CHAPTER 13 - Puisi

9.1K 579 29
                                    

Areska berjalan dengan langkah pelan. Ditangannya ada selembar kertas berisi puisi ciptaan Alenta. Areska kira, puisinya akan langsung dikumpulkan. Tapi ternyata, puisi itu harus ia bacakan terlebih dulu.

"Ayo, Areska," ucap guru Bahasa Indonesianya memberi intruksi.

Areska memandang ke arah teman-teman sekelasnya dengan datar. Ia tidak gugup sama sekali. Areska sudah terbiasa berdiri di hadapan orang banyak.

"Semangat, Bos!" ucap Joan menyemangati dengan gerakan bibir. Tanpa suara.

Areska menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Ia akan memulai membaca judul.

"Ayah, karya Areska Danetra Perwira."

Areska tersenyum tipis. Alenta sudah peka ternyata. Alenta tak menuliskan namanya, malainkan nama Areska.

Areska tahu kalau Alenta sudah tidak mempunyai Ayah. Pasti Alenta menuliskan puisi yang sangat dalam dan menyentuh.

"Ayah ....
Kau adalah ayahku,
Kau adalah ayah kakakku,
Kau adalah ayah adikku."

Kening Areska mengerut. Puisi macam apa itu? Sedangkan teman-teman sekelasnya masih mendengarkan dengan fokus.

"Ayah ....
Kau adalah suami ibuku,
Kau adalah anak nenekku,
Kau adalah anak kakeku."

"BHAHAHAAA!!" Tawa semua orang yang berada di kelas itu terdengar nyaring.

"Puisi apaan tuh, Bos?" tanya Galins meledek.

"Itu mah ciri-ciri Ayah, bukan puisi," ucap Joan.

Areska mengepalkan tangannya. Emosi, kesal, malu. Semuanya bercampur aduk.

"Sudah-sudah," ucap sang guru Bahasa Insonesia, membuat anak-anak muridnya menghentikan tawa. "Ayo, Areska. Lanjutkan."

Areska memutar bola mata malas. Pasti puisinya akan semakin ngawur. Tapi, tak ada pilihan lain. Ia harus menyelesaikan membaca puisi itu.

"Ayah ....
Kau tidak mengandung,
Kau tidak melahirkan,
Yang mengandung dan melahirkan adalah Ibu."

"HAHAHAHAAAHAAA!!" Tawa kembali terdengar. Areska semakin emosi saja rasanya.

"Kucing juga mengandung sama melahirkan, Bos!" celetuk Joan.

"DIEM!" bentak Areska.

Semua orang pun menjadi diam, takut dengan mata tajam Areska.

"Tinggal satu bait lagi, nih," ucap Areska memberitahu.

"Lanjutkan," ucap guru yang duduk di kursi guru.

"Ayah ....
Kau manusia,
Kau laki-laki,
Kau ayahku."

Mereka tak lagi tertawa. Sebenarnya ingin tertawa, namun ditahan-tahan. Takut kalau amarah Areska meledak.

Areska melangkah ke meja guru, meletakkan kertas puisinya di atas meja guru dengan kasar.

"Izin ke toilet," ucap Areska datar. Guru Bahasa Indonesianya hanya mengangguk.

Areska keluar dari kelas. Baru sampai di ambang pintu, ia mendengar suara tawa memenuhi kelasnya. Satu tujuan Areska, ia akan menemui Alenta dan memarahinya. Alenta sudah membuatnya malu dan ditertawakan.

Kelas Areska dan Alenta tidak jauh, masih di lantai yang sama. Hanya berjarak dua kelas saja.

Kebetulan sekali kelas Alenta sedang tidak ada gurunya. Areska pun langsung masuk ke kelas Alenta dan menarik pergelangan Alenta. Cewek itu tadi tengah mengobrol dengan Naumi dan Senja.

ARESKA DAN ALENTA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang