Kita tidak bisa menilai orang itu baik hanya karena dia melakukan satu kebaikan. Sebaliknya, kita juga tidak bisa selamanya menilai orang itu buruk hanya karena dia melakukan satu kesalahan.
Pria asing itu membawa Naiara ke sebuah villa. Mungkin, villa miliknya. Membiarkan Naiara duduk di ruang tamu, lalu mengambilkannya handuk dan baju ganti.
"Nih, kamu bisa ganti baju dulu."
Sambil mengunjukkan baju ganti ke Naiara, Naiara malah memperhatikan baju itu.
"Jangan salah paham dulu. Itu baju almarhum adik perempuan saya. Kamu pake aja."
Naiara pun mengangguk. Menerimanya.
Tidak lama setelah selesai mengganti bajunya, Naiara kembali duduk menghampiri pria itu.
Di meja, sudah tersedia dua gelas minuman hangat.
"Nih, kamu minum dulu." Memberikan segelas cokelat panas.
"Makasih."
"Kamu beneran kabur dari rumah ?"
"Om, emangnya aku anak kecil apa, pake kabur segala. Kan tadi aku udah bilang aku gak kabur. Aku cuma lagi pengen sendiri aja."
"Om lagi ! Saya tuh seumuran sama abang kamu. Bukan om kamu."
"Yee.. Biasa aja dong, om. Jangan ngegas. Lagian, aku juga gak punya abang. Jadi om gak usah sok tau deh."
Hah ! Om ? Dia pikir saya ini om nya, apa ? Dasar cewek aneh. Gak bisa bedain apa, abang-abang sama om-om. Ganteng begini juga ! Pria itu membatin sebal. "Terserah kamu aja lah ! Oh iya, nama kamu siapa ?"
"Terserah om aja mau manggil apa."
"Berarti gak punya nama dong."
"Emangnya kenapa sih om, nanya-nanya nama aku ? Om mau nyulik aku ya. Trus, biar bisa minta tebusan ke keluarga aku, gitu ?"
Lagi-lagi pria itu dibuat geregetan oleh Naiara. Bukannya takut dengan orang asing, tapi gadis itu malah membuatnya kesal berkali-kali.
"Ya Tuhan.. Mimpi apa saya semalam. Sampe bisa ketemu sama anak aneh ini. Dituduh nyulik lagi." Ocehnya sendiri.
"Apa om ?"
"Ah, nggak.. ! Eh, kalo dari awal saya emang mau nyulik kamu, kenapa kamu tadi mau-mau aja ikut dengan saya ? Seharusnya tadi kan kamu bisa nolak saya atau teriak minta tolong."
"Emang om ada niatan buat nyulik aku ?"
"Dibayar juga ogah !" Mengalihkan pandangannya karena sudah kesal.
Naiara tersenyum memperhatikan wajah pria itu. Sepertinya darah tingginya kumat, karena menghadapi seorang gadis yang menyebalkan seperti Naiara
Awalnya memang Naiara agak sedikit takut dengan pria asing itu. Tapi dari cara pria itu menghampirinya tadi, hal itu yang membuat Naiara tidak takut. Ia merasa kalau pria itu baik. Karena secara tiba-tiba membawakannya payung. Seharusnya pria itu bisa saja mengabaikannya kalau tidak ada niat baik dalam dirinya.
***
Masih dalam pencarian. Bima dan Arvin mendatangi pantai itu. Kesana kemari mereka mencari keberadaan Naiara. Tapi tampaknya tidak ada siapapun yang berada di sekitaran pantai.
Kamu dimana sih, Nai ? Aku khawatir sama kamu. Bima membatin. Seluruh tubuhnya basah kuyup.
Hujan semakin deras, namun keduanya seperti tidak mau menyerah sama sekali.
Arvin terduduk, pikirannya kemana-mana memikirkan keberadaan Naiara dalam keadaan hujan yang sangat deras seperti itu.
Aline menyusul kedua pria itu dengan membawakan mereka payung. "Gimana ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...