Di saat orang yang mengenalmu meragukanmu, di saat itulah orang asing menghargai perbedaanmu. Hidup itu balanced !
Sinar matahari mengenai tepat ke wajah gadis itu. Membuatnya terbangun dari tidur pulasnya. Dilihatnya, jam sudah menunjukkan pukul 08.00 wib.
Ia menggeliat, memaksakan tubuhnya untuk segera bangun. Tapi matanya masih setengah terpejam.
Sebelum beranjak dari tempat tidur, dia duduk terlebih dahulu mengumpulkan niatnya untuk bangun. Sering terjadi pada anak-anak remaja kalau masih belum puas dengan tidurnya.
Wajahnya masih kusut, rambutnya yang panjang tampak acak-acakan. Namanya juga baru bangun tidur.
Perlahan, kakinya mulai diturunkan satu persatu dari tempat tidur. Lalu berjalan ke arah jendela dengan menyeret kakinya sambil mengucek-ngucek matanya.
Dibukanya tirai gorden.
Mendadak, lengkungan sabit melengkung sempurna dari bibirnya.
Dengan cepat gadis itu keluar dari kamarnya. Menuruni anak tangga menuju teras luar.
Alunan deburan ombak yang menghantam tepian berpasir mengalun bagaikan irama. Tidak ada yang tahu alunan irama apa yang sedang didendangkan ombak pagi itu. Namun penuh arti.
Angin laut berhembus mengurai setiap rambut hitamnya. Sang surya sepertinya mulai menari dengan cahayanya diufuk timur.
Birunya laut menghipnotis mata gadis itu. Membuatnya memejamkan kedua matanya dengan lembut. Menikmati keindahan alam semesta dari yang Kuasa.
Dari balkon atas, ada seorang pria yang sedang memperhatikannya secara diam-diam. Sepertinya, sesuatu telah terjadi dalam dirinya sejak pertama kali ia bertemu dengan gadis itu.
Arvin.
Ketika menyadari ada yang memperhatikannya, gadis itu pun menoleh ke arah balkon atas. Ia melontarkan senyumannya pada wajah datar Arvin yang sudah kikuk ketahuan olehnya.
***
"Lo mau kemana ?" Tanya Arvin sambil menyeruput minumannya.
Naiara yang kini sudah terlihat rapi menghampiri Arvin di ruang tengah.
"Bukannya semalam kamu udah janji ya, kalo hari ini mau nganterin aku ke rumah sahabat aku lagi ?"
"Oh iya.. Tapi gue lupa kalo hari ini gue ada jadwal kuliah pagi."
"Ooh, gitu ya."
"Gimana kalau ntar sore aja ? Setelah gue pulang."
"Kalo kamu gak bisa, gapapa kok. Aku bisa pergi sendiri ke sana."
"Ya jangan, lah ! Lo di rumah aja, jangan kemana-mana. Tunggu sampai gue pulang."
"Tapi aku gak enak sama kamu."
"Gak enak kasiin kucing aja."
"Aku serius, gapapa."
"Ya udah, gini aja. Lo ikut gue ke kampus. Ntar kalo pulangnya cepat, gue anterin lo ke sana. Gimana ?"
"Emang boleh aku ikut ke kampus kamu ?"
Arvin tertawa geli. "Mau lo ajak orang sekampung ke kampus, juga gak ada yang ngelarang, kali."
Naiara tersipu malu.
"Dari kemarin, gue belum tau nama lo. Gue Arvin. Mungkin lo udah tau juga dari teman gue kemarin."
"Aku Naiara."
"Ok. Naiara."
"Mm.. Aku boleh minta tolong satu hal lagi gak ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...