14 - 3 : TIDAK BAIK-BAIK SAJA

83 8 0
                                    

Jaesu tidak bisa menghubungi Kangtae di rumah atap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaesu tidak bisa menghubungi Kangtae di rumah atap. Dia penasaran sekali tentang alasan yang membuat Sangtae harus tinggal di sini sendirian untuk sementara, sedangkan Sangtae sendiri sedang meniup-niupi mi instan yang mengepul. Dia juga menawari Jaesu ikut makan.

Jaesu bicara, “Hyungnim, benar Hyungnim harus tinggal sementara di sini karena Go Munyeong sangat marah pada Kangtae, huh? Aku kok rasanya curiga sih.”

“Telur, telur, setengah matang untukmu, yang matang untukku.” Sangtae memangkuki mi dan telur untuk Jaesu.

Jaesu makan sedikit, lalu bicara lagi, “Menurutku sih, mereka ngirim Hyungnim ke sini supaya bisa bebas pacaran dan mesra-mesraan berdua. Iya, gak, sih? Huh? Huh?” Jaesu kepo sekali.

“J-j-jaesu-ssi.”

“Iya, kan? Menurut Hyungnim juga begitu, kan?”

“W-wajah sedih, ekspresi sedih,” sebut Sangtae.

“Huh?” Jaesu tak mengerti.

Sangtae menelan, “W-w-wajah Munyeong, ekspresinya, t-t-t-takut, sedih. Kenapa ya? Kenapa ekspresinya begitu ya?”

Jaesu jadi cemas sekarang.

Tekanan darah Direktur Oh naik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tekanan darah Direktur Oh naik. Jadi, dia coba melonggarkannya dengan memijit-mijit punggung leher sambil duduk selonjoran di sofanya di ruang direktur. Kemudian seseorang mengetuk pintu dan Ibu Kang masuk setelah disilakan.

“Kenapa kau ke sini?” tanya Direktur Oh, bukan mengusir.

“Juri kok yang minta,” kata Ibu Kang, sambil duduk, “Katanya kau kelihatannya sedang banyak pikiran. Ada apa?”

“Ternyata jadi psikolog itu tidak semudah yang kupikirkan,” curhat Direktur Oh, sakit kepala.

“Kenapa? Kau benar-benar akan pensiun?”

“Aku sih sudah memperkirakannya, sebentar lagi. Tapi, begitu ditusuk dari belakang oleh orang yang kupercaya, aku jadi tidak bisa apa-apa.” Direktur Oh sangat sakit kepala.

“Hmh, itu lagi yang kaubahas. Nyatanya? Kau tetap jadi psikolog sampai sekarang. Kenapa sih?” Ibu Kang sampai bosan mendengar keluhan Direktur Oh yang itu-itu saja sejak masih muda dulu.

PSYCHO BUT IT'S OKAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang