Chapter 25

115 12 0
                                    

Happy Reading💛

Setelah bel pulang berbunyi Tasya segera membereskan alat tulisnya, ia harus segera bergegas pulang seperti apa yang Bobby perintahkan tadi pagi untuk membawa Rey ke rumah.

"Assalamualaikum" Ucap mereka bersamaan saat memasuki rumah Tasya.

"Waalaikum salam, papa udah nungguin di atas Sya" Ucap Dewi, memang dia sudah tau apa yang akan Bobby bicarakan bersama Rey karena tadi malam Bobby sempat menceritakannya pada Dewi.

"Iya ma kalo gitu Tasya sama Rey ke atas dulu ya" Pamit Tasya lalu menaiki anak tangga diikuti oleh Rey dibelakangnya untuk sampai di ruang kerja Bobby.

Ceklek

Saat Tasya membuka pintu terlihat Bobby berkutat dengan laptopnya hingga tak menyadari kedatangan dirinya dan Rey.

"Pa" Panggil Tasya membuat Bobby menoleh.

"Silahkan duduk"

Kini,Tasya dan Rey sudah duduk di sofa ruang kerja milik Bobby,posisinya Bobby berada di hadapan mereka, terlihat dari raut wajah Bobby yang datar, ini pertanda buruk.

"Mulai sekarang kamu jangan pernah mendekati anak saya lagi" Ucap Bobby penuh keseriusan dalam ucapannya.

"Kamu tidak pantas untuk dia, saya akan mencarikan orang yang tepat untuk anak saya bukan seperti kamu! "

Tunggu, apa yang barusan papanya katakan. Selama ini Bobby sama sekali tak pernah keberatan atas kedekatannya dengan Rey, lalu kenapa tiba-tiba seperti ini.

"Pa, "

Cukup, ini sudah keterlaluan. Ia harus menghentikan hinaan papanya pada Rey. Bagaimana pun papanya tak tau apa-apa tentang Rey.

"Papa ngga bisa ngomong kayak gitu, papa ngga tau Rey itu gimana yang tau cuma Tasya" Ucap Tasya membantah ucapan sang Ayah.

"Diam Tasya!, papa tau semua hal tentang pria ini! " Tanpa sadar Bobby membentak.

"Gimana papa tau? Papa aja selalu sibuk dengan pekerjaan papa. Papa lebih mentingin pekerjaan papa dibanding Tasya"

Ucapan Tasya sangat menohok hati Bobby, benarkah selama ini dia terlalu mementingkan pekerjaannya? Dia rasa tidak, padahal selama ini dia berusaha membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.

"Sekarang kamu udah berani membantah, sekarang masuk kamar! " Perintah Bobby.

Tasya berlari ke luar dari ruangan kerja Bobby dengan berderaian air mata. Sungguh ia tak menyangka jika papanya setega itu, padahal selama ini papanya tak pernah membentaknya seperti tadi.

"Lo kenapa Sya? " Tanya Diva khawatir, eh salah lebih tepatnya pura-pura khawatir.

Tasya tak menanggapi pertanyaan Diva.

Brak!

Tasya sengaja menutup pintu kamarnya dengan sekuat tenaganya sekalian untuk melampiaskan kemarahannya. Diva yang berada di depan pintu kamar Tasya dibuat terkejut.

"Astagfirullah" Ucap Diva seraya mengelus dadanya, tadinya ia berniat untuk membujuk Tasya tapi ia mengurung niatnya karena sepertinya Tasya sedang tidak ingin di ganggu.

Ia memukul-mukul bantalnya untuk menumpahkan kekecewaannya pada papanya, mungkin setelah ini Rey akan menjauhinya dan ia tak ingin itu terjadi. Ia terus menangis hingga tak sadar tertidur.

***

Pagi ini tidak seperti biasanya yang dimana mamanya pasti membangunkannya, tapi tidak untuk hari ini. Ia bangkit lalu melangkahkan kakinya ke luar kamar.

"Ma" Panggil Tasya, keadaan rumah ini sangat sepi. Kemana semua orang? Ia mengecek ke kamar orang tuanya tapi tidak ada siapa-siapa di sana, lalu beralih ke kamar Arga tapi juga tidak ada, dan terakhir ke kamar Diva, sama, dia tidak menemukan siapa-siapa di rumah ini.

Tasya tak ingin ambil pusing ia segera menuju kamarnya untuk melakukan ritual mandinya dan segera bersiap-siap menuju sekolah.

Hari ini, dia berangkat menggunakan taksi karena Rey tidak menjemputnya, Tasya sudah menebak ini akan terjadi.

Di parkiran ia tak sengaja berpasasan dengan Rey.

"Le," Panggil Tasya seraya memegang tangan pria itu tapi dengan cepat pria itu menghempaskannya.

"Gue minta maaf ya atas ucapan papa gue kemarin, gue yakin papa gue ngga bermaksud buat ngomong gitu"

Rey berdecih "Apa lo bilang? Ngga bermaksud? Udah jelas-jelas Papa lo ngehina gue di depan lo sendiri dan sekarang lo masih bisa bilang kalo Papa lo ngga bermaksud?! " Nada Rey sudah naik satu oktaf.

"Iya gue tau Papa salah, gue aja ngga nyangka kalo papa bakalan ngomong kaya gitu gue ba-" Ucapan Tasya terpotong.

"Udahlah mending sekarang lo jauhin gue, anggap kita ngga pernah kenal. Itukan yang papa lo bilang? " Rey meninggalkan Tasya yang masih terdiam.

Sesampainya di kelas ia mendapati Diva yang sedang duduk di kursinya bercerita ria bersama Abel. Mereka tak menyadari kehadiran Tasya padahal kini berdiri di hadapan mereka.

"Eh ada Tasya baru nyadar gue, Div sana duduk ditempat lo pasti Tasya mau duduk" Ucap Abel.

"Mending lo yang kesana aja deh Sya, gue pengen duduk disini masih banyak yang pengen gue ceritain sama Abel, kalo lo 'kan ngga butuh kita karena ada Rey yang selalu disamping lo" Sindir Diva yang tidak tau jika ucapan itu melukai hatinya.

Mungkin, ini balasan untuknya yang selama ini tidak memperdulikan sahabatnya. Semenjak dekat dengan Rey ia sangat jarang berkumpul dengan mereka jadi wajar saja jika mereka marah seperti ini.

Tasya duduk di kursi milik Diva, mungkin mulai sekarang semua orang akan menjauhinya. Mengapa disaat ia sudah merasa bahagia dengan hidupnya yang dikelilingi orang yang dia sayang, dan kini mulai menjauhinya.

***

Di saat jam istirahat Tasya lebih memilih diam di kelas. Diva dan Abel sama sekali tak mengajaknya ke kantin padahal dari pagi dia belum makan apa pun.

Tiba-tiba seseorang pria memasuki kelasnya dan duduk disampingnya.

"Ngapain lo kesini?!" Tanya Tasya.

Bukannya menjawab pria itu malah sibuk berbicara di depan ponselnya.

"Oke guys,buat kalian yang masih penasaran kejadian tadi pagi di parkiran. Disini gue bakalan langsung berbicara dengan orangnya" Pria itu mengarahkan kamera ke arah Tasya.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan mbak Tasya dan mas Rey? " Tanya pria itu mulai mewawancarai Tasya seperti wartawan yang haus akan berita.

"Lo ngapain sih Din, gue lagi bete ngga ada mood buat ngomong mending lo pergi deh" Usir Tasya, Yap orang yang berada di sampingnya ini adalah Udin, murid terupdate mengenai gosip di sekolah.

Udin sama sekali tak menghiraukan ucapan Tasya dan malah dia kembali melontarkan pertanyaan pada Tasya.

"Bagaimana perasaan mbak Tasya saat ini? "

Tasya yang sudah emosi mengambil ponsel milik Udin lalu menghempaskannya begitu saja. Udin ternganga melihat keadaan ponselnya yang kini sudah tak terbentuk.

"Pergi ngga lo! " Pekik Tasya dengan emosi yang memuncak-muncak.

"Ponsel gue gimana? Pokoknya lo harus ganti! " Ucap Udin yang tak mau jika ponselnya lenyap begitu saja, sepertinya untuk beberapa waktu ia tidak akan bisa memposting isu-isu terupdate di sekolah ini dan yang pastinya banyak yang akan mencarinya.

"Lo ngga usah khawtir gue bakalan ganti dua kali lipat, sekarang, lo pergi! "

Mbay Tasyanya kalo marah nyeremin ya? Wkwkwk

See you next chapter
Jangan lupa vote and komen!

TASYA(SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang