4th Event: Serigala dan 3 Ekor Babi (Bagian 2)

86 33 0
                                    

Pukulan keras pada meja bundar di kafe itu terdengar cukup keras. Aku yakin kalau suaranya bisa menarik perhatian murid senior yang ada di lantai atas. Respon yang wajar menurutku, karena siapa pun pasti akan menentang ide gila yang mengharuskan kami mengorbankan satu orang untuk terkena dropout.

Kepalan Radit masih menempel di meja. Dengan wajah garang dan beberapa urat yang terlihat di dahinya, situasi sekarang sudah bisa dikatakan mulai panas. Aku masih bisa memperhatikan ketenangan pada Kelvin, dia cukup acuh tak acuh dengan opsi yang kuberikan.

Sementara Yurina menampilkan ekspresi lebih seperti tidak percaya bercampur kaget. Matanya yang sedikit melebar itu menjelaskan semuanya. Aku masih bisa merasakan keinginannya agar tidak ada satu pun yang mendapatkan sanksi dropout.

"Apa-apaan ucapan lo barusan!? Itu bukan solusi, tapi bunuh diri!" Radit adalah orang yang paling tidak menerima langkah ini, dia mengibarkan bendera perang menentang usulanku.

"Jadi maksud lo, kita harus ngorbanin seseorang biar bisa tetep pentas?" akhirnya Kelvin angkat suara. Topik ini pasti akan membuat mereka memberikan pendapat yang sama, 'Penolakan'.

Aku mengangguk, memberikan respon atas pertanyaan Kelvin yang kepalanya lebih dingin dibandingkan yang satunya. Jika saja David tidak kuberitahu lebih dulu, bisa saja aku harus menghadapi dua orang barbar yang mungkin akan menghasilkan sesuatu yang buruk.

"Lo pikir kita semua mau ngelakuin hal itu!?"

Sekali lagi Radit meluapkan emosinya. Wajah itu semakin memerah dengan urat-urat di pelipisnya. Tatapan tajamnya mirip seperti pedang yang siap untuk menusukku kapan saja. Dalam kelompok ini, hanya dialah yang terkesan paling menolak tawaran tersebut.

"Jadi apa ada yang punya solusi lain?" saatnya bermain sebentar.

Pertanyaan yang kemungkinan kecil bisa dijawab adalah cara efektif agar orang lain bisa mendengar pendapatku lebih rinci. Radit hanya menilai segela sesuatu dari apa yang dia dengar pertama kali. Berbeda dengan Kelvin, dia membaca situasi terlebih dahulu.

"Kita dengerin rencana dia dulu, baru ambil kesimpulan." Yurina bersuara, melirik Radit dengan tatapan yang tidak dapat kumengerti.

Sekarang Radit tampak lebih tenang, ucapan Yurina tadi berhasil membuatnya kembali duduk di tempatnya. Melihat mereka sudah siap untuk mendengarkan, aku mulai memikirkan bagaimana cara ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. Apa pun jalannya, tujuan akhir yang kutetapkan harus tercapai.

"Gue kenal satu orang yang bisa buat kelompok kita tetap tampil. Tapi dia ngasih syarat. Syarat supaya ada satu orang dari kelompok kita yang kena dropout. Dia juga bilang kalau bisa ngehapus catatan merah kalian bertiga." Aku menjelaskan sesederhana mungkin. Rasanya mustahil ada yang tidak paham, 'kan?

"Apa-apaan itu? Lo percaya ama orang yang kagak jelas gitu? Gue enggak bakalan sudi kalau ada yang harus kena dropout dari kelompok kita!" Radit sekali lagi menjadi yang pertama menyuarakan keberatannya.

Sebenarnya aku juga tidak terlalu percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ryan Pratama. Namun, mengingat hal-hal yang terjadi dan perasaan tidak enak ketika bersamanya. Mirip seperti insting untuk menghindari bahaya, seperti itulah persepsiku ketika melihat orang tersebut.

"Siapa yang lo maksud?" tanya Kelvin dengan suara yang masih sama seperti tadi, tenang dan terkontrol.

"Hei, jangan bilang lo percaya sama kata-kata dia?" Radit kembali mengoceh, dengan muka yang sedikit merengut.

Aku tidak terlalu kenal dengan mereka berdua, bahkan bisa dikatakan berbincang dengan Radit dan Kelvin bisa dihitung dengan jari. Sulit membaca tabiat mereka sekarang, sehingga menjadi tantangan tersendiri agar bisa mencapai hasil yang kuinginkan.

Popularitas adalah Segalanya (Vokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang