Alenta melangkah perlahan memasuki koridor utama SMA Perwira. Yordan, Galins, Joan, dan Rasya mengikutinya dari belakang. Mereka akan mengantar Alenta sampai ke kelas, sekalian menuju ke kelas mereka.
"Pulang sekolah nanti kita langsung ke rumah sakit kan?" tanya Alenta.
"Iya dong, zayeng. Kita ke rumah sakit jengukin si Bos," jawab Joan.
"Kalo si Bos tau lo panggil Alenta pake zayeng-zayeng, bisa dipenggal pala lo, Jo!" ucap Galins.
"Bukan cuma dipenggal, tapi hancurin pake palu raksasa!" tambah Yordan.
"Dilindes pake truk gandeng!" timpal Rasya ikut-ikutan.
Alenta tertawa pelan mendengar candaan receh dari cowok-cowok di depannya.
"Gitu dong, ketawa. Jangan sedih mulu. Kalo ketawa kan cantiknya langsung terpancar," ucap Joan. "Cantiknya terpancar. Wajahnya bersinar-sinar kek lampu neon."
Plak!
"Lo samain muka gue sama lampu neon?!" omel Alenta setelah menggeplak lengan atas Joan.
"Keterlaluan lo, Jo. Masa iya istrinya si Bos disamain sama lampu neon. Bulet, botak, kinclong?" ucap Galins.
"Lo kali, Jo, yang kayak lampu neon. Bulet, botak. Bedanya, lo nggak kinclong. Tapi kusut dekil!" ucap Yordan.
"Tau ah, gue tuli, nggak denger!" ucap Joan.
"Semoga tuli beneran," ucap Rasya.
"Bodo bodo bodo! Kalian semuah jahat sama akoh!" ucap Joan. "Gue duluan ke kelas, Len. Bayyy!"
Alenta masuk ke dalam kelas setelah keempat cowok itu melanjutkan jalan ke kelas mereka. Alenta sedikit terhibur dengan tingkah konyol mereka. Bahkan Alenta sampai tertawa.
Alenta melepas tas merah hatinya dan menaruhnya di atas bangku. Naumi tengah memainkan ponselnya dan belum menyadari kehadirannya.
"Eh, Len, Areska koma?"
Wajah Alenta jadi berubah sedih mendengar nama Areska. Apalagi ketika mengingat kondisi Areska yang belum membaik, masih sama seperti kemarin malam. Dan sialnya, Naumi malah menanyakan perihal Areska kepadanya.
Alenta duduk di bangkunya. Sementara itu, Naumi sudah memasukkan ponselnya ke saku rok dan memutar tubuhnya menghadap Alenta.
"Iya."
"Kok lo nggak cerita sih?" tanya Naumi. "Semalem gue udah chat lo berkali-kali, udah nelepon, tapi nggak diangkat. Akhirnya gue tau dari Galins."
"Sorry, ya. Gue semalem nggak sempet pegang hp," ucap Alenta jujur.
"Nggak papa."
<><><>
Alenta menyangga dagunya dengan tangan kanan. Tatapannya lurus ke papan tulis, memperhatikan rumus-rumus di depan sana. Tapi, pikirannya tidak bersama rumus-rumus matematika itu. Alenta kepikiran Areska.
Drttt.
Alenta tersentak ketika merasakan ponsel di saku roknya bergetar. Guru di depannya tengah membelakangi. Tanpa membuang kesempatan, Alenta membuka ponselnya di atas paha dan memeriksa chat yang baru saja masuk.
Rasya Fahreza:
Argha mati gara-gara tembakan lo di dadanya kemarin. Sekarang Revistor lagi nyerang markas Alextro. Mereka bakal hancurin markas sampe kita dateng ke sana. Kalo lo mau ikut, gue tunggu di parkiran sama anak-anak yang lain.Jari-jari Alenta bergerak di atas keyboard ponselnya. Ia tengah mengetikkan jawaban.
Alenta Raqueenla:
Gue ikut. Anak Alter juga bakal ikut bantu. Mereka masih di hotel, belum pulang. Karena kebetulan banget mereka izin sekolahnya tiga hari. Anak Alter yang lain juga banyak yang nyusulin ke Jakarta. Anggota Alter jadi banyak sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARESKA DAN ALENTA (End)
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! OPEN PO!! (Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Areska Danetra Perwira. Terkenal kejam dan tidak punya hati sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Seisi SMA Perwira pun enggan mencari masala...