Hujan turun deras di atas RSJ OK, dan sepasang sepatu merah turun dari mobilnya bersama sebuah payung. Petir menyambar dan kilat terlihat sampai ke dalam ruangan. Lobi rumah sakit gemerlapan dengan seram. Kangtae menengadah ke arah lampu.
“Kadang memang begini kalau hujan,” ucap Kepala Park, dengan misterius.
Kangtae mendengarkan.
“Sebenarnya pembangunan rumah sakit ini banyak ditentang, karena sebelumnya ini adalah lahan pemakaman. Mungkin hantu sini juga tidak menyukainya. Hati-hati kalau dapat sif malam.” Kepala Park memberi saran.
Tapi, Kangtae, dengan tenangnya, berkata, “Saya akan menghubungi bagian pengelolaan.” Lalu pergi untuk melakukan yang dikatakannya itu.
Kepala Park berdecak tentang betapa tidak tahu takutnya Moon Kangtae, sambil lalu ke arah yang berlawanan.
Kangtae menghubungi bagian pengelolaan melalui telepon di frontdesk. Dia mengeluhkan tentang matinya lampu di lobi dan memberi tahu bahwa lampu-lampu lain di kamar rawat para pasien baik-baik saja.
Setelah mendengar keputusan bahwa orang-orang dari bagian pengelolaan itu akan datang untuk memeriksa dan memperbaiki kerusakan, Kangtae menutup telepon itu. Dan, dia melihat sesuatu yang tidak biasa datang dari arah pintu utama, bersama petir dan kilat yang membutakan mata.
Tuk-dak. Tuk-dak. Tuk-dak. Sepasang sepatunya bergerak mendekat, dan sebuah jam besar di dinding membunyikan loncengnya, pada tepat jam 12 siang yang mencekam ini. Dia adalah Go Munyeong. Wanita itu datang bagaikan petir dan mendekat bagaikan kilat. Dia bergerak menuju Moon Kangtae, dengan sepatu merahnya dan payung hitam yang diseretnya.
“Kenapa … kau bisa ada di sini?”
“Kenapa lagi? Tentu saja karena aku merindukanmu,” jawabnya, tajam, lalu sedikit tersenyum.
Kangtae menggeleguk, dan, dari tangga, Nam Juri melihat semuanya.
Setelah hujan reda dan langit kembali cerah, Kangtae dan Munyeong keluar ke taman rumah sakit untuk bicara. Ujung payung Munyeong membelah genangan air yang dilewatinya.
“Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak akan bertemu lagi?” kata Kangtae, setelah beberapa meter dari pintu gedung.
“Itu kesepakatanmu sendiri, aku tidak.” Munyeong mendekat satu langkah pada Kangtae.
“Apa ini?” Kangtae menjauh.
“Menakjubkan,” desah Munyeong, pada Kangtae. “Kau tumbuh jadi seperti ini. Ini sih namanya bukan pertumbuhan, tapi evolusi.”
“Kau mengenalku?” tanya Kangtae, tegang.
“Dalam proses,” jawab Munyeong, yang artinya dia akan melakukan ‘pendekatan’ pada Kangtae.
“Kapan kau akan selesai?” Munyeong bertanya. “Aku belum makan sejak pagi, lapar sekali nih. Di pelosok begini juga pasti ada tempat makan yang enak, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO BUT IT'S OKAY
FanfictionNovelisasi dari drama yang berjudul 사이코지만 괜찮아 karya Penulis Joyong dari Korea Selatan. Drama ini menceritakan tentang Moon Kangtae, seorang sitter bagian psikiatri, yang sangat menyayangi kakak laki-lakinya, Moon Sangtae, yang adalah penyandang auti...