ia lebih seram dari sekadar mahluk halus! Ah, tidak, semoga tidurku nyenyak malam ini. Aku tidak ingin dihantui dengan mimpi buruk apa pun.

Hah ... Jika mata Hafiz tidak terkesiap melihat sebuah warung di jalanan sempit, mungkin kami kembali tanpa membawa lada dan garam. Bahan-bahan untuk membuat red velvet cake juga tidak jadi kubeli. Sepertinya sore nanti aku harus minta Alfa menemaniku untuk belanja. Sejak mimpi buruk ini mulai berdatangan, aku berusaha untuk keluar ditemani dengan seseorang terutama Alfa. Jikalau harus sendirian, sepertinya hanya pada tempat yang dekat saja.

Pluk!

Kulirik pada tangan yang menepuk kedua pipiku, lalu pada pupil mata cokelat di depanku itu. Alis tebalnya terangkat, menandakan tanda tanya akan apa yang aku kerjakan saat ini. Wajah tanpa senyumnya pun terlihat sangat tampan, apalagi dengan senyum mengembang. Hidung mancung dan alis tebalnya juga menambahkan bumbu menawan di Ciptaan Ilahi itu. Ah, pemandangan itu berhasil membuat pikiran takutku hilang sejenak.

Eh?

"Di-dingin!" kusingkirkan kedua telapak tangan cowok itu dari pipiku.

Cowok itu tertawa, "Kamu, sih ... Aku panggilin dari tadi malah bengong."

"Eh? Masa? Nau gak denger Al manggil," kalian juga tidak mendengar, kan? Atau hanya aku saja yang terlalu fokus pada lamunanku.

"Sudah tiga kali malah," sahut Alfa, lalu ikut duduk di sebelahku. "Lamunin apa, sih?"

"Enggak, kok. Oh, iya, tadi Al ke mana?"

"Tadi beli orange juice buat kalian. Zayra yang minta, katanya kalian pada haus," ujar Alfa. "Kamu sendiri tadi ke mana?"

Ah, dia tau jika aku pergi, "Beli lada dan garam,"

"Ah, ya? Bahan bulanan sudah habis, ya?" tanyanya sambil membuka bungkus es krim. Hei?

Aku mengeryitkan dahi, dia mau makan sendiri es krim cone yang menggiurkan itu? "Enggak, cuma menipis doang,"

Ugh! Alfa sama sekali tidak melirikkan es krimnya padaku. Bibir tipisnya baru saja menyentuh puncak es krim vanila kesukaanku. Ah, apa dia hanya membeli satu saja? Tidak ingat padaku yang sangat menyukai vanila ice cream itu atau dia tidak tau?

Teruntukmu, Imamku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang