Sahabat Masku

3.5K 493 10
                                    

"Dari pada nangis gaje, mending kamu ngajakin sahabat Mas ini ke pesta tunangan."

Wajahku memerah, merasa dua kali di permalukan oleh Mas ku ini, tadi dia mengejekku, dan sekarang dia kembali menyebutkan berapa menyedihkannya aku ini di depan orang asing.

Fiks, manusia terlaknat Lingga Natsir ini.

Dan manusia tanpa ekspresi di depanku ini sama sekali tidak bergeming, mematung dengan Mas Lingga di belakangnya yang bersembunyi.

Dengan gemas, tidak peduli dengan wajah datar yang entah kenapa terlihat sama menyebalkannya seperti Mas Lingga itu, aku mendorongnya minggir, mencoba meraih Masku untuk kembali memukul ataupun menendangnya.

Seperti inilah aku dan Masku, jarak usia kami yang hanya satu tahun membuatku dan dia terlalu dekat nyaris tidak pernah akur.

Akhirnya, kembali aku sendiri yang kelelahan mengejar Masku, membuatku harus mengeluarkan jurus pamungkasku untuk menghukum Masku ini.

Lihatlah wajahnya yang menyebalkan yang mengejekku saat aku berselonjor kelelahan karena tidak bisa meraihnya.

Lupakah dia, jika aku ini seorang Dokter sementara dia seorang Perwira Muda peraih Adhimakyasa.

"Huuuuaaaaaaaaa, PAPA!!! MAS LINGGA JAHILIN ADEK!!!"

Mas Lingga langsung membeku melihatku menangis meraung-raung seperti sekarang ini, jurus jituku yang mampu membuatnya tidak berkutik, dan langsung kalah seketika.

Dengan wajah paniknya dia menghampiriku, mengguncang bahuku, dengan tatapan memelas. "Dik, jangan nangis dong!"

"Huuuuaaaaa, suruh siapa jahat!" dengan sekuat tenaga, aku memukuli bagian apapun yang bisa ku raih, dan yang paling menyenangkan adalah dia hanya bisa pasrah menerima kekesalanku kali ini.

Bagaimana tidak pasrah, wong dia sedang menanti hukuman yang tidak bisa dia elakkan.

"Lingga!! Linda!! Apa-apaan kalian ini!"

Aku tersenyum puas melihat wajah horor Mas Lingga sekarang ini mendengar suara bariton Papa, dengan jahil ku julurkan lidahku untuk mengejeknya. Sadar jika ini hanya kejahilanku membuat Mas Lingga hanya bisa menggeram kesal, dan pasrah menunggu Papa yang kini terlihat sama jengkelnya.

Jika Mas Lingga bahagia melihatku menangis dan sengsara, maka aku akan bahagia melihatnya terkena omelan Papa, bagaimanapun kesalahanku, maka yang salah tetap Masku ini.

Hahahaha, itulah kenikmatan hakiki menjadi seorang Adik.

"Kamu apain adikmu ini, Ngga?" dengan sekuat tenaga Papa menarik telinga Mas Lingga, teriakan Mas Lingga yang begitu keras karena kesakitan langsung mengundang ajudan Papa untuk mendekat.

"Kamu ini ya, jarang pulang, sekalinya pulang bikin adikmu nangis, keterlaluan banget kamu ini, Ngga!"

Aku langsung berdiri saat Papa sudah berjalan melewatiku, senyumku mengembang lebar, rasanya sungguh menyenangkan bisa membalas perlakuan jahil Mas Lingga untuk kesekian kalinya.

Suara derap langkah yang tiba-tiba berhenti di sampingku membuatku menoleh, sosoknya yang datar kini memperhatikanku dengan seksama.

Benar-benar datar tanpa ekspresi sama sekali. Matanya yang tajam membuatku membeku di tempat. Hingga akhirnya, bibir tipis itu bergerak pelan, menyuarakan suara bariton yang begitu lirih.

"Apa yang kamu lakukan itu keterlaluan. Berpura-pura hanya untuk menarik simpati."

What? Aku ternganga lebar, dia hanya  sahabat Masku, dan berani mengguruiku, bahkan di rumahku sendiri.

Linda Natsir (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang