Merelakan

3.6K 444 54
                                    


Air mataku kini bahkan sudah tidak bisa mengalir lagi, seakan sudah mengering karena terus-menerus keluar, tatapanku serasa kosong, bahkan orang-orang yang sedari tadi berlalu-lalang di sekelilingku sama sekali tidak mengganggu pandanganku yang tertuju pada sesosok yang kini ada di depanku.

Bukan hanya air mataku yang sudah enggan keluar dan membuatku buta akan keadaan sekitar, tapi juga  telingaku yang mendadak tuli oleh suara bising yang tidak hentinya mengajakku berbicara, memastikan jika aku sedang tidak sendirian hanya bersama dengan sesosok yang tidak kunjung bosan ku tatap.

Rasanya aku ingin berteriak, meminta pada orang-orang agar menamparku dan menyadarkanku dari mimpi buruk ini, tapi nyatanya, setiap orang yang datang dan menghampiriku justru semakin memperdalam lara hatiku.

Rasanya begitu sakit, serasa nyawa kita dimasukkan hidup-hidup ke dalam lubang magma panas yang menganga.

Mengoyak dan merebus tubuh kita tanpa belas kasihan sedikitpun, membuatku merasakan semua kesakitan ini secara perlahan-lahan hingga rasanya kematian jauh lebih baik ku rasakan.

Wajah tampan yang ada di depanku memandangku dengan pandangan datar yang paling ku benci, membuatku merasa jika dia tidak mencintaiku, sama seperti segala tingkah lakunya yang seenak pemikirannya sendiri sebagai dalih itu adalah yang terbaik untuk kebahagiaanku.

Kebahagiaan, bahkan aku sudah lupa apa itu bahagia, karena kebahagiaan yang datang di hidupku hanya satu kedipan mata, dan selebihnya hanya lara tak berdarah seolah tanpa luka.

Aku berdecih, wajah datar itu seolah mengejekku yang terus meratapinya, tidak bisa dengan begitu mudah melupakan segala hal tentangnya seperti dia yang dengan mudahnya meninggalkanku.

Hakim Perwira, dia laki-laki paling kejam yang pernah ku kenal, laki-laki pengecut yang mencintaiku, tapi tidak mau memperjuangkanku.

Laki-laki pecundang yang hanya ingin melihatku bahagia, tanpa mau menjadi bagian dari bahagiaku.

Laki-laki paling tega, yang selama ini menjadi poros duniaku, hingga jatuh cinta dengannya seolah-olah aku masuk ke dalam lubang dalam yang tak berdasar dan tidak bisa beranjak lagi keluar.

Dan jahatnya, kini dia meninggalkanku, bukan hanya dua tahun seperti saat dia menghindariku, tapi untuk selamanya, meninggalkanku dan terpisah oleh ruang dan waktu.

Meninggalkanku untuk selamanya, hingga aku kini tidak bisa mencuri pandang dan sembunyi-sembunyi memperhatikannya dari kejauhan hanya untuk mengobati kerinduanku padanya.

Hakim, dia yang memilih menuruti segala perintah kejam Mama untuk menjauhiku demi membalas hutang budinya, kini membalas Keluarga kami dengan begitu kejam.

Membuat keluarga Natsir seumur hidup akan terus berhutang budi padanya tanpa sanggup membayarnya.

Rasanya aku ingin memotong lidahku sendiri, aku pernah meminta takdir membuat Mama jera akan keangkuhannya dengan membuat beliau berhutang budi pada seseorang yang telah di sakiti dengan begitu dalam.

Dan takdir menjawabnya dengan begitu cepat.

Demi menyelamatkan Mama dari peluru tajam para teroris, Hakim merelakan nyawanya sendiri, menukarnya demi seseorang yang sudah mengasuhnya, dan begitu tega menuntut balas atas semua kasih sayang yang dia berikan.

Lagi-lagi, rasanya aku ingin melayangkan protes pada pemilik semesta, kenapa di antara berjuta manusia yang ada di dunia ini, semua kemalangan harus berakhir pada Hakim.

Apa Tuhan dan Takdirnya sudah lelah menguji Hakim dengan banyaknya derita, membuatnya yatim piatu di usia muda dan membuatnya terhina oleh orangtua yang mengasuhnya, hingga Tuhan memilih menjemput dan membiarkan Perwira muda yang kucinta ini bahagia dengan keluarga sebenarnya di Surga yang di siapkan untuk-Nya?

“Dek_” aku mendongak, menatap Mas Lingga yang datang bersama sosok dari masa laluku, Syailendra Megantara dan juga Letnan Fenny Adisty, di belakangnya.

Tampak raut wajah prihatin dan sendu terlihat di keduanya saat menatapku, tatapan yang paling kubenci dari orang-orang yang ada di sekelilingku sekarang ini.

Aku tidak ingin tatapan itu, aku tidak ingin apa yang membuat mereka memandangmu kasihan benar terjadi.

“Hakim beneran nggak mau bangun Mas?” aduku pada Mas Lingga, berharap jika Mas Lingga mau membantuku membangunkan Hakim yang terlelap dalam tidurnya., mengabaikan Fenny Adisty yang kini mulai mengeluarkan isak tangisnya mendengar pertanyaanku.

Tapi nyatanya, Mas Linggapun sama seperti yang lainnya, sudut matanya yang berkaca-kaca terlihat saat dia merengkuhku kedalam pelukannya.

Tubuhku menegang, mendadak terasa lemah saat mendengar apa yang dikatakan Mas Lingga.

“Linda, ikhlasin Lin. Jangan nodai gugur hormatnya Hakim dengan ketidakrelaanmu.”

