26 : Selamat Tinggal

43 12 32
                                    

Sekolah jelas mulai tampak sepi di pandangan Kayla meski terasa buram. Minus? Tidak, masih ada linangan air mata di pelupuk mata Kayla.

Hari ini adalah hari terakhir bertemu dengan kawannya, Lia dan Adi. Meski suport system tinggi namun tetap saja Kayla cengeng saat menghadapi ini.

Terlebih saat melihat Lia, wajahnya memerah saat berhadapan dengan Kayla, tapi ujungnya Lia beringsut merengek di hadapannya.

Kali ini, kakinya memijak lantai halte yang mulai penuh dedaunan kering, matanya tak henti menoleh ke arah kanan menghadang angkutan yang akan mengantarnya pulang.

Waktunya semakin terbuang kali ini, tangannya yang bergerak mengambil ponsel terurung saat melihat sosok ringkih di seberang jalan.

Kayla ingat, itu adalah nenek yang memberinya parfum beberapa waktu lalu, segera saja Kayla menghampiri sosok Nenek.

"Assalamu'alaikum, nek?"

"Wa'alaikumussalam... dek ayu." Jelas terlihat senyum nenek yang menyambut kedatangan Kayla.

"Nenek mau kemana?"

"Badhe wangsul, dek ayu." (Mau pulang, dek cantik.)

"Kemana nek? Kayla anterin." Sang nenek hanya mengangguk seolah menjawab 'iya' tawaran dari Kayla.

Menuntun langkah, dan menemani berbincang membuat Kayla merasa senang, nenek ini rupanya senang memberikan jokes lucu pada Kayla.

"Sampun, teng mriki mawon, dek." (sudah di sini saja, dek.)

Dilihatnya sebuah bangunan model belanda yang sangat cantik, rupanya itu adalah rumah sang nenek, sampai di depan pintu Kayla segera berpamit untuk pulang, karena waktu rupanya sudah berjalan cepat hari ini.

"Dek ayu, sebentar!" Langkahnya terhenti saat nenek tiba-tiba memanggilnya kembali.

"Dalem, nek?"

"Nenek mau kasih ini, bukanya nanti aja." Matanya terkejut saat disodorkan sebuah buku bernuansa vintage.

"Mboten usah, nek." Kayla yang mencoba menolak ditanggapi senyum dan anggukan oleh sang nenek, agar ia tetap menerima pemberiannya.

"Terimakasih, nek."

Nenek terus melambai hingga akhirnya tak terlihat lagi oleh tertutup bangunan lainnya.

"Woy Kay!?" Teriakan biadab muncul di seberang jalan yang memperlihatkan wujud Adi yang terduduk di atas motornya.

"Apa?"

"Pulang yuk?" Secepat mungkin Kayla menyimpan buku yang diberikan oleh sang nenek yang sebernanya tak enak hati jika terus menerima imbalan dari orang yang ditolong.

Merasa beban motornya bertambah, dengan kecepatan standar Adi melaju, tentunya sembari berbincang ria dengan Kayla.

"Thank you, Di!"

Ucapan terimakasih yang Kayla berikan pada Adi yang mulai meninggalkan Kayla di depan gerbang rumah.

Pukul tiga siang menjelang sore, Kayla pastikan waktu ini cukup bagi dirinya beristirahat sebelum benar-benar pergi meninggalkan tanah air.

Dasi yang mulai kendur, baju yang acak-acakan, dan kaos kaki yang asimetris tingginya Kayla diamkan, fokusnya adalah merebahkan tubuhnya di ranjang pribadinya.

Berkhayal terus berkhayal, hingga akhirnya ingatan Kayla kembali pada buku geratis tadi. Dengan penuh rasa kepo, Kayla segera membuka ransel miliknya dan mulai membuka isi buku.

"Cinta yang tulus, cinta yang tak tergoda apapun."

"Cinta yang tulus, cinta dari raga yang sadar."

Dua kalimat yang menggugah pemikirannya, mulai menyerap arti dari kalimat tersebut.

Tangannya yang menggulir halaman kini terhenti kala melihat sebuah gambar, gambar botol parfum yang persis dengan parfum yang nenek barikan.

Masih penasaran, Kayla kembali menggulir menuju halaman berikutnya.

"Dia yang nyata, dia yang tulus, dia yang tak terpedaya aroma cinta."

Pikirannya kembali mencerna, dan teringat tentang perkataan Reyhan yang menyatakan bahwa dia suka Kayla lebih dari umur parfum ini di tangannya.

Bersamaan dengan kejadian-kejadian aneh saat pertama menggunakannya, semua mata tertuju pada Kayla, bahkan Raka yanga sama sekali tidak mengenalnya beralih menjadikannya sosok spesial di hidup Raka, dan saat itu pula terlihat pandangan kembali acuh.

Sementara itu, saat Kayla tidak bersama Raka, semua mata kembali tertuju padanya dan bahkan membuatnya berlari-larian untuk menghindar.

Dan kembali mengulas perkataan Reyhan yang lalu, sebuah kesimpulan mengejutkan menyerang dirinya.

Reyhan adalah cinta sejatinya.

Secarik kertas yang ia temukan di album foto Reyhan adalah salah satundari bukti konkret selain ucapan dan album foto.

Matanya kembali berair, kenapa harus sahabatnya, dan kenapa di saat seperti ini ia baru menyadarinya.

Kayla harus minta maaf pada Reyhan.

Tangannya secepat mungkin menari mencari kontak Reyhan dan menghubunginya.

Tak ada respon sama sekali, saat Kayla mencoba chat, hanya tertulis notif bahwa dirnya telah diblokir oleh sang empu.

"Kayla, ayo siap-siap!" Suara mama terdengar nyaring membuat Kayla semakin kalang kabut, bingung apa yang harus ia lakukan kinin.

Hanya sketsa yang Kayla lihat, terdorong niat untuk membuat sebuah sketsa sederhana ia buat untuk diberikan pada Reyhan sebagai tanda maaf.

Dengan sengaja sketsa yang ia siapkan tertoreh dalam buku vintage pemberian nenek, mensemogakan agar Reyhan memaafkan dirinya.

"Kayla!?" Dengan kilat Kayla mulai berganti pakaian, crop tie hitam beraksen putih dan jeans yang memperlihatkan kaki jenjangnya.

Jaket, Kayla perlu jaket namun jaket yang ia temui hanya jaket milik Reyhan yang rupanya masih tergantung rapih beserta syal hitam yang kini Kayla pakai untuk dijadikan bandana.

"Kayla ayo!" Seruan mama membuat Kayla akhirnya keluar dari kamar dan  bukannya berpamitan, Kayla pergi begitu saja keluar dari rumah.

"Kayla!?"

Kayla berlari hingga akhirnya sampai di hadapan rumah Reyhan, bibirnya tak henti mamanggil nama Reyhan, namun tak ada yang menyambut ataupun jawaban, rumah di hadapannya tetap tertutup.

"Kayla sayang, ayo!" Suara mama kembali menginterupsinya.

"Kayla? Ada apa?" Terdengar suara yang semakin mendekat.

"Kak Ardan, Reyhannya ada?"

"Duh, kakak juga gak tahu tuh, kamu panggil-panggil dari tadi?" Kayla memgangguk.

Merasa janggal dengan penampilan dan raut wajah Kayla Ardan segera mempertanyakan hal apa yang membuatnya seperti ini.

"Kalo Reyhan udah ada, Kayla titip ini ya kak?"

"Kayla mau kemana?"

"Kayla ada panggilan interview di Aussie, kak."

"Wah bagus dong, good luck ya!"

"Doakan kak, kemungkinan Kayla bakal stay di sana terus."

Mendengarnya Ardan memeluk Kayla memberi suport, dan kemungkinan ia akan melihat Reyhan kembali diam mengurung diri di kamar.

"Pasti, jangan lupain kami."  Melepas pelukannya dan mengusap lembut puncak kepala Kayla seolah mengucapkan selamat jalan pada Kayla.

Mama sudah siap dengan mobilnya, juga papa yang duduk santai melirik arloji di dalam mobil.

"Sampai jumpa, Kak."

Kali ini Kayla benar-benar pergi meninggalkan segalanya yang ada di sini.

Meninggalkan segala kenangan agar dirinya bebas dari segala tuntutan yang selalu dibebankan dirinya, tentu dengan tekad penuh.

Can Feel You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang