[|Renjana 6|]

3.5K 494 75
                                    

"Ayah, apa mungkin seorang alpha terlahir bersama takdir dengan dua omega?" Tanya Mark pada Jaehyun. Ayahnya itu sampai terbatuk akibat tersedak kopinya.

"Satu omega untuk satu alpha, begitu pula sebaliknya." Jelas Jaehyun sembari kembali menikmati paginya ini.

Tak lama ia kembali melirik anak sulungnya, "jangan berniat poligami Mark."

"Apanya yang poligami? Istri saja tidak punya." Cerca Mark sembari kembali berpikit keras.

"Apa yang kau pikirkan Mark?" Jaehyun segera meletakan koran yang ia baca sedari tadi, tipikal orang tua yang sudah tua, ups.

"Entahlah, hanya saja aku merasa memiliki dua omega sekarang." Jawab Mark antara sadar dan tidak sadar.

"Mana mungkin seorang alpha mendapatkan dua omega Mark? Itu hal yang mustahil." Jelas Jaehyun sekali lagi, mencoba memberi tahu bahwa Mark salah besar.

"Ayah, kau tahu bahwa Haechan adalah omegaku bukan?" Tanya Mark dengan tatapan tajamnya.

"Tentu, ia memiliki lambang alpha milikmu di tangan kirinya." Jaehyun menganggukan kepalanya setuju.

"Apa ayah tahu dia itu bukan omega biasa?" Tanya Mark sekali lagi, tatapannya mulai melunak, namun tersirat ke kekhawatiran di dalamnya.

"Maksudmu?" Jaehyun mengerenyit tak paham.

"Dia omega terakhir dari clan omega terhormat ayah, tingkatannya bahkan berada di atas alpha biasa." Jawab Mark, matanya bahkan bergetar.

"Clan omega terhormat? Musuh terbesar clan alpha pemimpin?" Tanya Jaehyun memastikan, ia harap ini hanya mimpi buruk.

"Iya. Dia musuh terbesarku, dan pendamping hidupku." Jawab Mark lirih.

Hatinya memang masih memberikan segenap cinta di dalamnya pada Hana, namun ia cukup dewasa untuk mengerti bahwa sistem mate ini adalah petunjuk garis takdir yang terbaik.

Ia menolak matenya? Maka salah satu diantara mereka akan terancam, tapi jika Mark pikir, sepertinya omeganyalah yang akan terancam. Karena ia masih mencintai Hana. Bukankah begitu?

°•○●□■□●○•°

Haechan masih terdiam sendirian di atas ranjangnya, ia masih memikirkan perihal cambukan yang masih terasa begitu perih, justru terasa makin perih dari hari ke hari.

Mark tidak menyembuhkan lukanya. Tepat di hari mereka bertengkar, Mark duduk terpaku dan Haechan pergi dengan hati penuh rasa dengki yang menyelemuti.

"Shhh..." lagi-lagi omega itu meringis pelan. Kenapa ia begitu lemah tanpa seorang alpha?

Haechan memilih untuk berendam, sebutlah bahwa ia masokis, tapi nyatanya itu terasa lebih baik.

Lukanya memang terasa semakin perih, tapi hatinya terasa semakin tenang, mungkin berendam beberapa menit kedepan bukanlah suatu masalah bukan?

Nyatanya tidak. Ten menemukan anak semata wayangnya itu dalam air bathup yang mulai keruh berwarna merah. Ya, luka itu semakin memburuk, dan kini semakin nyata, tidak hanya terlihat oleh alpha dan omega, luka cambukan itu dapat terlihat meski oleh beta sekalipun.

Ten langsung memanggil Johnny yang tengah meeting di kantornya. Tepat, ayah omega manis itu langsung bergegas pergi dan sampai tepat saat Ten menggendong Haechan di depan pintu.

Keduanya cemas, lalu memilih pergi ke rumah sakit terdekat. Mereka rela jika harus mengeluarkan uang berapa pun itu, demi Haechan.

Tapi, ada satu yang tidak bisa mereka berikan, Mark. Dokter yang baru saja keluar dari ruangan langsung menunjukkan wajah yang  cemas dan begitu kusut.

Renjana [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang