My only fear is losing you. Please stand by me.
Ketuk palu 3 kali menandakan bahwa persidangan sudah berakhir. Mr.Montgomerry menjabat tangan Roman erat. Mengucapkan terima kasih. Walau begitu PR Roman masih tersisa banyak. Baru satu kasus yang selesai, kasus – kasus yang lain baru mulai proses lebih lanjut. Kasus kecelakaan yang menimpa Chris Montgomerry juga setelah di selidiki bukan murni sebuah kecelakaan, tapi ada sabotase di sepeda motornya. Hal itu menambah daftar Panjang yang harus Roman selidiki. Kemungkinan paling besar pelaku sabotase bike itu sama dengan pelaku yang menyabotase mobil Mr. Montgomerry beberapa waktu yang lalu, lagi Roman juga menduga semua itu dari orang yang mengirimkan ancaman pada Mr. Montgomerry. Jika begitu tentu saja semua itu berkaitan.
Ruang pengadilan mulai sepi. Roman dan Mr. Montgomerry masih di sana. Menunggu antrean Panjang audience untuk keluar terlebih dahulu.
"Satu kasus selesai. Seperti biasa kau selalu bisa ku andal kan Roman. Terima kasih."
"Itu pekerjaanku, Sir."
"Sir. Menurutku ini masih dalam satu kasus besar. Terungkapnya kasus ini artinya kita selangkah lebih dekat dengan kasus yang lain. Saya masih berfikir jika ini ulah satu orang." Roman berbisik.
"Perasaan tak nyaman itu masih aku rasakan Roman. Aku akan terus mencari orang yang ingin menjatuhkanku sebegitu dalamnya ini."
"Itu juga keinginanku Sir." Ujar Roman.
Mereka pun berjalan beriringan keluar dari ruang sidang. Mereka berjalan di dampingi beberapa bodyguard yang berjalan sedikit jauh. Mereka berjalan sambil membicarakan perihal hal – hal yang rancu belakangan ini. Memang beberapa waktu ini Mr. Montgomerry tidak menerima surat ancaman, atau bingkisan bingkisan dengan darah di dalamnya. Terkesan sangat tenang.
Mata Roman menangkap sinar merah yang rancu. Dia menajamkan pengelihatan. Tak salah lagi sinar itu seperti sinar laser yang langsung mengenai dada Mr. Montgomerry. Mata Roman terbelalak kemudian berdiri di depan client nya tersebut.
"Watch Out..." Roman berteriak.
Peluru itu melesat terlalu cepat hingga mengenai perut Roman. Entah sebuah keberuntungan atau kesialan. Peluru itu mengenai perutnya bukan dadanya yang akan langsung menembus jantung nya. Bodyguard Mr. Montgomerry berlari mendekati Roman yang mulai mengeluarkan darah dari perutnya. Satu bodyguard Mr. Montgomerry segera menelepon 911 untuk mengirimkan ambulance. Roman sendiri sudah tidak bisa berfikir lagi. Dia hanya menutup luka di perutnya, sementara sakit itu mulai menjalar ke seluruh tubuhnya membuat Roman ambruk. Mr. Montgomerry di belakangnya berteriak yang tak bisa Roman dengar dengan Jelas. Matanya masih terbuka tapi kakinya sudah tidak mampu menopang tubuhnya sendiri. Beberapa menit kemudian suara ambulance terdengar. Roman tidak ingat sepenuhnya. Tahu – tahu dia sudah berbaring di belangkar ambulance dengan orang – orang yang menutup lukanya dan menyuruhnya untuk membuka mata.
Seperti biasa setelah jadwal Visitnya Gwen berdiam diri di Nurse Station UGD. Rawat jalan sudah Gwen sambangi pagi – pagi tadi. Untung nya tidak ada yang harus di khawatirkan. UGD biasanya membutuhkan dokter bedah lebih sering dari pada Rawat jalan. Tentu saja kehadirannya di sambut baik oleh dokter – dokter UGD. Mau bagaimana pun UGD menjadi tempat paling sibuk di rumah sakit.
Telepon berdering. Sarah di balik meja Nurse station mengangkatnya. Kemudian terdiam.
"Dok, Pasien luka tembak di perutnya. Pria berusia 28 tahun." Gwen menyernyit. Agak heran Sarah menyebutkan umur saat – saat seperti ini. Tapi Gwen tidak memusingkannya.
"OK, Siapkan Warm Saline, Kasa, CT scan. Kemungkinan besar kita harus segera mengoprasinya, tolong hubungi OR untuk menyiapkan operasi. Dan hubungi dokter anestesi aku akan menunggu pasien dekat pintu masuk." Gwen segera memakai jubah biru dan memakai sarung tangan steril.
Beberapa dokter juga berjalan dengan Gwen setelah Sarah memberikan kode lewat matanya.
"Pasien tertembak, BP nya 90/60 , detak jantung nya 95 kali per menit."
Gwen tercekat, wajahnya memucat. Kemeja yang tadi pagi dia kancingkan untuk pria nya kini berlumur darah. Jas nya sudah di tanggalkan. Tangannya agak gemetar saat mata biru itu terpejam. Dokter di belakang Gwen sudah mendekat.
"Dok...." Panggil salah satu dokter residen.
Gwen baru tersadar.
"Hybrid Room. Stat."
Gwen segera memnggunting kemeja Roman sekaligus bebat yang Gwen yakin di pasang di mobil Ambulance tadi.
"Kasa." Teriak Gwen.
"Warm saline , segera infuskan. Ambil juga kantung darah B rhesus stat."
"Roman, Wake up." Gumam Gwen.
"Peluru nya tidak menembus dok, pelurunya masih dalam Pasien."
"Dok PEA. Denyut nadi turun."
Gwen segera naik ke atas Roman. Mulai memompa dada Roman.
"Come on baby.. please come on breath."
"Intubasi cepat..." Gwen berteriak tangannya masih memompa dada Roman dengan irama tetap.
"Check pulse."
"He's back." Ucap dokter yang memeriksa nadi nya.
"setelah CT scan aku tunggu di OR." Gwen menjauh setelah mengusap tangan Roman pelan.
Orang – orang yang ada di sana tertegun. Gwen Nampak begitu kuat. Tapi mereka juga merasakan Gwen bukan Gwen yang biasanya. Beberapa saat tangannya bergetar tapi dia mampu menguasainya lagi. Gwen dokter yang jenius tapi sulit di dekati itu nampaknya sudah jatuh cinta pada lelaki yang kini berbaring di blankar ruang Hybrid.
Beberapa orang yang dulu menyaksikan Roman yang kalang kabut masuk dan berdiam diri di samping Gwen juga melihatnya. Lelaki itu juga sama tergila – gilanya dengan dokter cantik itu. Dan kini Gwen memperlihatkan perasaan nya walau tak kentara.
Gwen duduk di depan ruang observasi. Dia menghela nafas. Baru biru seragam nya masih melekat di tubuhnya. Dia sepenuhnya tidak mengingat hal yang baru saja di lakukannya di dalam. Gwen hanya memastikan peluru sudah di keluarkan, menjahit organ yang terkena peluru, melakukan irigasi untuk memastikan tidak ada pendarahan kemudian dress up, atau menutup luka.
Tangannya kini bergetar. Wajahnya masih pucat. Air mata yang dari tadi coba dia tahan kini mulai turun membasahi pipi tirusnya. Dia menangkup wajahnya erat. Menyembunyikan wajahnya dari sekitar.
Sarah berdiri tak jauh dari tempat Gwen duduk. Sofa berwarna biru pastel itu seperti memeluk Gwen dengan erat, Tak bisa menyembunyikan kesedihan wanita itu. Sarah adalah salah satu saksi yang melihat Gwen dan Roman nampak sama – sama tergila -gila. Dia juga saksi dimana Roman selalu memegang erat tangan Gwen saat aksi penusukan itu terjadi.
"Minumlah Dok. Semuanya akan baik – baik saja. Tadi dokter juga mengecek segalanya saat di OR. Tidak ada yang perlu di khawatirkan." Sarah duduk di samping Gwen sambil menyodorkan Gelas berisi coklat panas.
Gwen tidak mengeluarkan suaranya hanya menerima coklat panas itu dan mengangguk tanda terima kasih pada Sarah, kemudian tidak ada yang bersuara. Hingga Roman di pindahkan ke ruang inap.
Gwen berdiam di pinggir Roman, mengenggam tangan Roman yang besar. Kemudian menempelkan tangan besar Roman ke pipinya. Hatinya masih kalut. Tapi tangan Roman bisa menguranginya. Menyadarkan Gwen Roman masih di sini. Masih di sampingnya.
" Bangun sayang... aku sendiri yang memastikan kamu tidak apa -apa. Buktikan sayang.. kamu memang tidak apa – apa." Gwen mengecup tangan Roman lama.
Gwen tetap di samping Roman hingga wanita itu tertidur. Roman masih di bawah pengaruh anestesi untuk operasinya. Hal yang kini bisa Gwen lakukan hanyalah menunggu, dan memastikan Roman baik – baik saja.
***
hiya Guys sooo sorry baru nonggol. 2 hari kemaren aku malah bikin mini Reasearch alhasil , baca - baca jurnal karena kekepoan aku suka mendarah danging dan tidak bisa di minimalisir. Maklum kalo kepo mening nggak tidur buat baca dari pada tidur sama si penasaran heheheh.... soo baru sekarang bisa update.... semoga nggak nunggu terlalu lama okay..
Anyway happy reading ... I'll See you on the next one ....
Salsa 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere in the Middle
RomanceMeet Gwen , doctor cantik nan jenius. Wanita modern yang Independent. Hidupnya hanya di Rumah Sakit dan Apartement nya. Bertemu dengan Roman bukan sesuatu yang selalu dia angan-angankan. Bertemu dengan Roman membawa Gwen ke satu Cerita yang tak pern...