“Kamu masih mencintai Hakim?”
Langkahku yang baru saja memasuki ruang makan langsung terhenti saat Mama melontarkan pertanyaan yang sudah sangat ketahui jawabannya.
Aku berdecih kesal, menatap sosok wanita yang telah melahirkanku ini, sosok angkuh yang banyak di elu beribu orang di luar sana sebagai Wanita tangguh nan sempurna cerminan feminisme dan kesetaraan gender yang nyata.
Mereka tidak tahu, jika di balik kesempurnaan Mamaku mengorbankan hati para anaknya agar bersanding dengan orang yang menurutnya setara dengan beliau, mengabaikan cinta dan kenyamanan yang tidak akan bisa di beli dengan harta seberapapun banyaknya.
Entah siapa yang beliau nilai sebagai sosok yang setara sampai aku dan Mas Lingga menjadi korban kekejaman beliau ini, hanya karena mencintai seseorang yang beliau anggap tidak pantas.
“Menurut Mama bagaimana?”
Tanpa mempedulikan tatapan tajam Mama aku meraih roti bakar yang sudah di siapkan oleh Bik Yuni, memakannya dalam diam setelah semalaman perutku tidak terisi apapun.
“Apa matamu buta tidak melihat Hakim yang mengenalkan calon istrinya pada Mama?”
Kuhentikan kunyahanku, menghela nafas mencari kesabaran dari emosi yang di sulut Mamaku sendiri, sekarang otakku mulai berpikir macam-macam, berpikir jika sebenarnya wanita yang tengah emosi tidak jelas ini bukan Ibu kandungku.
Niat sekali beliau membuat pagiku sama suramnya seperti semalam.
“Ya, Linda buta Ma. Silahkan jika Mama ingin menertawakan Linda karena masih mencintai seseorang yang semalam Mama rayakan kedatangannya dengan membawa kekasihnya.”
Sebuah tempelengan keras kudapatkan di kepalaku, cukup kuat hingga membuatku meringis. “Dasar tidak tahu malu, berani sekali kamu berbicara omong kosong seperti itu di depan Mama, mengemis cinta di depan laki-laki yang sudah mempunyai calon istri, apa urat malumu sudah putus?”
Tidak cukup hanya sampai disitu, seakan belum cukup menghancurkan hatiku, Mama semakin keji menguak patah hatiku.
“Dua tahun Mama menjauhkan Hakim darimu, dan sekarang Hakim sudah menurut dengan baik melupakanmu seperti yang Mama harapkan, lalu kenapa kamu seperti orang bodoh yang menunggu laki-laki rendahan seperti Hakim.”
Rendahan Mama bilang, cengkeraman tanganku pada totebagku menguat, Hakim sudah membuatku patah hati, tapi mendengar Mama begitu menghinanya membuat emosiku melonjak naik.
Jikapun tidak dengan Hakim, apa Mama akan terus-menerus menghalangi cintaku?
“Kamu itu seorang Natsir, seorang dari terhormat sepertimu harus mendapatkan laki-laki yang sama sempurnanya, bukan ajudan Papamu yang bahkan hanya seorang Yatim, kamunya bodoh dan Hakim yang lancang, jika Hakim datang menemui Mama tidak mengatakan membawa calon Istri, Mama nggak akan sudi nerima dia di rumah ini.”
Kupejamkan mataku rapat-rapat merapal doa dan terus mengingat jika Wanita yang tengah kehilangan emosinya ini adalah orangtuaku, jika beliau adalah makhluk sejenis Renita, aku tidak akan sungkan melemparnya ke akhirat dengan jalur eksekutif.
“Untung saja dia masih punya harga diri dan muka, tidak ngotot mengejarmu, jika tidak Mama tidak akan segan mengirimnya ke Papua sana.”
Aku beralih pada Papa yang ada di ujung meja, menyesap tehnya dengan begitu tenang seakan tidak terganggu dengan teriakan Mama.
Kadang aku suka gemas dengan sikap Papa yang masa bodoh dengan Mama yang gila hormat ini, tidakkah Papa ingin menegur istrinya ini? Yang dia caci maki dari tadi adalah manusia, sekarang bisa saja Mama membencinya karena tidak punya apa-apa.
Tapi jika dunia sudah berputar dan memamerkan apa yang bisa di perbuat takdirnya, apa Mama tidak malu jika satu hari nanti Mama yang berganti hutang budi dengan Hakim atau siapapun yang telah beliau hina.
“Pa, apa Papa tidak menyesal memilih Mama menjadi Istri?” pertanyaanku pada Papa langsung disambut kekehan tawa Papa dan juga teriakan histeris Mama.
“Linda! Kurang ajar kamu ya!”
Aku menatap Mama, rasa hormat dan takutku ada beliau sudah hilang tak berbekas karena sikap beliau sendiri.
“Linda saja malu mempunyai orangtua gila hormat seperti Anda Nyonya Natsir, semoga Tuhan satu hari nanti membuat Anda berhutang budi ada orang yang telah Anda hina, agar Anda tahu, jika tidak ada satupun yang berbeda.”
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
“Dokter Linda.”
Baru saja aku keluar dari ruang bedah bersama para dokter senior, Suster Hana sudah memanggilku.
“Kenapa Han?” kulepaskan pakaian bedahku, dan memakai kembali jam tangan serta cincin yang sempat ku lepas sebelum masuk ruang operasi tadi.
“Ada Tentara nyariin Dokter.”
Aku menoleh, meraih ponselku dan sama sekali tidak menemukan pesan dari Mas Lingga yang mengatakan dia akan datang ke rumah sakit.
Lalu siapa yang mencariku?
“Siapa Sus, ada apa nyariin aku?”
Suster Hana mengangkat bahunya, “Tentara perempuan namanya apa sih Dok, dia cuma bilang mau ketemu sama Dokter Linda, residen di rumah sakit ini, cuma Dokter kan?”
Aku mengangguk, memilih mengikuti Hana sembari bertanya-tanya Kowad mana yang mencariku, jangan bilang jika Kowad yang bersusah payah mencariku adalah Fenny Adisty.
Aku sungguh tidak ingin melihat sosok yang kemarin malam di gandeng Hakim penuh kemesraan tersebut, hariku sudah buruk sejak kemarin, bahkan hari ini pun mendadak para residen menjadi manusia paling hina yang mendapatkan kekejaman dari para senior, dan aku tidak ingin lebih buruk lagi.
Tapi sayangnya apa yang tidak ingin kulihat justru kudapatkan, perempuan berambut sebahu dengan wajah cantik bak perempuan Korea itu benar menungguku.
Tersenyum tipis padaku yang hanya menatapnya datar saat dia melihat kehadiranku.
Bagaimana Hakim tidak menjadikan dia penggantiku jika ada Fenny Adisty yang tampak seperti bidadari walaupun seragam loreng yang garang melekat di tubuhnya yang menjadi idaman para wanita.
“Bisa kita berbicara dokter Linda, ada hal yang perlu kita luruskan.”
Tanpa menunggu jawabanku Letnan Fenny Adisty berjalan meninggalkanku, berjalan lebih dahulu dengan langkahnya yang tegap sekaligus anggun di saat bersamaan.
Dan di sinilah akhirnya, di Cafe tepat seberang rumah sakit, saling menatap tanpa saling membuka suara.
“Aku dan Hakim tidak ada hubungan apa pun Dokter Linda.”
Suara Fenny Adisty membuat segala hal yang berkecamuk di dalam kepalaku buyar seketika, sepertinya aku memang berhalusinasi mendengar Fenny Adisty mengatakan jika dia dan Hakim tidak ada apa pun saking berharapnya aku hal itu benar terjadi.
Mengerti dengan wajah angkuhku yang mendadak cengo, kikik tawa terdengar dari perempuan cantik di depanku sekarang ini.
“Apa otakmu yang menjadi Dokter itu terlalu penuh dengan diagnosa sampai tidak bisa menangkap jika Hakim melakukan hal sekonyol ini agar bisa tetap melihatmu?”
Blank, otak pintarku mendadak tumpul mendengar pernyataan Fenny Adisty, jadi semua hal yang terjadi sejak semalam hanya sebuah sandiwara dari Hakim.
Kini kalimat yang keluar dari Fenny Adisty benar-benar membuatku ingin mengubur diri dalam-dalam ke lautan Pasifik, segala kekecewaan dan sakit hati yang kurasakan atas apa yang terjadi semalam, sama sekali tidak ada apa-apanya dengan pengorbanan Hakim.
“Aku akan dengan senang hati mengobati Hakim dengan cinta tak sampainya Dokter Linda, tapi sayangnya, hanya demi agar bisa kembali bisa melihatmu, mendekati cintanya yang terhalang status yang begitu lebar dan mencintaimu yang tidak tercapai olehnya, dia mau menjadi orang bodoh.”
Astaga Hakim!
“Bodoh bukan, mencintai seseorang yang hanya egois merasa jika dia yang paling tersakiti oleh keadaan, sampai lupa, jika hanya demi untuk bisa melihatnya dia mengorbankan hati dan harga dirinya.”
Air mataku menggenang, semua yang dikatakan Fenny Adisty benar-benar menamparku, memori tentang pesan Hakim di Kantor Papa yang membuatku murka padanya kini menjadi masuk akal dengan sandiwara nekad yang di lakukannya.
Fenny Adisty benar, aku perempuan egois yang naif, merasa begitu tersakiti saat Hakim melakukan segala cara hanya agar batasan Mama yang dibuat selama dua tahun ini bisa di lewatinya.
“Jika menyesal, temui dia, setidaknya jangan biarkan apa yang dia lakukan berakhir sia-sia, aku sudah berbaik hati memberitahumu, walaupun aku tahu, Hakim akan mendiamkanku setelah aksi emberku ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Linda Natsir (Tersedia Ebook)
RomanceSiklus hidup manusia itu begitu sederhana. Hanya terdiri dua bagian, Bahagia dan Sedih. Disaat kita jatuh hati, dunia begitu penuh dengan warna-warni indah, dan kita hati akan patah jika tidak bersambut dengan cintanya, dan seiring waktu kita akan k...