Air mataku yang sedari tadi mengering kini kembali tumpah di pelukan Mas Lingga, rasanya seakan ada tangan tak kasat mata yang mencekikku begitu kuat, menarik segala kehidupanku dengan begitu menyakitkan.

“Kenapa Mas, kenapa harus Hakim?” tangisku begitu histeris, rasanya aku ingin sekali melempar potret Hakim yang kini terpajang mengejekku, mengguncang tubuhnya yang terbaring tertutup bendera merah putih agar segera bangun dan berhenti bersandiwara.

“KENAPA HARUS DIA YANG GUGUR MAS?”

Kupukul Mas Lingga kuat-kuat, mencurahkan segala ketidakadilan yang terjadi padaku.

“BILANG SAMA HAKIM MAS, AKU BAKAL JAUHIN DIA SEPERTI YANG DIA MINTA ASAL DIA BANGUN MAS.”

“.......”

“SURUH HAKIM BANGUN, JANGAN SAKITIN LINDA DENGAN SANDIWARA KONYOL INI. BILANG SAMA HAKIM MAS, STOP BUAT BIKIN SANDIWARA YANG BIKIN LINDA BENCI SAMA DIA.”

“Linda!” Mas Lingga mengguncangku kuat, mencoba menenangkanku yang mulai histeris tidak terkendali.

Tatapan sendu dan sedih kini terlihat di wajah Mas Lingga saat aku menatapnya, sama seperti aku yang nyaris mati kehilangan kekasih hatiku, akupun lupa, jika Mas Lingga juga kehilangan sosok sahabatnya.
Bahkan seorang keras seperti Mas Linggapun meneteskan air matanya sepertiku sekarang ini.

Rangkuman di wajahku menyadarkanku jika bukan hanya aku yang terluka, begitupun dengan yang lainnya.

“Terima kenyataan Lin, melihatmu bersedih dan menangis, adalah hal terakhir yang diinginkan Hakim. Doakan, iklaskan, dan relakan. Kamu dengar Mas?”

Aku ingin menggeleng, menampik apa yang dikatakan Mas Lingga dan menyangkalnya. Tapi nyatanya, semua ini bukan sandiwara, ini semua kenyataan pahit yang harus kuterima jika sekarang aku berada di penghormatan terakhir sebelum Hakim di semayamkan.

Hakim, dia benar-benar meninggalkanku yang mencintainya untuk selamanya, meninggalkanku terpisah ruang dan waktu yang tidak akan bisa menjangkaunya lagi.
Hakim, dia pergi dengan penuh kebanggaan sebagai prajurit yang gugur di saat tugasnya, meninggalkan kenangan indah yang tidak akan bisa kulupakan seumur hidupku akan dirinya.

Karena sampai kapanpun, walaupun pada akhirnya aku akan menemukan bahagia seperti yang diinginkannya, seorang Hakim Perwira tetap memiliki tempat tersendiri di hatiku.

Laki-laki yang begitu mencintaiku dengan caranya yang begitu istimewa,  untuk sekarang, biarkan aku puas menangisimu Hakim, karena sekuat apapun aku.

Merelakan kepergianmu itu seakan mencabut nyawaku sendiri.
Duniaku gelap seketika saat melihat jenazah Hakim kini siap di berangkatkan menuju persemayaman terakhirnya, upacara pelepasan penuh kehormatan yang tidak sanggup kulihat.

Bisakah aku tidur saja selamanya seperti Hakim?

Karena aku sudah lelah merasakan sakit dan kecewa karena keadaan, seseorang yang selalu mengingatkanku akan syukur telah Engkau ambil, bagaimana jika aku menyusulnya saja.

Tidakkah Engkau mengizinkan?

Tubuhku serasa melayang, terakhir yang kulihat samar adalah wajah Syailedra, teman kecilku dari masalalu yang merengkuhku dari Mas Lingga.

Merelakan itu sulit, tapi bukan hal yang mustahil.

Bagaimana aku akan merelakan, jika cintaku padanya yang terpisahkan kematian terlalu besar.

Bisakah? Merelakan cinta yang terenggut dengan begitu paksa.
Terpisah ruang dan waktu yang bernama kematian.

Entah bagaimana hariku kedepannya, aku tidak berani untuk membayangkan, seiring dengan langkah perlahan seseorang yang kini menggendongku, aku ingin terus seperti ini, tenggelam dalam kegelapan yang membuatku merasa nyaman daripada berhadapan dengan kenyataan yang selalu tidak sejalan.

The End

Linda Natsir versi Wattpad berakhir sampai disini, buat kalian yang penasaran bagaimana akhirnya Linda dan Lendra bertemu, kalian bisa langsung meluncur ke Playstore/playbuku.

Akan ada 5part Ekstra di sana yang menjelaskan bagaimana kisah Linda setelah kematian Hakim.

Biar kalian nggak bingung baca Cinta dari masalalu.

Oohhh, iya, jangan protes kenapa Linda sama Hakim sad ending ya, ini realated sama kehidupan nyata, nggak semuanya Happy Ending, kadang kita perlu Sad sebelum Happy.

Begitupun dengan Linda Natsir dan keluarganya, terutama Mamanya yang selalu bikin kalian emosi jiwa.

So, terima kasih sudah ngikutin kisah nyeseknya Linda Natsir dari awal, harap-harap kalian terhibur. Jangan lupa masukin

CINTA DARI MASALALU ke Library kalian ya, pengobat sedih kalian di Season ini.

😊😊😊😊

Linda Natsir (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang