Siap Kehilangan

2.2K 520 40
                                    

Kuusap air mataku yang sudah mengalir deras dengan kasar, sekuat tenaga aku menahannya, nyatanya air mata sialan ini tetap saja tidak mau berhenti.

Aku bukan orang bodoh yang tidak mengetahui apa yang di bicarakan Hakim dan kedua orangtuaku.

Dulu aku berpikir, orang tua yang gila harta dan kehormatan hanya ada di sinetron murahan di Televisi, nyatanya, kini kedua orangtuaku pun melakukan hal sekeji tersebut padaku.

Tanpa mereka tahu, jika apa yang mereka lakukan dengan dalih untuk kebahagiaanku justru melukaiku begitu dalam.

Hatiku hancur berantakan saat melihat betapa Hakim hanya bisa tertunduk mendengar Mama yang memojokkannya, menyebutkan jika seorang prajurit sepertinya tidak akan sanggup memberiku kebahagiaan.

Mencemooh Hakim sebagai seorang yang tidak punya apa-apa selain kebanggaannya sebagai seorang Perwira, Mamaku lupa, jika kebahagiaan putrinya bukan hanya materi belaka, tapi bersama dengan orang di cintainya.

Mama tidak pernah berpikir, jikapun harus hidup di sebuah rumah dinas sederhana dan menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang membahagiakan untukku, jika aku menjalaninya dengan orang yang menyayangiku sebagai Linda Natsir yang apa adanya.

Apa Mama pikir aku akan bahagia menghabiskan waktu seumur hidupku dengan seseorang yang beliau pilihkan, seseorang yang dianggap beliau mampu memberikan kebahagiaan untukku sementara orang tersebut hanya mengenalku sebagai Tuan Putri keluarga Natsir yang berlindung di bawah ketiak nama besar orangtuanya.

Mamaku keterlaluan, Papa ku sama sekali tidak membantu, dan Hakim seperti orang bisu, diam seribu bahasa saat Mama mencecarnya, tanpa ada sedikitpun jawaban yang di tunjukan untuk mempertahankan ku.

Inikah sebab dia tidak pernah mau menjawab janji untuk tidak meninggalkanku? Karena pada akhirnya, Hakim sama sekali tidak berniat untuk membuatku tetap berada di sisinya.

Hakim hanya menunduk pasrah, membiarkan Mama terus menerus berceloteh segala hal yang di anggap beliau mampu untuk membahagiakanku, segala hal yang tidak di miliki Hakim.

Sebegitu tidak beratikah cinta dan rasa bahagia yang kami berdua rasakan hingga tidak mampu membuat Hakim menampik semua yang di ucapkan Mama.

Ku cengkeram dadaku yang terasa sesak, merasakan sakit yang rasanya membuatku sesak walau hanya sekedar untuk bernafas.

Aku baru saja menemukan warna baru di hidupku, merasakan betapa aku di cintai sebagai diriku sendiri, tanpa aku harus perlu berpura-pura menjadi orang lain agar mereka menerimaku.

Dan semua kebahagiaan itu terenggut secepat aku merasakan indahnya jatuh cinta pada lelaki yang tidak kini punya daya melawan Mama, melawan sosok orangtua yang selama ini menggantikan peran sebagai orangtua asuhnya.

Jika aku tidak mengingat sosok yang tengah mengolok-olok Hakim adalah Mamaku, mungkin aku sekarang aku akan langsung memukulnya, meminta beliau berhenti untuk tidak menghakimi keadaan Hakim.
Bukan keinginan Hakim lahir tidak seberuntung Mas Lingga yang menjadi tolak ukur Mama untuk menjadi pendampingku.

Tapi yang tengah berdebat menyuarakan apa yang terbaik untukmu adalah orang-orang yang kucintai.

Duniaku seakan runtuh saat akhirnya Mama memberikan pilihan pada Hakim, sebuah pilihan yang tidak bisa di jawab oleh laki-laki yang ku cintai ini.

Akhirnya setelah semua yang terjadi dalam hidupku, kali ini tangisku tidak bisa kubendung lagi, aku menangis tergugu meratapi kebahagianku yang berakhir dengan cara yang mengenaskan.

Begitu tragis kisahku, harus menyaksikan bagaimana cintaku berakhir tanpa restu karena satu hal klasik bernama perbedaan status.

Ditentang orangtuaku, dan tidak di pertahankan oleh kekasihku.

Linda Natsir (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang