Bagian 23

1.2K 148 18
                                    

-Happy Reading♥-

Angin malam menerpa tempat dimana banyak orang berlalu lalang, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang berdasi yang tampak berwibawa.

Lampu kota menyala sangat indah menemani malam dimana peluhnya orang yang baru saja pulang kerja. Bulan juga nampak damai sekali berada di atas memancarkan keindahannya.

Di keramaian seperti ini, seorang wanita yang tengah membawa anak kecil sekitar umur 4 tahunan terus mempercepat derap langkahnya, karena tiba-tiba petir menggelegar.

"Kakaaakk... Hati-hati, Jessie takut jatuh, Kak." Pinta bocah menggemaskan itu sambil terus menyepadankan langkah kaki Kakaknya.

Wanita yang di sebut Kakak oleh bocah kecil itupun menoleh ke arah adiknya. Tanpa berlama lama, ia pun menggendong anak itu.

"Dek, ini mau hujan, gak baik buat kesehatan kamu... Duh tau gini mending Kakak bawa mobil aja." Tutur Kakaknya.

"Gapapa kok, Kak. Lagipula, Jessie suka hujan. Badannya Jessie aja yang jahat, masa balu kena ail hujan langsung sakit, nanti di lapolin penjala ya, Kak. Bial badannya Jessie yang gak suka hujan di penjala." Lugu bocah kecil itu, sedangkan Kakaknya hanya tersenyum tipis menanggapinya.

Tak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di rumah, dan langsung di sambut oleh kedua orang tuanya.

"Kalian dari mana, Mama khawatir banget ih, katanya cuma mau main ke taman, tapi kok lama banget. Terus ini udah mau hujan lagi." Hardik sang Mama membuat Kakak beradik itu terkekeh pelan.

"Aduhh si Mama lebay banget si, kedua turunannya Gunawan Wibisana dijamin terlindungi dari berbagai ancaman kuman dan penyakit, iya kan sayang-sayangnya Papa?" celetuk sang suami.

"Yoiii Paaa." Balas Kakak beradik itu kompak, sedangkan sang Mama hanya cemberut kesal.

"Tau ah, orang lagi khawatir juga...." Ucap sang Mama sambil memanyunkan bibirnya.

"Ututuutuu istriku ngambek, iya deh sayang. Kamu mau aku apain kedua anak kita? gantung di pohon toge? panggang di kulkas? atau di sumbangin ke panti paus?" canda sang suami membuat semuanya tertawa renyah. Begitulah kehidupan mereka sehari hari, tak lepas dari canda tawa sang Papa.

"Papanya Jessie jahat, kata Kakak kalau ada olang jahat halus di lapolin pak polisi bial di penjala." Balas Jessie.

Gunawan pun terkekeh dan mengambil alih gendongan Jessie dari sang Kakak, Gunawan terus menghujami ciuman di pucuk kepala putri kecilnya.

"Nanti kalau Papa di penjara, kasihan Jessie sama Kak Tasya gak ada temen adu bicara sampai pengap, belum juga si Mama kalau kangennya melebihi standar perkangenan bisa bahaya, terus nanti yang jadi juri lomba botakin barbie kamu sama si Lala, siapa? Hayooo." Goda Papanya. Sedangkan anak kecil itu terus berpikir keras, ada benarnya juga.

"Kurang-kurangin Pa kibulin anaknya, temen kantor Mama ada yang sering kibulin anaknya, besoknya digotong di keranda"

"Alhamdulillah Papa Gunawan Wibisana yang.... Hello anak-anak passwordnya???"

"Tampan, dermawan dan berwibawa." Balas Kakak beradik itu di selingi tawa.

"Nah, dari lahir sudah di semati sesajen dari nenek kuyang, eh nenek moyang, astagfirullah maafkan cucumu, nek." Ucap sang Papa.

Lalu ketiga wanita tersebut pun tertawa puas, lalu sang Mama mempersilahkan semuanya masuk kedalam karena cuaca sangat dingin.

***

Enam tahun sudah berlalu, tak terasa bukan?! dalam sekejap Tasya telah meninggalkan semuanya. Sudah enam tahun ia menjejaki hidup di Kota Medan ini.

ZIOTASYA (Completed ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang