20

474 66 4
                                    

🍓🍓🍓





"Aku akan tinggal di apartemenku mulai hari ini. " ucap Yoona masih fokus dengan roti selai di piring depannya.
Yoona tak bergeming dan masih melanjutkan menyantap sarapannya.  Tanpa sedikit pun mendongak hanya sekedar menatap bagaimana perubahan raut wajah appa nya ataupun Nari yang terkejut juga ada ketegangan tergambar jelas di wajah mereka. Hening.

Tuan Im dan Nari tahu betul kenapa Yoona berkata seperti itu. Gadis itu tak akan terang-terangan berkata akan tinggal di apartemennya jika dia baik-baik saja seperti yang terlihat. Karena selama seminggu ini - sejak mengetahui kebenaran ibunya, Yoona mencoba bersikap biasa-biasa saja,  meski dipaksakan. Jelas luka itu masihlah menganga di hati Yoona.

Selama ini Yoona memang lebih memilih tinggal dirumah bersama appa nya dan Nari, karena bertemu dan berkumpul dengan mereka dirumah adalah hal yamg paling membahagiakan bagi Yoona. Hanya sesekali mengunjungi apartemennya, memastikan tempat itu bersih, karena memang ada yang merawatnya seminggu dua kali disana. Jika berkata seperti itu sudah pasti Yoona memutuskan meninggalkan rumah mereka dalam waktu yang tak sebentar.

Tuan Im menarik napas dalam, menghembuskannya perlahan seraya meminum gelas air putih di depannya.  Tak ada niatan sama sekali untuk menyahut ataupun protes akan keputusan Yoona.  Yoona memang butuh menenangkan dirinya sendiri.  Sudah jauh lebih baik gadis itu tak membenci appa juga kakaknya,  karena Yoona memang tak membenci mereka.  Yoona hanya butuh sendiri memenangkan pikirannya. Menghilangkan pikiran buruk yang bercokol di otaknya.

Nari menatap lekat wajah adiknya yang baru saja melahap potongan terakhir sarapannya.
"Yoon....apa kau tak keterlaluan? "geram Nari.  Menurut Nari, adiknya memang terlalu jauh,  Yoona boleh saja marah tapi tak harus sampai meninggalkan rumah.

"Apa menurut eonni aku keterlaluan? " lantas Yoona menjawab tak kalah dinginnya.

Setelah meneguk air minumnya Yoona membalas tatapan Nari.
"Ku rasa sudah waktunya aku juga harus belajar hidup mandiri.  Aku akan membiasakan untuk tidak bergantung pada siapun.  Aku tak ingin merasa sakit hati dan dihianati lagi. Aku sudah menahannya selama 25 tahun.  Aku tak pernah berani bertanya apalagi membahasnya.  Jadi aku mohon,  aku membutuhkan waktu sendiri untuk saat ini. Aku sayang pada kalian, aku tak marah pada appa maupun eonni, itu bukan kesalahan kalian. Juga bukan kesalahan eomm......"Yoona menahan ucapannya,  menggigit bibir bawahnya. Menahan perasaan sakit juga kecewa yang kembali terasa. "Sudahlah. Aku sudah selesai." Yoona mendorong kursinya,  berdiri dari duduknya. "Appa,  maaf. Yoona berangkat,  appa jaga kesehatan ne. Aku sayang padamu appa. "
Yoona menenteng tasnya,  berjalan menjauhi meja makan keluar menuju mobilnya.


🍓🍓🍓



Waktu berjalan sangat cepat. Lewat dua minggu Yoona memilih hidup sendiri di apartemennya. Tak mau jadi anak durhaka, Yoona masih sering mengirimi appa nya pesan. Sekedar mengingatkan untuk tak lupa makan ataupun untuk menjaga kesehatan. Mereka masih berkomukasi dengan baik. Tuan Im tak bisa memaksa akan keiinginan Yoona. Meski merasa sedih tapi dia bersyukur Yoona tetaplah menjadi putrinya yang sayang padanya.  Meski dua minggu ini mereka tak bertemu, menahan rasa rindu juga kehilangan karena tak setiap hari bertatap seperti sebelumnya.

Berbeda dengan Nari,  kakaknya itu dengan keras menyuruh Yoona untuk tak kekanak-kanakan dan menyuruhnya kembali kerumah.  Dan pasti berujung dengan pertengkaran, meski hanya sebatas kata-kata. Lebih tepatnya Nari yang jadi banyak mengomel dan Yoona yang memilih acuh. Mereka tak pernah bertengkar seburuk itu sebelumnya.  Nari mengakui kesalahannya,  dia menyanyangi adiknya itulah alasannya kenapa Nari melakukan itu dan memilih menyembunyikan tentang ibunya dari Yoona. Nari tak ingin adiknya merasa sakit karena penghianatan ibunya sendiri.

STAND BY METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang