Peringatan

2.2K 482 28
                                    

Tidak ada kata pacaran, hanya saling mengucapkan jika saling cinta, dan ternyata itu menyenangkan, aku merasa sekarang bibirku tidak pernah berhenti untuk tersenyum.

Bahkan beberapa teman satu matkulpun heran dengan perubahanku karena menurut mereka aku menjadi lebih manusiawi.

Rasanya hidupku yang awalnya flat dan monoton menjadi lebih berwarna dengan suara sapaan Hakim di sela kesibukan tugasnya di Humas.

Hanya sekedar menanyakan kamu sedang apa, dan jangan lupa untuk makan siang saja sudah membuatku tersenyum tanpa henti, Hakim bukan laki-laki romantis yang tiba-tiba mengirimkan bunga ataupun memberikan hadiah, dia masih sama Hakim yang datar dan kaku, tapi terkadang hanya dengan segelas susu madu hangat yang dibuatkannya untukku saat aku harus lembur tugas sudah membuatku tidak bisa tidur dibuatnya.

Semua, apa pun yang kulakukan bersama Hakim akan berakhir dengan bahagia, berbanding terbalik denganku yang selalu di manja oleh para asisten rumah tangga, yang untuk menyentuh pisau saja aku tidak di izinkan, kehilangan sosok orangtua membuat Hakim begitu mandiri.

Dengan sabar, di saat hari minggu tiba, bukannya mengajakku jalan-jalan layaknya pasangan di luar sana, Hakim justru mengajakku seharian di dapur, memperlihatkan kemampuannya memasak yang membuatku semakin jatuh hati padanya, dan terpacu untuk tidak mau kalah dengannya.

Hakim merubahku menjadi lebih baik, tanpa mengguruiku menjadi orang lain.

Segala hal sederhana akan menjadi lebih indah di lakukan bersama, sepertinya keputusan Papa untuk meminta Hakim menjagaku adalah keputusan Papa paling tepat seumur hidupku.

"Aku udah di parkiran."

Hanya dengan membaca pesan tersebut senyumku kembali muncul, dengan cepat ku sesap habis jus alpukatku dan membereskan semua barangku yang ada di atas meja.

Bergegas ingin segera bertemu dengan orang yang sedari tadi ku tunggu.

"Linda!!"

Langkah yang terburu harus terhenti saat Daisy memanggil dan berusaha menyamai langkahku, cengiran terlihat di wajahnya saat tahu aku berepot-repot menunggunya.

"Kenapa?" tanyaku sembari melangkah saat dia sudah sampai di dekatku.

"Sekarang gue lihat lo bahagia banget, sering senyum-senyum kalo gue perhatiin. Bahagia ya lo sekarang?"

Aku mendengus sebal mendengar perkataan dari Daisy yang mewakili para netizen maha benar yang menghakimi orang untuk terlihat selalu salah.

"Terus maunya lo gimana, judes salah, senyum salah!"

Daisy terkikik, tawanya selalu bisa mengundang perhatian, sebenarnya selain elstrovert, dia sepertinya juga manusia yang tidak tahu malu.

Lihatlah tidak terpengaruh dengan wajahku yang kata orang sebagai wajah sombong, Daisy menjawil daguku dengan gemas.

"Aaaahhhh, gue tahu, efek lo sering anter jemput sama pacar lo yang ganteng pakai seragam pressbody itukan?"

Astaga, kenapa manusia tak tahu malu ini sebelas dua belas dengan Mas Lingga sih jika menggodaku, aku yakin, jika Mas Lingga tidak cinta mati dengan cinta masa kecilnya, dia akan cocok dan klop sekali dengan Daisy sekarang ini.

"Sok tahu!"

Tapi toyoran dan kalimat ketusku sama sekali tidak di taggapi serius olehnya, kekeh tawanya kembali terdengar, "Gue pernah bilang kan, pacar lo kayaknya jauh lebih baik dari pada si Bram, dia itu brengsek tahu_"

Rasanya aku tidak bisa menahan rasa penasaranku akan apa yang di maksud Daisy dengan Bram yang brengsek, sekenal apa Daisy pada Bram sampai bisa menilai Bram brengsek dengan berulang kali, tapi apa yang ku lihat di depan mata sekarang ini membuatku lupa dengan penasaranku tersebut.

"Tapi sepertinya Bram kena batunya deh, cewek yang dia pilih masih tebar pesona sama pacar lo, tuh lihat!"

Fiks, rasa amarah masuk ke dalam dadaku, Bunga, selebgram baru yang mulai di kenal karena penampilan hijabnya yang modis dan tunangan seorang Pengacara muda terkenal kini tampak begitu antusias berbicara dengan Hakim yang tampak datar.

Tapi tetap saja bisa ku lihat Hakim menanggapi ocehan Bunga yang entah apa, rasanya kepalaku langsung pening saat mengingat bagaimana Bunga tempo hari yang mengatakan betapa menariknya seorang Hakim, sosok sempurna material Husband untuknya.

Dan sekarang, Bunga benar-benar mendekati Hakim, dan menunjukkan ketertarikannya pada Hakim dengan begitu kentara.

Salahkah aku jika aku cemburu, tidak memedulikan ada Daisy di sampingku, aku menghampiri mereka dengan cepat.

Berbanding terbalik dengan hatiku yang bergemuruh, senyuman manis yang jarang muncul di bibirku kini justru tersungging, terlebih saat laki-laki yang ku cintai kini sadar akan kehadiranku.

"Linda!"

"Linda!"

Aku langsung meraih lengan Hakim dan memeluk lengan kokoh tersebut, mengacuhkan sapaan dari mereka berdua, aku langsung menatap Bunga yang tersenyum teduh.

Senyum yang akan ku kira sebagai senyuman tertulus jika aku tidak tahu niat di belakangnya.

"Aku cuma nemenin Pacarmu ngobrol selama nunggu kamu kok. Kamu nggak marah kan?" tanyanya dengan lembut.

Aku tersenyum miring mendengarnya, dia bisa bersikap baik walaupun sebuah kepura-puraan, maka aku akan membalasnya dengan lebih baik.

"Nggak marah kok Bunga, tapi lain kali nggak usah di temenin ya, dia udah gede." Aku beralih menatap Hakim yang terkekeh geli melihat kecemburuanku, sebelum aku menatapnya kembali.

"Aku cuma nggak sengaja ketemu terus nyapa. Nggak ada yang salahkan?"

Heeeh, memangnya aku tidak tahu apa yang tersembunyi di balik wajah cantikmu itu.

"Salah!!" tukasku tegas, membuat Bunga berjengit karena terkejut, "Aku sudah bilang bukan, jangan pernah tersenyum pada kekasihku, tersenyumlah sesuka hati pada laki-laki yang kamu miliki."

Dengan cepat Bunga menguasai keterkejutannya akan suara ketusku, tapi hanya sebentar karena kini mencoba berbicara pada Hakim yang sejak tadi hanya diam.

Hakim tahu benar aku sedang cemburu sama seperti saat dia bersama Letnan Fenny Adisty, Syukurlah dia bukan laki-laki yang mudah terhasut.

"Loh, aku cuma ngajak ngobrol sama pacarmu, memangnya kamu kira aku ngapain Linda? Lihat deh, pacarmu kok cemburunya kayak gini sih? Cowoknya cuma di ajak ngobrol marahnya kek ketahuan selingkuh, dasar freak!"

Aku tertawa mendengar Bunga yang tampak kesal dan merasa sakit hati atas perkataanku, mengadu pada Hakim.

"Dia memang nggak suka aku ngobrol sama perempuan lain Mbak, aku kan sudah bilang dari tadi sama kamu."

Aku mendekat pada Bunga yang syok atas tanggapan Hakim, mungkin Bunga tidak menyangka jika Hakim sudah mengetahui sikap gilaku, kali ini aku memang berlaku jahat pada orang, tapi orang ini harus tahu, aku hanya melindungi apa yang menjadi milikku, aku tidak ingin kecolongan untuk kedua kalinya, terlebih dengan orang yang sama.

Katakan aku seperti orang yang tidak waras, tapi aku sangat menikmati wajahnya yang ketakutan sekarang ini karena intimidasiku.

"Jangan dekati laki-laki milik perempuan gila ini, Nona."

Linda Natsir (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang