Kencan Antimainstream

2.4K 506 50
                                    

"Kamunya dimana sih, Kim?"

Dengan sebal aku langsung menodong Hakim dengan pertanyaan begitu sambungan teleponku di angkat, sudah beberapa hari pasca aku dengan bodohnya menyatakan perasaan cemburuku padanya. Hakim justru sibuk di kantor, hanya bisa sekedar mengantar jemputku dan setelah itu dia akan sibuk dengan entah apa tugasnya.

Entah benar-benar tugas, atau sibuk dengan Kowad cantik yang kutemui tempo hari.

Dan sekarang, di hari ini saat aku mencarinya untuk sarapan aku sudah menemukan kamarnya sudah tertata rapi, seakan semalaman penuh dia tidak tidur di rumah, atau malah dia yang pergi pagi buta.

Bisa-bisanya dia tidak mengantarku pergi kuliah pagi tanpa berpamitan atau meninggalkan pesan via chat.

Jadi, jangan salahkan aku jika sekarang aku marah bahkan sebelum dia mengucapkan salam, ini waktunya pulang kampus, dan aku masih belum menemukannya mengirim pesan padaku.

Hakim kenapa sih dia ini, tarik ulur kek layangan.

Suara di kekehan geli di seberang sambungan terdengar, membuatku mengernyit heran sekaligus kesal, tapi semakin lama, aku justru mendengar suara tersebut rasanya semakin keras terdengar.

Tepukan di bahuku membuatku berbalik, wajah tampan dengan senyum tipis khas dirinya kini berdiri di belakangku dengan begitu gagah di balut seragam kebesarannya.

Kejutan apa lagi yang lebih menyenangkan dari pada rasa rindu yang bertemu obatnya, perumpamaan yang berlebihan memang, tapi untuk orang yang baru merasakan betapa indahnya di cintai itu benar adanya.

Walau pun bertemu setiap hari, berada di satu atap yang sama, tetap saja aku merasa kurang.

"Aku sekarang ada di depan perempuan cantik yang sedang kesal." ucapan Hakim yang pelan terdengar di telepon kami yang saling terhubung.

Wajah datar yang sempat membuatku sebal itu kini memainkan alisnya menggodaku yang masih di kuasai rasa terkejut akan kehadirannya.

"Kamu tahu nggak, semakin dia kesal, dia semakin terlihat cantik, sayangnya dia cantik-cantik tapi bodoh."

Aku tersenyum kecil, merasai rasa aneh tapi menyenangkan sikap kami yang alay ini, saling berhadapan tapi berbicara melalui telepon.

Mungkin orang-orang yang melihat kami sekarang ini akan mengatakan jika kami berdua pasangan aneh.

Tapi orang jatuh cinta boleh kan jika sedikit gila.

"Bodoh kamu bilang?" tanyaku dengan suara ketus, berpura-pura marah karena baru saja di katainya bodoh.

Hakim mengangguk kecil, mengiyakan pertanyaanku, "Iya bodoh, mana ada seorang Tuan Putri mau menerima cinta seorang membosankan seperti laki-laki yang sedang berbicara di depannya sekarang ini."

Tuan Putri, dulu aku selalu sebal jika ada yang mengataiku seperti itu, membuatku terkesan manja dan tidak apa-apa, tapi saat Hakim mengucapkannya sekarang ini, aku seperti merasa jika aku seorang yang istimewa untuknya.

Tuhan dan takdirnya memang bekerja dengan cara yang begitu misterius, layaknya sebuah novel picisan, dari benci menjadi cinta hanya dalam waktu singkat.

Tanpa alasan, dan tanpa sebab, mengubah Hakim yang membosankan menjadi penuh kehangatan, dan membuat Linda yang angkuh menjadi perempuan paling manja.

Dengan hati yang membuncah aku menanggapi kalimatnya, "Biar nggak ngebosenin, gimana kalo sekarang kita jalan-jalan?"

Hakim menutup teleponnya, dan memilih mendekat padaku, Hakim benar-benar menepati janjinya untuk  tersenyum bahagia hanya denganku, kalian pasti tahukan bagaimana senyuman bahagia, atau hanya sebuah formalitas?

Linda Natsir (Tersedia Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang