Rintik mengesakan terjun perlahan menuju bumi
Kilauan kristal menyentuh netra ini
Tak pedulu bintik hitam tipis jatuh
Dengan ada nya sang peluh
Raga melemah kian meluruh
Di antara puing-puing gemuruhGuntur mendobrak pertahanan, dengan kencang tergoyah tak tertahan
Terus berteriak dengan deklamasi
Mengisi kekosongan yang tak terisi
Menyisakan pilu yang terkikis
Timbul goresan dalam terminasi
Yang kian melekat dalam akal diri
Mencoba menyecam segala bulir kisah itu
Berupaya membuat raga terbelenggu
Adanya dikau begitu adidaya bagiku
Dengan segala canda tawamu
Membuat ku terlelap karena arip, yang sedari tadi kau tiupSenyum mu berputar dalam imajinasi
Tak kunjung juga terablasi
Hingga membuat ku adikasi
Lalu, arkian kau embara
Pergi kemana saja menurut hatinya
Meninggalkan ku yang tak kunjung bergranulasi seperti semula
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi Tabir Sang Insan [REVISI]
PoesíaKetika hati tak mampu untuk berteriak maka lengan yang akan bergerak... Ketika logika tak mampu berpikir maka lengan yang akan bergerak... Ketika hati tak mampu mengeksperisikan rasa maka mata yang akan menunjukanya... Semua organ mampu berkolabora...