"Kamu nggak ke kantor?" tanyaku heran, melihat Hakim yang turut turun dari Mobil dan kini menghampiriku.
Hakim sama sekali tidak menjawabnya, laki-laki yang tanpa ekspresi sama sekali ini justru berlutut tepat di depanku, nyaris saja aku beranjak mundur saat tangannya meraih kakiku.
"Diem dulu, Linda."
Ucapnya dengan suara berat, astaga, bahkan suara berat tersebut membuat jantungku berdetak lebih kencang, bodohnya aku begitu menyukai suaranya yang memanggil namaku.
Keterpakuanku pada sikap Hakim semakin menjadi saat melihatnya menarik tali sepatuku yang terlalu panjang, menyimpulnya dengan rapi, seperti Papa saat pertama kali mengajarkanku.
Astaga, kenapa dia bisa sehangat ini dalam memperlakukanku.
Tanpa sadar, senyumku mengembang saat Hakim berdiri, menatap wajah tegasnya, "Tali sepatumu terlalu panjang, seorang Natsir sepertimu tidak boleh jatuh hanya karena tali sepatu!"
Mampus, pipiku langsung memerah mendengar pesan dari Hakim, membuatku kehilangan kata saking speechlessnya aku akan perhatiannya barusan, bahkan hanya untuk mengucapkan terima kasih.
Hal sederhana, tapi membuat jantung dan seluruh jiwaku jungkir balik di buatnya. Rasanya aku ingin menggali tanah dan menyembunyikan wajahku ke dalamnya saking saltingnya diriku sekarang ini.
"Pulang jam berapa nanti?"
Hampir saja aku melangkah pergi meninggalkan Hakim saat laki-laki datar itu bertanya, rencanaku untuk segera menyelamatkan wajahku yang memerah karena tersipu harus gagal karena pertanyaan tersebut.
Saat aku kembali harus bertemu pandang dengannya, Hakim tetaplah Hakim, pasca beberapa hari lalu dia menjelma menjadi seorang yang hangat dan penuh senyum, keesokan harinya dia sudah menjelma menjadi Hakim yang datar dan membosankan.
Bahkan sekarang ini, dia tidak merasa jika beberapa detik lalu dia telah membuat anak orang Baper dengan perlakuannya, dasar laki-laki membosankan.
Jika tidak mengingat betapa baiknya dia yang telah menyelamatkan harga diriku, dan juga menghiburku, aku pasti tidak akan mau menurut dengan mudah di kuntitnya seperti ini.
Diantara banyak anggota Papa, maupun ajudan beliau, Hakim adalah manusia yang paling tidak bisa di ajak bekerja sama, jika yang lainnya akan mengiyakan permintaanku hanya dengan pelototan mata saja, maka Hakim akan membalasku dengan lebih menyebalkan.
Membalasku dengan wajah datar, dan tetap menguntitku itu lebih menyebalkan dari pada sebuah adu argumen.
Seperti kali ini, aku merasa jika sekrang aku bukan Mahasiswi Kedokteran, tapi seorang anak TK yang tidak bisa lepas dari pengawasan orangtuanya.
Sekalipun aku kekeuh tidak mengatakan akan pulang jam berapa selesai ngampus, Mr. Bodyguard ini akan menemukanku di manapun.
Sama seperti saat acara tempo hari.
"Ntar aku kabarin, Kim." Melihat Hakim yang belum puas dengan jawabanku dengan cepat aku menambahkan. "Janji!"
Akhirnya, setelah aku mengangkat tanganku sebagai bentuk keseriusan janjiku, barulah laki-laki yang kini menjadi bahan bisikan para perempuan ini mengangguk singkat mempercayai janjiku.
Sampai mobil yang di kendarai Hakim hilang dari pandangan, aku masih berdiri di tempat parkir, menatap seseorang yang kehadirannya seperti mystery Box, datar tapi penuh kejutan.
Setelah beberapa kali berbicara dengannya tanpa melibatkan kekesalan, ternyata Hakim melampaui ekspetasiku.
Aku benar-benar bodoh telah memperlakukannya dengan tidak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Linda Natsir (Tersedia Ebook)
RomanceSiklus hidup manusia itu begitu sederhana. Hanya terdiri dua bagian, Bahagia dan Sedih. Disaat kita jatuh hati, dunia begitu penuh dengan warna-warni indah, dan kita hati akan patah jika tidak bersambut dengan cintanya, dan seiring waktu kita akan k...