22 : Sakit

16 4 0
                                    

"Gitu dong, dari tadi kek senyumnya, kan enak jadinya." Ucapan yang berhasil menginterupsinya membuat Kayla ingin sekali mencubit bibirnya.

"Diem lu!"

Asyik menatap lampion mulai menjulang tinggi dengan hening, tiba-tiba saja suara tak mengenakkan muncul memekakan telinganya.

Keruyuk.

Keduanya saling menoleh menginterupsi apa yang sedang terjadi di antara keduanya.

"Sorry." Kalimat yang sama-sama dikatakan keduanya.

"Perut gue yang bunyi." Ucap Kayla sembari mengusap tangan yang melipat di dadanya.

"Loh, kirain gue tadi." Adi terkikik menanggapi.

Seolah tahu apa yang harus ia lakukan, seenaknya Adi menarik Kayla begitu saja menuju sebuah tenda angkringan bertuliskan "Joglo'e simbah".

"Mau ngapain?"

"Ngamen lagi biar bisa beli ipon."

"Serius, Di."

"Makanlah." Tukas Adi sembari menghidangkan tiga bungkus nasi kucing dan beberapa tusuk sate telur puyuh.

"Nih, cobain! Lo pasti gak pernah makan ginian kan?" Ucapan Adi seolah mengejeknya membuat Kayla sedikit bersungut.

"Dih, mana ada. Gue sering kalik, nih yah gue makan." Tantang Kayla dengan penuh percaya diri di hadapan Adi.

Meski keduanya saling sibuk menyuapkan makanan ke mulut masing-masing, namun candaan keduanya tak pernah habis.

Mulai dari membicarakan karet gelang yang mengikat bungkus nasi kucing, lalat yang tersesat, bahkan kaos partai yang dipakai pak Narto si pemilik angkringan.

"Udah nih, mau pulang?"

"Pak, ini berapa ya?"

"Dua puluh lima ribu aja."

"Ini pak,-" Tangan Kayla dan Adi sama-sama mengulurkan uang berwarna biru membuat pak Narto kebingungan harus bagaimana.

"Gue aja,"

"Nggak, gue aja."

"Pak, ambil punya saya aja pak."

"Nggak pak, masa cewek sih yang bayar, kita kan sesama lelaki nih pak."

Perseteruan keduanya membuat pak Narto menoleh keduanya secara bergantian, sampai keduanya menjadi bahan tontonan semua orang di angkringan.

"Sini! Ribut bae geneng." Ucapnya dengan menarik kedua uang yang terulur di tangan Adi dan kayla, hingga keduanya saling menatap kaget, tidak bukan kaget karena pak Narto marah, tapi karena uang keduanya diambil, dan itu lebih dari nominal yang seharusnya dibayar.

"Pak!?"

"Maksud saya gini loh, ini buat kamu, dan ini buat aden, berhubung gak ada gope jadi yang ini dibagi dua sendiri aja, oke?"

Sikap pak Narto membuat Kayla terpaku, saat ia menerima uang bernominal tiga puluh delapan.

"Aah, makasih pak, kita pulang ya." Pamit Adi yang hanya cengangas-cengenges melihat pak Narto yang bersungut hingga wajahnya merah padam, membuat Adi menarik tangan Kayla lari dari tenda itu.

"Elu sih."

"Lah, niat gue kan baik."

"Serah deh, gue mau pulang aja."

"Eh, gue anter!"

"Gak."

"Yok!" Sekali lagi, tidak bagi Adi adalah Iya bagi Adi, ia hanya pasrah saja.

Can Feel You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang