Chapter 9

97 4 0
                                    

Senja selalu seperti ini. Perlahan datang, lalu tiba-tiba hilang. Tergantikan keremangan malam menyisakan kehampaan.
-Surayawan W.P

Pintu gerbang terbuka secara otomatis. Sebuah mobil hitam masuk ke area halaman rumah yang sangat luas. Beberapa bodyguard yang lainnya tampak sedang berjaga di sekitaran rumah tersebut.

Naiara turun dari dalam mobil didampingi beberapa bodyguard. Akhirnya dia kembali menginjakkan kakinya ke rumah itu lagi. Rumah yang terbilang sangat besar bak istana nan megah. Namun di dalamnya serasa seperti di penjara.

Tanpa berkata-kata, bodyguard itu mempersilahkan Naiara berjalan masuk terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh mereka dari belakang.

Naiara diarahkan masuk ke dalam lift menuju lantai atas. Ia sudah tahu kemana tujuan akhir mereka akan membawanya.

Yaitu ke dalam sebuah kamar yang biasa di tempatinya. Keadaannya terlihat masih sama, tertata rapi dan bersih.

Setelah tiba, para bodyguard itu mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Lalu menutup kembali pintunya dari luar. Mereka sengaja tidak menguncinya. Karena siapapun yang berusaha untuk kabur dari rumah itu pasti akan terpantau melalui cctv.

Tapi bukannya beristirahat, gadis itu malah semakin gelisah.

Bagaimana ia bisa tenang, sementara Arvin ditinggalkannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Bagaimana kondisinya saat ini dan siapa yang membantunya, dia sendiri tidak tahu.

Tokk.. !! Tokk.. !!

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.

Sebelum membukanya, Naiara melihatnya terlebih dahulu melalui door viewer.

Setelah tahu siapa orangnya, maka dengan cepat dia membuka pintunya. Mempersilahkan orang itu masuk dan kembali mengunci pintunya.

"Naiara.. Kamu gapapa ?" Raut wajah Bima tampak khawatir melihat keberadaan Naiara yang berhasil ditemukan oleh para bodyguard keluarganya.

"Tadi mama nelfon aku. Dia bilang, kalo kamu dibawa pulang sama bodyguardnya papa." Sambungnya.

"Aku gapapa. Tapi Arvin, Bim.."

"Arvin kenapa ?"

"Bima please.. Tolong bantu aku tuk keluar dari sini, Bim. Aku harus menemui Arvin. Dia pingsan di sana, Bim." Ia sangat memohon kepada tunangannya itu.

"Iya, iya. Tapi kamu tenang dulu ya, Nai."

"Gimana aku bisa tenang. Sementara Arvin aja masih pingsan di sana. Aku gak tau gimana keadaannya sekarang. Apa udah ada orang yang bantu dia atau belum, aku gak tau, Bim.__Jadi aku mohon sama kamu.. Bantu aku tuk keluar dari sini, Bima." Rengekan Naiara membuatnya kembali menangis.

Namun, dari raut wajahnya Bima, sepertinya dia sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Bima.." Dengan suara seraknya.

"Maafin aku, Nai. Aku juga gak bisa tuk ngeluarin kamu dari sini."

"Aku mohon Bima.."

Tokk.. !! Tokk.. !!

Terdengar suara ketukan pintu lagi dari luar.

Kali ini Bima yang membukanya.

Ternyata seorang art yang mengantarkan makanan untuk Naiara.

Saat art-ny masuk, Naiara kaget melihatnya. Karena orang itu sangat dikenalinya.

"Tante Erina ?" Sambil menghapus air matanya.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang