Mata gadis itu sedikit melebar. Ekspresi terkejut itu persis seperti seorang anak yang ketahuan mengambil permen dari adiknya dengan sembunyi-sembunyi. Tidak, itu jelas perumpamaan yang berbeda. Lebih tepatnya seperti seseorang yang ketahuan saat mengendap-endap.
Meskipun dengan cepat dirinya mengubah ekspresi itu menjadi biasa, aku bisa tahu kalau ekspresi itu adalah jawaban dari pertanyaan tadi. Namun, aku harus mengakui kehebatan Felly, sebab dirinya bisa mengubah raut wajahnya dalam waktu kurang dari 2 detik.
Tawanya yang khas terdengar, diiringi dengan kalimat meragukan, "Enggak juga, kok. Walaupun ada yang nganggep aku gagal, aku enggak bakalan benci. Itu artinya aku emang gagal, 'kan?"
Senyuman yang dia perlihatkan mungkin sama, tetapi aku tidak bisa menebak lagi apakah itu hanya kedok atau ketulusan seorang gadis. Jika aku menekannya, Felly akan terus menjawab seperti sebelumnya. Pembicaraan kami berputar dalam lingkaran itu.
"Jadi kamu enggak apa-apa kalau ada yang ngatain kamu sebagai orang gagal?"
Terlalu cepat kalau harus mundur sekarang. Aku ingin memastikan orang seperti apa Felly Andara. Mengetahui informasi dari orang lain, terlebih lagi yang tidak aku ketahui identitasnya sama sekali kemungkinan besar adalah perangkap. Paling tidak, dengan kekuatan sendiri aku harus memastikan sesuatu.
Rencana Amemayu Children's adalah mengorbankan Felly, tetapi aku hendak tahu kenapa harus dia. Dipikirkan bagaimana pun, rasanya masih ada yang janggal. Alasan penargetan Felly Andara sama sekali tidak aku ketahui, bahkan serigala yang dimaksud oleh orang yang menelponku sebagai anonim.
"Kalau gitu aku juga pengen tanya, apa kamu enggak apa-apa, kalau dikatain sebagai anak gagal?" dengan senyuman manisnya Felly membalikkan pertanyaan.
Menarik, dia berusaha membuatku menjawab pertanyaan itu terlebih dulu untuk menyesuaikan jawabannya nanti. Ini juga bisa disimpulkan kalau Felly hendak membuatku mundur dari topik tersebut. Cara yang biasanya efektif untuk mematahkan asumsi lawan bicara dengan menyuruh mereka berada di posisi itu.
"Aku sama sekali enggak keberatan. Soalnya aku emang udah dianggap gagal dari dulu. Enggak, mungkin udah dari lahir." Aku menatap matanya, kali ini berbeda. Dia benar-benar heran dengan jawabanku barusan, seperti melihat sisi lain dari dunia yang tidak diketahui olehnya.
"Apa kamu beneran enggak apa-apa kalau dianggap gagal? Apa kamu enggak kesal kalau kamu udah berusaha sekuat tenaga, tapi kamu tetap aja dikatain gagal? Kamu udah berhasil, berusaha bikin bangga, tapi hasilnya tetap aja bikin kamu dianggap gagal. Apa kamu enggak kesal?"
Pertanyaan demi pertanyaan terus menghujaniku. Topeng yang selama ini menutupi wajah Felly tanpa sadar sudah dirinya buka walaupun hanya sedikit. Dari pertanyaannya tadi aku sudah mendapat kesimpulan, dia memang orang yang benci dianggap gagal. Dengan begini aku bisa pergi ke tahap selanjutnya.
"Jadi kamu emang enggak suka dianggap gagal, ya?"
Seakan sadar telah melepaskan sedikit sifat aslinya, ketenangan Felly segera kembali. Dirinya benar-benar ahli dalam mengubah ekspresi. Tetapi, aku sudah berhasil melihat celah yang dia berikan. Kalau saja dia mengelak lagi, aku akan mengulanginya terus.
"Bukan gitu maksud aku," ujarnya sambil menundukkan kepalanya lagi, "kamu benar-benar bikin aku bingung."
Aku kembali teringat kejadian kemarin, setelah kembali ke asrama. Seseorang telah membawakan ponsel yang sengaja aku tinggalkan di kelas. Dengan kata lain, aku benar-benar menjadi target seorang Amemayu Children's yang bahkan sama sekali tidak diketahui siapa dia.
***
04 Agustus 2025
Asrama, ya? Bagiku ini lebih mirip seperti hotel daripada asrama. Kamar yang lumayan luas dengan kamar mandi dan dapur di dalamnya. Terdapat rak kosong serta lemari baju menempel dengan dinding dekat pintu. Bahkan ada televisi yang sudah disiapkan, sungguh berbeda dengan pandanganku tentang kamar asrama.
Aku menjatuhkan diri ke kasur, tepat setelah menghela napas. Smartphone-ku masih ada di kelas, aku tidak bisa mengambilnya karena ada dua orang yang merencanakan sesuatu di sana.
Dalam satu hari ini saja sudah bertemu dengan beberapa orang yang seumuran denganku dan tentu saja karakter mereka lebih beragam daripada saat di sekolah dasar dulu. Aku tidak tahu mengenai sifat remaja SMP, karena tidak pernah mengalami masa-masa itu. Tiga tahun hanya kuhabiskan untuk menyelesaikan kurikulum yang sangat membebani otak.
Suara pintu diketuk terdengar, mengalihkan perhatianku yang baru saja hendak terlelap. Bunyi itu terus berulang, sampai akhirnya aku bangkit dan berjalan ke sana untuk melihat siapa yang mengunjungiku sebagai anak baru. Mungkin saja staf asrama yang ingin memberikan arahan atau sesuatu. Entahlah.
Tepat ketika pintu terbuka, tidak ada seorang pun. Aku berusaha menengok ke kiri dan ke kanan, memastikan kalau saja ada jejak orang yang tadi mengganggu istirahatku tadi. Sayangnya, aku tidak bisa menemukan sosok lain di sana. Saat hendak kembali menutup pintu, mata ini mendapati sebuah kotak coklat.
Persis seperti hadiah ketika ulang tahun, kotak persegi panjang itu dihiasi oleh pita merah yang indah. Aku membuka tutupnya, sedikit penasaran dengan isi di dalamnya. Keterkejutanku sama sekali tidak bisa disembunyikan. Ponsel yang tadi tertinggal di kelas sudah berada di tanganku, bersama dengan dua catatan kecil.
[Felly Andara adalah lulusan SMP 9. Dia sangat tidak suka berada di Kelas F karena pada kenyataannya Kelas F adalah kelas untuk orang-orang tidak berbakat dan orang-orang menyedihkan. Dia tidak suka dianggap sebagai anak gagal.]
Catatan pertama itu adalah informasi tentang gadis pertama yang mengajakku bicara di kelas. Lalu aku melihat catatan kedua. Isinya lebih seperti instruksi yang berhubungan dengan menggunakan catatan pertama.
***
Wajah Felly memerah, kekesalannya dapat terlihat walau hanya sekilas. Memang benar seperti yang ada dicatatan itu, gadis ini sama sekali tidak suka dianggap sebagai orang yang gagal. Aku dapat mengkonfirmasinya, mungkin akan sangat berguna nantinya.
"Kenapa kamu enggak suka dianggap gagal?" informasi ini masih kurang, aku ingin lebih mengenali seperti apa orang bernama Felly Andara.
"Kamu enggak bakalan pernah paham. Kamu yang enggak masalah kalau dianggap gagal, enggak bakalan paham apa yang aku rasain." Dia tertunduk, mengepal tangannya dengan erat. Meskipun cara bicaranya sama, nada itu jelas sangat berbeda. Seperti suara seseorang yang terkena tekanan dari dalam hatinya.
Dengan asumsi sederhana, mungkin aku bisa menyimpulkan kalau Felly adalah orang yang akan mendengarkan keluh kesah teman-temannya. Akan tetapi, dia tidak mau menceritakan beban hatinya pada orang lain. Tipe orang yang mudah hancur dan akan melakukan segalanya sendirian.
"Kamu denger sendiri, 'kan? Kalau orang yang ada di Kelas F itu pasti bakalan kena DO. Kalau aku kena Do, mereka pasti bakalan anggap aku beneran gagal," keluhnya ketika mengangkat mukanya. Sepertinya pertahanannya yang tadi sudah hilang, tidak ada lagi kepura-puraan. Felly meneteskan air matanya, aku telah berhasil masuk ke dalam masalah pribadi gadis itu.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh Amemayu Children's pada Felly, tetapi melihatnya yang bersedih ini membuat hatiku sedikit terluka sehingga tanpa sadar aku berkata.
"Aku enggak bakalan biarin kamu keluar dari sekolah. Aku bakalan jadi jaminan buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Popularitas adalah Segalanya (Vokal)
Teen Fiction"Sebenarnya aku tidak berharap banyak, kalau kau bisa mengeluarkan dia sebelum akhir semester maka kamu bebas. Kamu tidak perlu lagi mengeluarkan murid-murid lainnya. Tapi, karena aku yakin kamu pasti kesulitan, rasanya untuk Agustus ini, aku akan m...