Epilog

116 29 0
                                    

Epilog

Aku mengingat kembali hari di mana Ms. Oktavia mengatakan siapa sebenarnya targetku. Di saat itu juga aku menyetujui kontrak yang lebih mengerikan daripada sebelumnya. Apa lagi iblis itu menatap dengan tajam saat melihatku menerima kontraknya.

"Dengan begini kamu punya waktu sampai akhir semester untuk bisa mengeluarkan Aila Permata Putri dan saat semester kedua nanti kamu harus mengeluarkan Pricellia Fajrina. Tapi sebelum itu, kamu harus mengeluarkan seseorang dulu untuk membuktikan pada kami kalau kamu sanggup."

Aku mendengarkan dengan seksama orang di balik video call tersebut. Dirinya seperti menimbang-nimbang, memperkirakan segala hal yang akan menguntungkan baginya. Beberapa kali dirinya memberikan tatapan tajam dari balik layar tersebut, berusaha memberikanku tekanan.

"Bagaimana kalau aku akan memberikan potongan hari kebebasanmu dari setiap murid yang kamu keluarkan?"

Tawaran yang dia berikan menarik perhatianku. Aku paham kalau dirinya bukanlah orang yang mudah ingkar janji. Mengingat kebebasan adalah hal yang paling diinginkan oleh setiap makhluk hidup, aku tidak bisa membiarkan kesempatan seperti ini menghilang begitu saja.

Namun, aku masih perlu beberapa pertimbangan sebelum menerima perjanjian yang bahkan membuat sisi kemanusiaan ini makin terkikis. Ah, biarlah. Lagi pula yang kuhadapi bisa dibilang bukan lagi manusia pada umumnya.

"Berapa hari yang Anda potong, dan apakah targetnya bebas?"

"Siapa pun boleh, satu orang murid yang kau keluarkan akan berharga 10 hari pemotongan kebebasanmu. Tapi ingat tujuan utamamu itu untuk mengeluarkan Aila Permata Putri."

Satu orang bernilai pemotongan 10 hari. Aku bisa melihat sedikit cahaya dari kegelapan panjang ini, bahkan dia berkata tidak peduli siapa pun. Berarti baik Amemayu Children's atau orang biasa, aku bisa menggunakan keduanya. Harapan tentang kebebasan yang didambakan semakin membesar, aku pasti bisa meraihnya dengan tanganku sendiri.

***

Ketika mata kami bertemu, Veronika langsung mengukir seringai yang selalu berhasil membuatku merinding. Setelah tadi sedikit melihat-lihat mading di dekat aula utama, ia langsung menelpon dan menyuruhku agar segera menemuinya di ruang kelas.

Tidak ada murid lain yang tersisa di sini, semuanya sudah pulang ke asrama. Hanya ada aku dan iblis kecil yang selalu tertawa mengerikan ketika memikirkan hal-hal jahat di kepalanya. Seandainya Veronika tidak memegang kelemahanku, mungkin aku akan mengabaikannya.

"Kenapa, kamu enggak senang bicara sama aku?" tanyanya yang mungkin melihat wajah lelahku.

Pada kenyataannya aku memang tidak menyukai setiap pembicaraan yang terjadi di antara kami. Suara dan tingkah lakunya adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang selalu memunculkan perasaan tidak nyaman di dalam diriku. Namun, Veronika sepertinya sangat menikmati kesengsaraanku.

"Sebenarnya, apa yang mau kamu bicarain?"

"Hmm, gimana bilangnya, ya?"

Ia mengangkat kepala sedikit sambil menyentuh dagunya dengan telunjuk berulang kali. Bagaikan seorang gadis yang berusaha memikirkan kata-kata tepat agar bisa mendapatkan segala hal yang diinginkan. Veronika bertingkah seperti itu dengan tubuh kecilnya.

Namun, dalam sekejap ekspresi polos nan tak berdosa tadi seakan-akan sirna. Luntur oleh situasi mencekam yang mulai merasuk dalam diriku. Seringai yang selalu Veronika tampilkan ketika berpikir di luar akal sehat terpampang jelas pada bibirnya yang agak kemerahan.

"Hei, hei. Gimana kalau kamu ngasih tau aku cara ngebongkar kebusukan anggota kamu sendiri?"

"Kamu sampai tau hal itu, kayaknya Amemayu Children's itu cukup penasaran sama masalah orang lain, ya?" Aku memberikan tatapan penasaran, walau sudah tahu kalau Veronika pasti tidak akan memberikan jawaban seperti yang aku inginkan.

Popularitas adalah Segalanya (Vokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang