Alenta melangkahkan kakinya menuju ke pintu utama markas Geng Alter. Di tubuh indahnya melekat jaket kulit hitam dengan lambang Alter di dada kiri. Alenta tampak menyapa beberapa anak Alter yang tengah menikmati secangkir kopi di bangku-bangku yang ada di teras."Sampe di Bandung kapan, Len?" tanya Yogas.
Alenta berhigh five ria dengan Yogas. Lalu, dilanjutkan dengan yang lain.
"Jam sembilanan," jawab Alenta seraya duduk di salah satu kursi yang ada di situ.
"Lo udah ke rumah sakit?" tanya Brian.
Alenta mengangguk singkat. Lalu, ia mengambil sebungkus rokok yang ada di atas meja. Entah milik siapa.
"Rokok gue tuh! Asal ambil aja!" omel Denish seraya merebut bungkus rokok di tangan Alenta.
"Pelit amat lo, Nish!" balas Alenta.
"Jangan ngerokok lagi lah, Len. Lo kan cewek, nggak baik tau!" ucap Yogas.
"Tau tuh! Kalo Bos Nanta liat, lo bakal dimarahin abis-abisan sama dia," ucap Lino.
"Iya iya! Bawel banget sih kalian!" ucap Alenta menyerah.
Alenta mengangkat sebelah kakinya, meletakkannya di atas kursi. Matanya sibuk meneliti markas Alter yang sudah lama ditinggalnya. Tak ada yang berubah, masih sama persis sejak terakhir kali Alenta ke sini.
"Kalian selalu jagain Ananta kan?" tanya Alenta.
"Iya lah. Tiap pagi, siang, sore, malem, kita gantian jagain Ananta di rumah sakit," jawab Denish.
Alenta tersenyum tipis. "Makasih ya."
Yogas berpindah tempat duduk di samping Alenta dan merangkulnya. "Santai lah, Len. Kita semua itu saudara, nggak usah ngerasa nggak enak."
"Oh ya, Len. Kita udah cek cctv deket tempat Ananta diserang. Yang nyerang bukan cuma satu orang, tapi banyak. Mereka pake jaket yang sama, kemungkinan sih anak geng. Tapi kita nggak ada yang kenal sama jaketnya," ucap Lino menjelaskan.
"Gue mau liat rekaman cctv-nya," pinta Alenta.
"Gue nyalin di laptop. Gue ambil dulu ya," ucap Yogas.
Alenta mengangguk menanggapi ucapan Yogas. Cowok yang memegang jabatan wakil Alter itu pun naik ke lantai dua markas itu untuk mengambil laptop.
"Kita lagi berusaha cari pelakunya, Len. Nanti kita bakal balas dendam. Lo tenang aja," ucap Brian.
"Iya," sahut Alenta. "Yang gue pikirin bukan balas dendamnya, Bri. Gue mikirin kesembuhan Ananta. Dia parah, masih koma. Tulang kepalanya retak, perutnya ditusuk. Sampe sekarang nggak ada kemajuan."
Denish menepuk-nepuk bahu Alenta. "Ananta pasti sembuh, lo harus positif thinking, Len. Dia kuat kok, percaya deh sama gue."
Alenta mengangguk kecil. Ia mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh. Alenta senang berada di markas Alter ini, walaupun ia cewek sendiri. Semua cowok yang ada di sini sudah seperti keluarga baginya.
Tak lama kemudian, Yogas kembali. Ia duduk di samping Alenta dan membuka laptop berlogo apel digigit itu.
"Lo liat baik-baik ya. Kali aja ada yang lo tau," ucap Yogas seraya memutar sebuah video rekaman cctv.
Alenta menyipitkan matanya, memperhatikan setiap detail yang ada di video itu.
Ananta bersama ninja oranye-nya tengah lewat, ia dihadang oleh sepuluh cowok. Segerombolan cowok itu memakai jaket yang sama persis, warna navy. Motor mereka juga sama, ninja merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARESKA DAN ALENTA (End)
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! OPEN PO!! (Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Areska Danetra Perwira. Terkenal kejam dan tidak punya hati sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Seisi SMA Perwira pun enggan mencari masala...