CHAPTER 22 - The First War

9.5K 540 6
                                    

Alenta menggigit bibir bawahnya. Tangannya memainkan ujung kaos hitamnya. Perasaannya sangat gelisah, tidak enak. Padahal biasanya ia tidak pernah seperti ini.

"Lo kenapa sih?" tanya Areska.

"Perasaan gue nggak enak," jawab Alenta jujur. "Kita tunda aja ya penyerangannya?"

Areska merangkul Alenta dan mencium pucuk kepala Alenta. "Nggak bisa lah, Len. Ini kan udah direncanain jauh-jauh hari. Alter juga udah jauh-jauh ke sini."

Tangan Alenta melingkar ke pinggang Areska. Tidak seperti biasanya. Biasanya Alenta akan diam saja ketika dirangkul, sekarang ia memeluk pinggang Areska dan menyandarkan kepalanya di dada Areska.

"Perasaan gue nggak enak, Res," ucap Alenta.

Areska menangkup kedua pipi Alenta dan menatap manik mata gadia itu. "Nggak akan ada apa-apa, Len. Kita akan menang."

Perasaan Alenta tidak membaik setelah Areska mengatakan itu. Perasaannya malah tambah gelisah.

Areska meraih jaket Alter milik Alenta dan memberikannya ke Alenta. "Pake. Bentar lagi kita berangkat."

Alenta menerima jaket itu dan memberi anggukan kecil. Alenta memakai jaket Alter itu dengan gerakan pelan. Kaoa hitam polosnya jadi tertutup sekarang.

"Lo udah nyimpen senjata?" tanya Areska.

"Udah," jawab Alenta. Di saku celananya sudah ada pistol dan pisau kecil untuk jaga-jaga.

Areska berdiri. Ia menatap satu per satu orang yang ada di markas Alextro. Wajah mereka semua terlihat serius. Tidak seperti biasanya yang penuh canda tawa dan keceriaan.

"Lima menit lagi kita berangkat ke markas Revistor, kalian semua siap-siap!" ucap Areska dengan suara lantang.

Ananta ikutan berdiri. Ia lain meja dengan Areska. "Inget ya sama strategi kita. Kita ke markas Revistor, nyebar. Intinya markasnya kita kepung dari berbagai arah."

Semua anak Alextro dan Alter mengangguk paham. Kemudian, banyak yang beranjak ke ruang latihan untuk mengambil senjata-senjata. Ada yang bersiap dengan memakai jaket geng kebanggaan masing-masing.

Areska kembali duduk di samping Alenta sembari menunggu yang lain persiapan. Wajah Alenta masih terlihat gelisah. Untuk menenangkannya, Areska menggenggam tangan Alenta.

"Fokus sama penyerangan, Len. Nggak akan ada apa-apa kok," ucap Areska.

"Gue bonceng lo ya, ke sananya?" pinta Alenta.

"Iya."

Drtt drttt.

Areska merasakan saku celananya bergetar. Ia pun mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku.

Argha Panjian:
Gue tau lo sama Alter mau nyerang ke markas. Sekarang juga, kita tarung di gedung lama. Kita buktiin geng mana yang paling kuat. Dan kali ini, Revistor yang akan menang.

"Bangsat!" maki Areska.

"Kenapa?" tanya Alenta. Orang-orang di situ juga ikutan penasaran.

"Mereka tau kalo kita mau nyerang," jawab Areska. "Kita ditantang di gedung lama."

<><><>

Kedua tangan Alenta bertumpu pada bahu Areska. Lalu, ia turun dari motor dengan mata yang memandang ke sekitar. Alenta belum pernah ke tempat itu sekalipun. Sebuah bangunan tua yang cukup besar. Gedung bekas pabrik pembuatan minuman keras. Gedung itu sudah lama kosong.

"Lo harus terus deket-deket sama gue. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa," ucap Areska memberi pesan ketika ia sudah turun dari motor.

"Iya. Gue nggak akan jauh-jauh dari lo," balas Alenta.

ARESKA DAN ALENTA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang