7 : Pelangi di Matamu

31 7 5
                                    


Happy Reading!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!!

🎶

Waktu berjalan terlalu cepat, hingga tak terasa bel pulang sudah berbunyi, Reyhan sudah siap dengan motornya di parkiran menunggu tuan putri yang tak kunjung datang.

Reyhan sudah mulai jengah menunggu, tahu begini mungkin ia akan langsung menjemputnya di kelas.

"Hi, Rey."

"Eh Celya, mau pulang?"

"Iya nih, lagi nungguin siapa? Kayla ya?"

"Iya, dari tadi ditungguin gak nongol juga tuh bocil."

"Sabar... bentar lagi juga nongol," pandangan Celya mengedar ke arah koridor di belakang Reyhan. "Itu doi, gue duluan ya? Bye!"

Melihatnya, Reyhan tersenyum geli saat gadis yang dijuluki bocil olehnya tengah menggendong gitar dan satu kotak karton di tangannya.

"Hey bocil, buruan! panas nih." Ucapnya kencang sembari mencoba menyalakan motornya.

"Ish gak peka banget sih, bukannya bantuin malah ngeluh bilang panas." Kayla mempoutkan bibirnya sebagai pertanda kalau dia sedikit kecewa dengan tindakan Reyhan.

Reyhan yang mendengarnya hanya tersenyum sembari memakaikan helm Kayla yang selalu ia simpan di motornya.

"Kotak apaan tuh?" Tanyanya jelas saat motor mulai melaju dari parkiran.

"Kotak aja, mau tau isinya? Coklat, bunga, sama surat. Dapet dari laci."

"Cie... banyak yang naksir."

"Ih apaan si, risih tau digenitin terus." Reyhan hanya tertawa menanggapinya.

Tapi hal ini cukup ganjil bagi Reyhan, bagaimana mungkin bocil yang tidak menarik pada pandangan pertama bisa jadi bahan omongan anak laki-laki satu sekolah. Padahal selama ini hanya ada segelintir orang yang membicarakan bocilnya karena memang dia tak terlalu mengekspos diri.

Tujuannya kali ini adalah lapak buku loak yang banyak menjual buku dengan harga murah namun kualitas masih bagus, tempat biasanya Reyhan dan Kayla berburu buku.

"Sini gitarnya gue yang bawa, lo bawa tas gue aja. Tambah pendek lo ntar." Kalimat menyebalkan terlontar saat baru saja Kayla melangkahkan kaki menuju lapak buku.

"Ish... niat nolongin gak sih?" Setengah hati ia menyerahkan gitarnya dan bergegas menuju lapak buku sebelum tangan laknat Reyhan menyerang rambutnya.

"Assalamu'alaikum Bi Nana..."

"Wa'alaikumussalam neng cantik... akhirnya neng cantik ke sini juga, sendirian neng?" Matanya kembali beralih ke arah Bi Nana dan menggeleng.

"Sama Reyhan kok, Bi."

"Halo, Bi." Melihat kedatangan Reyhan Bi Nana tersenyum sumringah terhadapnya.

"Bi... majalah donal bebeknya ada ga?"

"Kalo yang bekas ada neng, sebentar bibi cari." Kayla mengangguk, dan kembali mengulik buku-buku lainnya.

Reyhan dan Kayla semakin larut mengulik buku-buku yang ada di lapak, keduanya sama-sama hening dan asyik sendiri.

Reyhan yang asyik dengan novel saince-fiction dan Kayla sibuk dengan komik-komik lucu, entah kenapa Kayla lebih menyukai bahan bacaan yang menghibur juga ringan membuatnya tak harus berimajinasi lebih keras.

"Ck. Gimana gak dipanggil bocil, bahan bacaannya aja komik, hadeeh." Tawa Kayla seketika terhenti mendengar ucapan dari Reyhan.

"Bisa gak, gak nyebelin sehari aja?"

"Gak."

"Ish..." Komik di tangannya hampir menjadi korban amukan Kayla, kalau saja ia lupa akan terjadi dua kemungkinan, yang pertama komiknya hancur dan tak bisa dibaca dengan leluasa, kemungkinan berikutnya adalah Reyhan tidak mungkin mau membayar komik yang Kayla pakai untuk memukulnya.

"Neng... ini majalahnya ada dua."

"Asyik... thank you Bi."

"Ini Bi, jumlahin sama punya Kayla ya Bi." Ucap Reyhan singkat sembari menyerahkan buku yang ingin ia beli.

Selesai sudah, Kayla ingin pulang berhubung waktu sudah menunjukkan pukul empat, ia juga belum sholat, tapi bukannya menuruti permintaan Kayla, Reyhan lebih memilih untuk mampir di pom bensin terdekat, Reyhan bilang ia ingin menghabiskan waktu senja di danau.

Setibanya di danau Kayla senang, banyak anak kecil di taman, jadi ia bisa membagikan coklat yang ia dapat kepada mereka. Senyum bahagia ia dapatkan dari para malaikat kecil membuat Kayla senang bukan main.

"Udah?" Kayla mengangguk dan menarik tangan Reyhan berjalan menuju tepi danau tempat biasa keduanya melihat senja.

"Akhirnya nyampe juga. Sini gitarnya, gue mau belajar lagi."

"Aduh, gue lupa kalo istirahat kedua kita janjian."

"Baru inget lo?" Kayla membalasnya sinis, sedang Reyhan hanya mengusap tengkuk lehernya.

"Dan gegara lo gak dateng, jadi Angka deh yang ngajarin." Reyhan menatapnya kaget, matanya seolah bertanya ulang "siapa?"

"Angkasa, lo lupa yah kalo kita punya temen yang namanya Angkasa?"

"Terus?"

"Dia ngajarin gue lagu ini."

Petikan gitar mengalunkan nada yang harmonis.

"Tiga puluh menit, kita di sini, tanpa suara..."

"Dan aku benci harus jujur padamu, tentang semua ini..."

"Jam dinding pun tertawa, karena ku hanya diam, dan membisu, ku ingin memaki diriku sendiri... yang tak berkutik di depanmu..." Petikan gitar yang semula agak gagap seiring menjadi lancar.

"Ada yang lain... di senyummu, yang membuat lidahku, kaku tak bergerak."

"Ada pelangi... di bola matamu yang memaksa diriku, tuk bilang..." Mata Kayla beralih ke arah Reyhan yang seakan ikut terbuai dengan senandung keduanya.

"Aku sayang pada... mu..."

🎶

#pelangidimatamu_Jamrud

Can Feel You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang