Jangan pernah biarkan dia menangis. Karena dia akan lebih memilih hujan tuk menyembunyikan kesedihannya.
Mendadak, gerimis mulai turun di bawah langit sore senja. Seorang gadis yang sangat menyukai hujan, menyambutnya begitu bahagia. Sudah lama dia menantikan momen itu.
Karena hujan selalu menjadi momen terindah baginya.
Tetapi sekarang, gadis itu baru menyadari ada hal yang lebih indah dari sekedar rerintikan hujan yang setiap saat menemaninya.
Menghabiskan waktu bersama seorang pria yang telah berhasil menyelinap masuk ke dalam relung hatinya.
Arvin Arkananta Mahardika. Dialah pria itu.
"Kenapa sih, kayaknya kamu suka banget main hujan-hujanan ?"
"Kenapa ? Kayak anak kecil ya ?"
"Beda aja. Seolah, dihidup kamu tuh kayak gak punya masalah apapun. Padahal dihadapan kamu saat ini masalah besar sedang terjadi."
Naiara tersenyum. "Dari hujan, aku belajar bahasa air. Meski dia jatuh berkali-kali, tapi dia tidak pernah menyerah untuk terus turun."
"Ternyata, apa yang dibilang Bima itu benar, ya."
"Emang, Bima bilang apa ke kamu ?"
"Mmm.. Ada deh."
"Ooh jadi gitu. Sekarang udah bisa main rahasia-rahasiaan nih, ceritanya. Ok. Nih rasain !"
Naiara kembali mencubiti Arvin, lalu berlari meninggalkannya. Ia benar-benar menikmati hujan di kala sore itu. Bahagianya selalu kembali ketika hujan turun menghampirinya.
Arvin mengingat kembali pesan yang pernah Bima sampaikan kepadanya sewaktu mereka berbincang di acara itu.
Flashback
"Ehm.. Hai Arvin."
Seketika, Arvin kaget melihat kedatangan Bima yang menghampirinya.
"Oh, hai." Jawabnya canggung. "Pak Bima, ada apa ya ?"
Bima tertawa kecil mendengarnya. Ia tahu kalau situasi seperti ini akan terasa canggung. Terlebih lagi bagi si Arvin.
"Karena di luar jam kerja, apa kita boleh bicara santai ?"
"Oh ya, silahkan."
"Gue ke sini cuma mau bilang makasih, karena lo udah jaga Naiara. Dan juga, udah bantu dia selama beberapa hari itu."
"Oh soal itu. Gue juga gak tau bakal ketemu dia di pantai itu. Gue cuman bantu dia sebisa gue. Gue harap, lo gak salah paham karena gue yang ajakin dia buat tinggal di rumah gue."
"Tenang aja. Naiara udah cerita semuanya kok. Dan sebagai ucapan terimakasih gue, gue mau lo temui dia sekarang."
"Hah ? Kenapa lo mau gue temui dia ?" Arvin kaget karena semudah itu Bima mengizinkan mereka bertemu. Bukan mencegah ataupun memarahinya.
"Karena sepertinya, ada yang harus kalian bicarakan berdua."
Arvin terlihat sangat berhati-hati. Ia tidak ingin ada salah paham karena Bima mengizinkan mereka untuk bertemu. Ia takut kalau pertemuan itu akan menjadi yang terakhir bagi mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...