3rd Event: Rumpelstiltskin (Bagian 5)

98 31 2
                                    

Seutas senyum tiba-tiba mengembang dari bibirnya, seperti telah kehilangan segala kekhawatiran yang tadi Felly simpan. Walaupun wajahnya sedikit menunduk, masih dapat kulihat jelas sorot matanya yang sendu. Berlawanan sekali dengan ekspresi yang ingin dia perlihatkan.

"Apa salah kalau aku khawatir? Padahal aku udah berusaha buat benci sama dia, tapi dia itu orang pertama yang sifatnya mirip sama aku. Selama ini aku selalu makai topeng biar enggak kesepian, tapi dia ...."

Kalimat itu terputus, tepat ketika Felly benar-benar mengangkat kepalanya. Aku sedikit terkejut, tidak pernah menduga kalau akan ada air yang jatuh membasahi pipinya.

Dia orang yang paling mengerti tentang kesepian karena selalu mengalaminya, berteman dengan orang yang memiliki nasib sama dan mau tidak mau harus membencinya pasti akan sangat sulit.

Aku tidak bisa berbuat banyak, lebih baik dia meluapkan emosinya selagi bisa. Suasana di sekitar sini belum ramai, karena memang terlalu pagi. Sejujurnya aku khawatir jika saja ada yang mendapati kami di situasi seperti ini, pasti akan menjadi topik hangat 'laki-laki yang membuat seorang gadis menangis'.

"Kalau kamu ragu semuanya bakalan sia-sia. Bukannya kamu bilang kalau kamu enggak mau jadi orang gagal lagi?"

Serangan kata-kata tadi tampak membuatnya tersentak. Hal itu memang terdengar kejam, lagi pula kalau bukan karena di bawah kendali Veronika aku tidak akan memaksanya sejauh ini. Kenyataannya aku juga belum benar-benar tahu apa yang sebenarnya ia inginkan sampai-sampai melibatkan Felly.

Jika saja, aku bisa membuatnya berhenti melakukan segala hal yang tidak dia sukai. Felly terkena imbas dari kelalaianku, lebih tepatnya karena aku terlalu meremehkan mereka yang bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Mengerikan, menghadapi satu saja sudah membuatku terjebak begini.

"Aku enggak mau dikatain gagal! Tapi, aku juga enggak mau kalau sampai Aila benci sama aku!" tegasnya dengan suara yang agak meninggi itu pasti akan menarik perhatian orang lain jika tempat ini ramai seperti biasa.

Rasanya aku harus bersyukur karena tidak ada seorang pun yang memperhatikan kami, karena memang hanya ada sedikit orang dan semuanya memilih untuk tidak peduli. Felly kelihatannya juga menyadari hal tersebut, sehingga dia berani mengungkapkan perasaannya secara gamblang.

"Kalau gitu apa enggak masalah kalau kamu yang kena dropout?"

Keraguan yang tadi ada di wajahnya berubah menjadi ketakutan. Bagi siapa pun yang memandang sekolah ini sebagai sekolah impian, pasti mereka akan sangat takut dengan kata dropout, karena dropout artinya gagal. Masa depan akan menjadi gelap jika seseorang mendapat label putus sekolah dari SMA Amemayu.

Dengan kata lain ini adalah ketakutan terbesar yang dimiliki oleh Felly Andara. Jika dia harus memilih antara berbaikan dengan orang itu atau tetap mempertahankan dirinya ada di sekolah, jawaban itu sudah sangat jelas. Aku hanya perlu menyalakan sedikit api keyakinan di dalam dirinya.

Tidak ada balasan lagi setelahnya, dia hanya bergerak ketika menyeka air matanya. Karena terlalu lama fokus pada Felly, aku baru sadar kalau tempat ini akan bertambah ramai. Dari arah asrama sudah terlihat banyak siswa yang berjalan kemari.

"Kamu udah enggak bisa berhenti. Kamu harus bisa milih, kamu atau dia yang harus keluar dari sekolah ini."

Aku berlalu, memasuki gedung pembelajaran setelah mengeluarkan kata-kata yang membuatnya harus benar-benar memilih. Walaupun aku kurang yakin dengan hasil akhirnya. Felly bisa saja masih menjadi incaran Ryan, meski laki-laki itu bilang terserah. Janji yang kuucapkan padanya dulu harus ditepati.

***

Pelajaran pertama hari ini adalah matematika, ya? SMA Amemayu memang sekolah seni, tetapi pelajaran umum juga diajarkan sehingga membuatnya seperti SMA biasa yang menambah beberapa mata pelajaran seni. Bukannya itu hanya akan memperbanyak beban di otak siswanya?

Popularitas adalah Segalanya (Vokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang