Chap~18

3.9K 228 5
                                    


"Bukannya hati ini tak sakit dan bukannya hati ini tak hancur, bukan pula hati ini tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi"

22~7~2017
🥀🥀🥀
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

21.20 WIB

  SEBUAH mobil terparkir pelan di halaman rumah, berusaha untuk tidak membangunkan orang lain yang mungkin sudah terlelap tidur. Pria yang mengendari mobil itu menghela napas, menjatuhkan kepala pada lipatan tangan di kemudi mobil.

  Tumpukan tugas kantor tiba-tiba menyerbu hingga dirinya pulang larut malam. Mengabari orang rumah pun tak bisa karena dirinya tak sempat memegang handphone. Setelah pertemuannya dengan Hafiz, Ridwan menelpon dan mengatakan akan ada meeting dadakan dengan CEO PT. Angree dari Australia. Setelahnya pun hanya bisa duduk berjam-jam untuk menyelesaikan tugas.

   Dan, ketika semua tugas itu selesai, Alfa mendapatkan kabar dari Haikal jika Allah lebih menyayangi Rena lebih dekat di sisi-Nya.

  "Allahummaghfirlahaa warhamhaa wa’aafihaa wa’fu ‘anhaa," lirih Alfa.

  Hari ini dia sangat lelah. Sepertinya segelas teh buatan Naurra bisa menenangkan pikirannya. Yeah, mungkin mereka berdua masih saling diam karena kejadian itu. Namun Alfa tak tau kenapa dirinya harus kesal hanya gara-gara sebuah panggilan tak penting?

Alfa menghela napas. Besok dia akan men-cancel semua tugas atau meeting penting lainnya. Besok hanya akan ada satu pagi untuknya, yaitu melihat Rena untuk terakhir kalinya dan mengantar Rena pada rumah indah yang ditunggu tiap manusia.

   "Assalamu'alaikum ..." lagi-lagi Alfa menarik napas lelah. Tiga kali salam dan memencet bel rumah malah tiada yang menjawab. Biasanya sekali saja memencet bel maka detik berikutnya pintu akan terbuka lebar. Si Penyambut akan menebarkan senyum yang akan membuat beban di pundak runtuh seketika.

  Ke mana Naurra?

   Krieeek!

   Akhirnya pintu terbuka. Alfa menghela napas, "Kenapa lama ... Zayra?"

  Alfa mengeryit. Gadis di depannya itu terlihat sama sekali berwajah tak bersahabat. Tiada senyum atau menjawab salamnya. Dan apa yang dilakukan Zayra larut malam di rumahnya?

  "Zay, sejak kapan lo di sini? Naurra mana?" tanya Alfa.

   "Gak usah nanya Nau. Kenapa gak nanya Hanum?"

   Pertanyaan yang tiba-tiba itu berhasil membuat alis Alfa menyatu. Hanum?

  "Ke-kenapa, sih? Lo sama siapa ke sini? Anak cewek kagak baik keluar malem-malem sendirian," kilah Alfa sambil melangkah masuk ke rumah. Sepertinya ada yang janggal di hatinya.

  Zayra menghela napas, "Al, Nau di rumah Bunda Ina,"

   Alfa berhenti berjalan. Dia membalikkan badan sambil mengeryitkan dahi. Di rumah ibu mertua? Kenapa tiada panggilan atau pesan masuk untuk memberi tahunya? Bukan Naurra sekali pergi tanpa izin, apalagi sampai menginap. Ke warung sebelah saja perempuan itu meminta izin.

   "Ke rumah Bunda Ina? Sama-"

   "Umi Sarah yang nganter. Dia enggak mau menantu kesayangannya memberi kabar tidak baik pada bundanya," ujar Zayra, membuat Alfa semakin tidak mengerti.

   "Kabar tidak baik bagaimana?" tanya Alfa semakin tidak mengerti.

  Zayra menggenggam tangan. Terlihat sekali di mata Alfa jika gadis di depannya menahan kekesalan. Sekarang tunggu dulu, kenapa Zayra seperti kesal padanya?

Teruntukmu, Imamku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang