Chapter 10

109 9 0
                                    

I wanna be with you my everything.

Seperti hari-hari biasanya, Gwen mondar mandir di UGD dengan snelli dan stetoskop yang di kalungkan di leher. UGD tidak pernah sepi dari tadi pagi setelah dia mengoprasi pasien dia terus berjalan mondar mandir. Visit ke ICU untuk melihat pasiennya yang baru selesai operasi dan masih dalam masa observasi. Mengecek obat apa yang harus di berikan, juga mengurus izin pulang pasien yang sudah pulih total.

UGD yang memang seharusnya lapang sibuk seperti pada hari-hari kebanyakan. Dengan kasus kecil atau kasus besar. Tirai-tirai biru menjuntai menyapa siapa saja yang bertandang ke dalamnya. Nurse station di kelilingi dokter yang sedang membaca laporan atau melihat computer dan laptop untuk melihat hasil MRI, USG atau hal – hal yang lainnya.

Lampu – lampu panjang terang menyala tanpa menimbulkan suara. Pintu ambulan sesekali terbuka. Kaca yang menampilkan taman rumah sakit yang asri di lupakan. Para perawat mondar – mandir lebih sering dari pada dokter. Guratan Lelah sudah muncul di wajah para perawat padahal hari masih muda.

Gwen baru selesai menjahit pasien yang terluka di bagian kakinya. Hanya tinggal memberi resep antibiotic dan perawat akan menyuntikannya sebentar lagi. Pasien itu masih muda, sekitar 23 tahun. Lelaki dengan baju merah khas olahraga itu tersenyum sumringah saat Gwen selesai. Gwen juga sudah mewanti-wanti untuk tidak dulu bersepeda selama lukanya belum pulih benar dan dia harus kembali untuk memeriksakan luka dan untuk melepas jahitan yang lumayan panjang di kaki kanannya.

Gwen baru melepas Handsun dari tangannya setelah menyibakkan tirai biru saat teriakan itu bergema di telinganya.

"Pasien terkena tembakan di badannya, tidak sadar kan diri. BP 100 per 60." Teriak petugas ambulan sambil mendorong blankar pasien.

Di lantai darah berceceran, pendarahan hebat. Menimbulkan bau darah yang kental di UGD yang memang sudah ramai. Gwen berlari menghampiri. Para petugas medis menekan dada pasien untuk menghambat pendarahan. Mereka memindahkan pasien ke ranjang dengan cepat dan hati – hati. Darah masih mengucur deras. EKG baru terpasang saat pasien tidak memberikan respon. Detak jantungnya melemah hampir tidak ada. Gwen naik ke atas ranjang untuk melakukan CPR di tekannya dada pasien dengan ritme yang seharusnya.

"Intubation. Hurry." Gwen berteriak pada dokter residen yang membantunya.

Dokter muda itu langsung berdiri di belakang kepala pasien. Membawa alat intubasi, saat alat bantu pompa di lepas dokter muda itu segera melakukan tugasnya. Agak lama dari yang biasa Gwen lakukan tapi masih dalam batas wajar. Selang sudah terhubung pada unit oksigen. Setelah 10 menit CPR di lakukan detak jantung pasien kembali.

"Tolong, alat USG."

Gwen melakukan USG dengan cepat. Peluru berada di rongga dada. Pendarahan di arteri dekat dengan organ dan paru – paru yang tergores dan luka. Gwen harus mengeluarkan pelurunya dengan cepat dan menutup pendarahan di sekitarnya.

Gwen bernafas lega setelah selesai menjait nadi terakhir yang luka. Sisanya akan di lakukan oleh dokter yang membantunya dalam operasi kali ini. Pasien sudah di pindahkan dari ruang observasi menuju ICU untuk observasi lanjutan. Gwen tengah memeriksa kondisi pasien saat tiba – tiba orang dengan pakaian serba hitam masuk ke dalam ICU tanpa aba – aba.

Tangannya mengenggam pisau berukiran siap mengayun untuk menguhunuskannya dalam – dalam.

Gwen dengan cepat menutupi pasien, karena keselamatan pasien adalah hal yang harus dokter lakukan. Setidaknya itu yang dia bisa fikirkan di saat yang genting. Tapi Gwen lupa satu hal. Lelaki berbaju hitam itu tak punya hati. Dia menhunuskan pisaunya pada Gwen di dekat tulang selangkanya.

Seperti film action yang selalu Gwen tonton, para security baru muncul berbondong – bondong saat Gwen merasa darah sudah keluar dari sistem tubuhnya. Beberapa perawat menjerit shock. Michael menopang Gwen yang saat itu berada di ruangan yang sama dengannya. Membawa Gwen yang hampir tak sadarkan diri dengan berlari menuju blankar terdekat.

Hal yang terakhir di ingat Gwen adalah suara bergemuruh menyuruhnya untuk tetap di sana sebelum kegelapan itu menjemputnya.

Roman berlari menuju nurse station di UGD. Jas navy nya sudah di tangggalkan, kemejanya yang asalnya rapi kusut di beberapa bagian, dasinya longgar menginggalkan kerutan di kerah baju. Rambutnya yang awalnya masih tertata dengan sempurna kini acak-acakan tapi tidak menghilangkan ketampanannya. Rautnya khawatir sekaligus frustasi.

"Gwen..." nafas Roman masih tersenggal.

"Dokter Gwendolyn Wheleers. Dimana dia?" Roman berbicara lagi untuk memperjelas maksudnya.

Salah satu perawat di sana segera berjalan untuk menuntun Roman menuju Gwen berada.

Diam – diam perawat itu terkagum – kagum pada Roman, bukan karena tampilannya yang sangat hot tapi kekaguman akan begitu khawatirnya Roman pada salah satu dokter paling cantik di rumah sakit ini tapi terkenal sulit di dekati. Mungkin yang bisa menaklukan Gwen hanya Roman. Dan lelaki yang saat ini sedang membuntutinya itu lelaki yang paling pas untuk bersanding dengan Gwen. Lelaki itu tampak begitu mencintai Gwen dengan tulus, raut khawatirnya masih bersarang dan akan tetap di sana sebelum dia bertemu Gwen dan memastikannya baik-baik saja.

Roman memasuki ruangan berdinding fuchsia, ruangan itu berkesan hangat. Lampu ruangan itu mati satu – satunya sumber cahaya berasal dari jendela kamar yang terbuat dari kaca. Lelaki itu kalut, ketakutan menguasainya. Saat tubuh wanita yang dicintainya itu terbaring dengan jarum Infus yang menancap di tangan kirinya, terlihat begitu lemah. Roman segera berjalan tergesa menghampirinya. Ia merengkuh tangan kanan wanitanya erat. Kasa membalut dada dan sebagian bahu kirinya.

Roman ingat baru tadi malam dia mengecupi bagian tubuh Gwen itu. Masih mulus tanpa bekas apapun. Kini terbalut kain kasa membosankan tapi begitu menyakitkan.

"Dr. Gwen sudah baik – baik saja sir. Kami memberikan obat bius karena harus menjait lukanya yang agak dalam, untungnya tusukannya tidak mengenai organ penting nya. Kita hanya harus menunggunya bangun. Dan semuanya akan baik – baik saja." Perawat yang mengantar Roman berkata pelan.

Roman tak menyahuti apapun, dia hanya mengenggam tangan Gwen dan mengecupnya sesekali. Bisa perawat itu sampaikan Roman begitu mencintai wanita itu dengan tulus. Dia mengusap wajah cantik wanita nya hati – hati. Wajah Gwen nampak pucat. Tangan Gwen yang terkulai itu dia tempelkan di pipinya, berharap menjadi kekuatan untuk dirinya sendiri.

"Kami menghubungi ibu Dr. Gwen. Beliau akan datang hari ini."

"Pelakunya?" tanya Roman yang akhirnya buka suara.

"Sudah di tangkap polisi sir. Dia seorang buronan yang disinyalir sebagai pembunuh bayaran."

Roman tersentak kaget.

"Bukan Dr. Gwen incarannya, tapi pasien Dr. Gwen yang mendapat luka tembak. Dia mungkin belum puas jika belum membunuh target nya dan Dr. Gwen yang berusaha melindungi pasien yang menjadi korbannya. Pihak rumah sakit juga menuntut pelaku menambah daftar panjang tuntutan yang memang sudah masuk ke pengadilan."

Roman kini menatap perawat itu lekat, tangannya masih mengenggam erat tangan Gwen.

"Aku pengacara di Adam & partners family. Bisa kau sampaikan pada direktur rumah sakit. Aku akan dengan senang hati membantu di persidangan. Orang yang menyelakai gadisku tidak akan ku beri ampun."

Keterkejutan nampak kentara di wajah perawat itu , ternyata kekasih Dr.Gwen bukan orang sembarangan. Nampaknya juga lelaki itu sanggup melaukan apaun untuk kekasih yang sangat di cintainya.

"ini kartu namaku, anda bisa memberikannya pada direktur rumah sakit. Menambah satu pengacara akan menguntungkan." Saut Roman sambil memberikan kartu namanya pada perawat itu.

"Anda bisa menyerahkannya kepada saya sir, saya akan segera memberikannya pada Direktur Rumah sakit."

Perawat itu pun berlalu setelah memberikan senyum dan janji untuk memberikan kartu namanya pada direktur. Kemarahan berkobar dalam diri Roman, dia tidak akan membiarkan satu – satunya wanita yang dia cintai setelah ibunya ini terluka tapi pelakunya tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Roman sendiri yang akan memastikan hal itu.

***

Hai haiii ~~~~ 

happy reading ya Guys , pengen tau tanggepan kalian dong tentang 

Roman 

Gwen 

gimana kira -kira menurut para Reader 

Jangan sungkan buat share ya 

Salsa  ❤✌

Somewhere in the MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang