Meskipun kita sedekat nadi, tapi untuk menggapai hatimu sejauh matahari.
Tiga bulan kemudian.
Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan yang dijalani oleh Naiara dan Arvin membuat keduanya benar-benar flat.
Naiara yang hari-harinya selalu dikawal setiap berpergian. Meski risih pada awalnya. Sekarang sudah mulai terbiasa akan hal itu semua. Ditambah lagi dengan kabar kalau hari pernikahannya bersama Bima akan dipercepat.
Begitu pula dengan kehidupan yang dijalani Arvin. Hari-harinya juga selalu dihabiskannya di perusahaan milik Abrisam Reynand, sang papa. Tanpa mau memikirkan siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya nanti. Karena saat ini ia kembali ke kehidupan lamanya, sebelum ia mengenal Naiara. Yang tidak pernah ingin serius dalam menjalani suatu hubungan, hanya untuk bersenang-senang saja.
Terlihat Arvin sedang berjalan menuju pintu keluar. Ia tampak terburu-buru dengan langkahnya.
"Pak Arvin.." Panggil sekertarisnya yang segera menghampirinya.
Mau tidak mau, Arvin pun menghentikan langkahnya. Padahal dia sudah berusaha sebisa mungkin agar tidak ada yang mengetahui kepergiannya.
Ceritanya mau kabur tuh anak.
"Iya, ada apa ?"
"Kata pak Reynand, satu jam lagi bapak disuruh temuin investor dari Jerman. Dan ini berkas-berkasnya." Sambil menunjukkan beberapa lembar berkas untuk dibaca oleh Arvin.
"Kok saya ?"
"Pak Reynand minta diwakilin sama bapak."
Mendengarnya membuat Arvin mengucek-ngucek rambutnya, memikirkannya.
"Gimana pak ?"
"Mm, kamu sibuk gak ?"
"Kan saya yang temenin bapak."
"Ya udah, kamu aja yang wakilin saya ya."
"Loh, pak.."
"Saya masih ada urusan. Tolong ya.. Makasih."
Segera Arvin mempercepat jalannya meninggalkan sekertarisnya.
Sementara wajah sekertarisnya berubah menjadi cemberut kesal. Karena gagal pergi berdua dengan bosnya itu. Padahal ia sangat ingin sekali mendampingi Arvin ke pertemuan itu.
***
President University.
Di tempat inilah Arvin berada sekarang.
Sudah beberapa hari ini Arvin tidak datang ke kampus. Dikarenakan sibuknya pekerjaan yang ada di perusahaan papanya, yang nantinya juga akan diwariskan kepadanya.
Tetapi hari ini, Arvin menyempatkan dirinya untuk datang ke kampus menyelesaikan kembali tugasnya yang sempat tertunda.
Saat melewati papan pengumuman, seketika langkahnya terhenti. Mendadak, ia teringat akan seorang gadis yang pernah dikenalnya sedang menatap papan pengumuman yang ada di hadapannya saat ini.
Mengingatnya, membuat Arvin tersenyum.
Sudah lama dia tidak mendengar kabar dari gadis itu. Bahkan, tidak pernah berhenti berharap bahwa suatu saat nanti mereka akan bertemu lagi.
Ketika hendak melanjutkan perjalanannya. Tanpa sengaja, matanya tertuju pada secarik kertas memo yang tertempel di papan pengumuman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...