Chap~1

8.3K 320 3
                                    

"Aku tidak merencanakan untuk jatuh cinta padamu. Semua terjadi begitu saja."

15~3~2016

🥀🥀🥀

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~~~~~Flashback~~~~~

NAURRA menguap, malas mendengarkan penjelasan dosen sastra itu. Gadis itu sebenarnya menyukai pelajaran sastra, namun Pak Fajri, dosen biasa yang mengajar dengan penuh semangat 45 itu kini digantikan oleh Pak Ridwan yang mendatangkan kantuk para mahasiswa di kelas itu.

"Akhirnya selesai juga!" seru gadis berjilbab dengan hidung mancung di sebelah Naurra.

Naurra menoleh, terkekeh pelan ketika melihat sohibnya itu termasuk satu spesies dari orang-orang kantuk dalam pelajaran Pak Ridwan.

"Oh iya, lo liat Irra gak, Zay? Gue dari tadi nyariin dia mau ambil headshet," ujar Naurra sambil melihat isi tasnya lagi, siapa tau ada uang lebih yang terselip di antara buku-buku itu. Eh?

"Ah, semua orang juga tau tempat keramat Irra itu di kantin belakang," sahut Zayra lalu berdiri sambil menggebrak meja pelan, "Jos! Kita ke sana,"

Naurra tersenyum. Pertama kali melihat Zayra, Naurra menyangka bahwa Zayra adalah gadis pendiam, sopan, pemalu, bertabiat bagaikan wajahnya yang terlihat jelas keturunan Arab. Tapi semua itu hanya awal bertemu saja. Zayra itu malu-maluin, berisik, kalau bicara secepat kereta listrik. Tapi dialah sahabat yang tau seluk beluk rahasia dan penopang bahu yang andal di saat Naurra sedih.

Bruk!

"Duh, maaf!" ucap Zayra ketika dirinya tak sengaja menabrak seseorang.

"Gapapa," jawab orang itu pelan.

Zayra tertergun. Orang itu terdiam. Mereka berdua asik dalam dunia keheningan. Detik kemudian, kedua orang itu menolehkan kepala kaku.
Naurra tersenyum. Ah, dua temannya itu jelas terlihat saling suka namun ego mempertahankan mereka untuk tak berucap kata. Hm, atau hanya Zayra saja yang menaruh hati padanya tanpa sepengetahuan Si Penerima Hati itu? Hah, cowok itu terlalu pintar untuk memecahkan sebuah hal yang rumit dan sangat peka terhadap sesuatu, tapi jika sudah masalah wanita tentu 180° ketidakpekaannya akan menonjolkan wajah kebodohan untuknya.

"Umh, liat Zyan?" tanya orang itu sambil menggaruk leher belakang yang tak gatal.

"Enggak," sahut Zayra. Cewek itu sekarang lebih kalem jika di depan Hafiz, Si Manis yang membuat perempuan mana saja bila di dekatnya merasa dirinya kalah sebagai seorang perempuan.

"Hoi, Bro! Gue cariin lo ternyata di sini," senyum Zyan mengembang sambil menepuk pundak Hafiz, otomatis Hafiz kaget dan melancarkan pukulan pelan ke bahu Zyan.

"Lha, tumben banget kalian ngumpul tanpa Alfa?" tanya Zayra sambil mengeryitkan dahi. Naurra mengerlingkan matanya, malas mendengar nama musuh debatnya itu.

"Kami mau cari dia, kok. Tau sendiri, paling Alfa lagi di taman belakang, belajar buat kuis nanti," ucap Zyan. Cowok berambut cokelat ikal itu mengambil handphone dari saku baju, lalu menelpon orang yang dicari.

"Ya udah kita duluan, ya. Tiba-tiba panas di sini," sindir Naurra halus ketika melihat sosok bayangan Alfa yang mengangkat sambungan Zyan di ujung koridor kampus.

"Kami duluan Kak Zyan, Haf ... Assalmu'alaikum," ucap Zayra.

"Wa'alaikum salam ..."

Hening seketika. Zyan menghela napas kasar ketika sambungannya langsung dimatikan oleh Alfa. Masalahnya makalah yang dibuat ia titipkan pada Alfa saat dirinya menemui panggilan alam.

Teruntukmu, Imamku [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang